Kamis, 01 Januari 2015

Sistem Lelang Jabatan: Terobosan Baru dalam Birokrasi Indonesia?


Pendahuluan
           
Lelang Jabatan, istilah yang sering didengungkan dalam dinamika birokrasi di Indonesia. Istilah ini mulai terdengar pada tahun 2013, di Jakarta dibawah pemerintahan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo dan Wakilnya Basuki Tjahtja Purnama, dimana posisi Camat, Kepala Dinas, Kepala Sekolah, Kepala Puskesmas dan beberapa jabatan lain diisi dengan metode lelang jabatan. Metode lelang jabatan tersebut dilakukan dengan serangkaian tes tulis dan wawancara sehingga dapat diketahui kinerja dari calon pejabat tersebut.
            Keberhasilan yang diyakini pemerintah mengenai lelang jabatan di DKI Jakarta, maka isu mengenai pengisian pejabat mulai berhembus kepada pemerintah pusat, yaitu kementrian-kementrian. Diawali dengan lelang jabatan eselon 1 di tubuh Kementrian Keuangan Republik Indonesia dengan metode lelang jabatan mulai terhembus kencang, yaitu pengisian jabatan untuk 4 jabatan, yaitu :Dirjen Pajak, Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Staf Ahli Bidang Organisasi, Birokrasi dan Teknologi Informasi serta Staf Ahli Bidang Penerimaan Negara. Kabar yang sedang menghangat juga lelang jabatan ini akan melibatkan KPK dan PPATK dalam hal pemeriksaan harta kekayaan calon pejabat yang mengikuti lelang jabatan tersebut.

Dasar Hukum

Untuk dasar hukum prosedur lelang jabatan, hal ini diatur dalam Undang Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang  Pemerintahan Daerah, dimana terdapat ketentuan perihal wewenang kepala daerah untuk menentukan struktur Organisasi Pemerintahan Daerah (OPD) dan pengisian jabatannya. Adapun dalam Undang Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok Pokok Kepegawaian juga mengatur tentang persyaratan pengisian jabatan bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS), yaitu pada pasal 17 ayat (2) disebutkan bahwa “Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam suatu jabatan dilaksanakan. berdasarkan prinsip profesionalisme sesuai dengan kompetensi, prestasi kerja, dan jenjang pangkat yang ditetapkan untuk jabatan itu serta syarat obyektif lainnya tanpa membedakan jenis kelamin, suku, agama, ras atau golongan.”

Prosedur Lelang Jabatan
Proses promosi jabatan dilakukan dengan tahapan:

·         Pertama; pengumuman secara terbuka kepada instansi lain dalam bentuk surat edaran melalui papan pengumuman,dan/atau media cetak, media elektronik (termasuk media on-line/internet) sesuai dengan anggaran yang tersedia. Setiap pegawai yang telah memenuhi syarat administratif berupa tingkat kepangkatan dan golongan, diperbolehkan mendaftarkan diri untuk mengisi lowongan yang tersedia
·         Kedua; mekanisme seleksi/ penilaian kompetensi manejerial dan kompetensi bidang (substansi tugas) Penilaian kompetensi manejerial dilakukan dengan menggunakan metodologi psikometri, wawancara kompetensi dan analisa kasus danpresentasi. Sedangkan penilaian kompetensi bidang dilakukan dengan metode tertulis dan wawancara (Standar kompetensi Bidang disusun dan ditetapkan oleh masing-masing instansi sesuai kebutuhan jabatan dan dapat dibantu oleh assessor.
·         Ketiga; Panitia Seleksi mengumumkan hasil dari setiap tahap seleksi secara terbuka melalui papan pengumuman, dan/atau media cetak, media elektronik (termasuk media online/internet).

Hal positif sistem lelang jabatan
Pengaruh positif dengan adanya sistem lelang jabatan adalah :

1.  Dengan sistem lelang jabatan, yaitu adanya fit and proper test, maka diharapkan akan menciptakan persaingan positif dalam kinerja, sehingga nantinya akan tercipta pejabat yang berkompeten pada saat mengemban amanah jabatan.
2.  Pada saat dilakukan lelang jabatan, maka akan dilihat bagaimana track record kinerja pejabat tersebut. Oleh karena itu pula, pengaruh positif dengan adanya lelang jabatan tersebut adalah penempatan pejabat yang bersih dan berkompeten pada saat menduduki suatu jabatan.
3.  Menghindari dari pengisian jabatan yang merupakan “pesenan” dari pihak lain yang memiliki kepentingan dalam hal tugas dan wewenang dari jabatan tersebut.
4.   Memberikan peluang yang sama bagi PNS yang ingin berkarier berdasarkan kinerja dan prestasi kerjanya.
5.    Merupakan bentuk keterbukaan birokrasi kepada masyarakat, sehingga masyarakat akan lebih percaya kepada pemerintahan, sehingga gol “good governance” akan tercipta.

Dampak adanya lelang jabatan

Pada awal diberlakukannya sistem lelang jabatan, dengan contoh tempat di DKI Jakarta, terjadi polemik yang menjadi “rahasia umum” di kalangan PNS, terutama PNS yang sudah golongan tinggi, karena tesnya yang begitu susah, banyak dari mereka yang sudah tidak hafal materi ujian, walau sudah diisi dengan pengalaman. Kemudian dalam jangka waktu tertentu, ditemukan bahwa terjadi kecurangan pada pelaksanaan lelang jabatan, terutama untuk posisi Kepala Sekolah (dalam berita kompas.com, tanggal 21 Desember 2013), dimana Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo, menindak tegas pelaku tersebut.

Kemudian terlihatlah dampak positif atas pemberlakuan sistem lelang jabatan. Para PNS berusia relatif muda menduduki posisi penting dalam pemerintahan dengan kompetensi yang mumpuni. Tercatat di DKI Jakarta, 3 camat mendapatkan penghargaan sebagai camat berprestasi secara nasional. Politik kasta yang selama ini menggerogoti birokrasi mulai terkikis karena penilaian pemilihan pejabat dilakukan berdasarkan prestasi dan kompetensi yang dimiliki.

Kesimpulan

Dengan metode baru lelang jabatan tersebut, akan menjadi trobosan baru dalam birokrasi Indonesia yang oleh berbagai kalangan dinilai bermasalah, apalagi jika menggunakan sistem promosi “politik kasta”, yaitu penunjukan pejabat untuk menduduki suatu jabatan oleh pejabat yang lebih tinggi –yang rawan KKN-, sehingga nantinya akan tercipta pejabat yang betul-betul kompeten dalam menjalankan jabatannya, bersih dari KKN, berprestasi dalam proses pelayanan masyarakat.


Daftar Pustaka



Oleh: Ghifari Auliya Sani
Unduh kajian di: tinyurl.com/LISM-Kajian


Budaya Korea dan Tergerusnya Jati Diri Bangsa Indonesia


Latar Belakang
            Korea merupakan sebuah semenanjung yang di Asia Timur (di antara Jepang dan Tiongkok. Korea terbagi menjadi dua negara, yakni Republik Korea (Korea Selatan) dan Republik Rakyat Demokratik Korea (Korea Utara) setelah Perang Dunia II pada tahun 1945. Budaya Korea saat ini sangatlah digandrungi oleh seluruh orang di dunia termasuk juga di Indonesia.
            Budaya Korea yang saat ini sangat digandrungi oleh para remaja di Indonesia yaitu K-Pop dan K-Drama yang saat ini hampir disetiap stasiun televisi di Indonesia pernah menayangkan drama dan juga musik Korea. Selain kedua itu yang cukup digandrungi oleh para masyarakat di Indonesia adalah makanan-makanan khas Korea.
            K-Pop atau Korean Pop adalah salah satu jenis aliran musik yang berasal dari Korea Selatan. K-Pop tentunya identik dengan para Girlband dan juga Boyband. Girlband dan juga para Boyband ini tidak hanya bernyanyi saja saat mereka diatas panggung tetapi dipadukan juga dengan tarian yang enerjik sehingga memiliki nilai plus dimata penontonnya ditambah dengan paras para boyband dan juga girlband yang menawan.
            Sedangkan K-Drama merupakan drama serial Korea. K-Drama dikemas dengan cerita yang menarik dan juga alur ceritanya mudah dicerna oleh para penonton dan ini adalah salah satu penyebab K-Drama begitu digandrungi di Indonesia. Episode-episode K-Drama juga tidak terlalu banyak. Inilah yang membedakan dengan K-Drama dengan sinetron-sinetron yang ada di Indonesia. K-Drama meskipun laku dipasaran mereka tidak akan memaksakan menambah episodenya tidak seperti di Indonesia jika sinetron di Indonesia laku dipasaran maka sinetron tersebut terus-terus ditayangkan walaupun cerita dari sinetron tersebut menjadi aneh.

Permasalahan
            Dengan merebaknya K-pop, K-Drama, dan makan-makanan khas Korea di kalangan para remaja di Indonesia, sebagian besar remaja di Indonesia kehilangan kecintaan dan pengetahuan tentang budaya-budaya Indonesia. Hal ini bisa dibuktikan dengan semakin maraknya terbentuknya Boyband dan Girlband di Indonesia. Para remaja di Indonesia lebih memilih membentuk Boyband dan juga  Girlband yang berbau Korea jika dibandingkan grup-grup musik tradisional.
            Para remaja di Indonesia lebih mencintai budaya negara lain dibandingkan kebudayaannya sendiri. Jika terus-menerus seperti ini bisa-bisa kebudayaan di Indonesia yang walaupun jumlahnya amatlah banyak, lama-lama bisa menjadi punah karena tidak ada regenerasi dalam melestarikan kebudayaan Indonesia. Hal ini disebabkan para remaja yang lebih menyukai dan mengenal kebudayaan Korea dibandingkan kebudayaan lokal.
            Hal ini juga disebabkan karena semakin derasnya arus globalisasi yanng sedang melanda di Indonesia dan parahnya remaja-remaja di Indonesia menerima arus globalisasi tanpa disaring terlebih dahulu. Hal ini menyebabkan seperti yang sudah dipaparkan sebelumnya hilangnya rasa cinta atas kebudayaan sendiri dan lebih mencintai budaya orang lain ketimbang budaya sendiri.
            Selain mencintai kebudayaan orang lain dibandingkan dengan budaya sendiri, para remaja juga kerap kali mengikuti gaya berpakaian dan gaya hidup para idolanya yang merupakan artis dan penyanyi Korea. Gaya hidup para artis dan penyanyi Korea terhitung glamor dan parahnya para remaja di Indonesia mengikuti gaya hidup tersebut. Gaya hidup yang glamor bukanlah bagian dari kebudayaan di Indonesia.

Gagasan
           Dengan melihat kenyataan yang terjadi saat ini, semakin tergerusnya jati diri bangsa Indonesia yang disebabkan karena para remaja-remaja di Indonesia lebih mencintai budaya negara lain dibandingkan dengan budaya sendiri. Seharusnya pemerintah juga ikut andil dalam menghalau arus globalisasi. Pekerja media juga sebenarnya harus ikut andil dalam menghalau arus globalisasi ini. Para pemilik media jangan hanya memikirkan profit mereka dengan terus menerus menayangkan program-program siaran tentang budaya-budaya Korea, tetapi tidak menayangkan acara yang berbau kebudayaan Indonesia, sehingga para remaja hanya mengetahui kebudayaan Korea tetapi tidak mengetahui kebudayaan-kebudayaan Indonesia yang kaya. Pemerintah juga seharusnya ikut andil dalam menghalau arus globalisasi yang semakin kencang ini. Pemerintah dapat menambahkan jam Pelajaran PKN, dengan ditambahkan jam Pelajaran PKN diharapkan para remaja dapat semakin cinta terhadap tanah airnya.


Daftar Pustaka





Oleh: Pandu Dwita Purnama
Unduh kajian di: tinyurl.com/LISM-Kajian

Medsos: Berefek Baik dan Buruk


Jika anda pernah mendengar kalimat “menjauhkan yang dekat mendekatkan yang jauh”, yang terlintas di pikiran adalah sebuah media yang bisa melakukan itu. Terkadang aneh melihat realita yang terjadi dalam kehidupan sekarang; sebuah interaksi atau percakapan lebih sering dilakukan tidak secara langsung melainkan melalaui media. Mungkin dari situlah berasal sebuah kalimat tadi. Kadang tidak kita sadari kita menghiraukan seseorang di dekat kita karena kita terlalu sibuk dengan gadget atau kita sibuk dengan alat canggih yang kita pegang. Memang apasih yang ada dalam alat canggih itu? Mungkin ada beberapa orang menggunakannya untuk sms, telpon, bahkan games. Tapi kebanyakan manusia menggunakan gadget untuk media sosial atau sering disebut juga jejaring sosial.

       Menurut wikipedia, situs Jejaring Sosial merupakan sebuah web berbasis pelayanan yang memungkinkan penggunanya untuk membuat profil, melihat list pengguna yang tersedia, serta mengundang atau menerima teman untuk bergabung dalam situs tersebut. Hubungan antara perangkat mobile dan halaman web internet melalui "jaringan sosial" telah menjadi standar dalam komunikasi digital. Awal mula situs jejaring sosial ini muncul pada tahun 1997 dengan beberapa situs yang lahir berbasiskan kepercayaan setelah itu kejayaan situs jejaring sosial mulai diminati mulai dari tahun 2000-an serta 2004 muncul situs pertemanan bernama Friendster lanjut ke tahun-tahun berikutnya tahun 2005 dan seterusnya muncul situs-situs seperti MySpaceFacebookTwitter dan lain-lain. Zaman semakin canggih karena teknologi yang selalu diperbaharui, segala sesuatu saat ini lebih mudah dilakukan. Selain dampak positif banyak dampak negatif yang ditimbulkan dari jejaring sosial.

       Pada era tekonologi seperti saaat ini perkembangan aplikasi media sosial seperti Facebook, Twitter dll., menjadi media yang sangat banyak digunakan baik di kalangan remaja maupun anak-anak. Sebagai aplikasi media sosial tentu saja membawa dampak baru dalam perkembangan remaja dan anak-anak, baik dampak negatif maupun positif. Dampak positif media sosial dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sebenarnya membawa banyak keuntungan, misalnya saja memudahkan dalam hal komunikasi, mencari dan mengakses informasi. Namun di selain itu hal ini juga membawa hal negatif bagi para anak-anak dan remaja yang salah dalam penggunaan fungsinya tersebut. Dalam hal ini kita sebagai pengguna media sosial harus lebih jeli dalam hal menggunakan fungsi dari media sosial tersebut.

       Facebook, Twitter dan situs jejaring sosial yang lainnya saat ini merupakan aplikasi teknologi yang sedang digemari kalangan remaja termasuk juga anak-anak. Dengan media ini kita dapat memperluas pertemanan baik secara kekerabatan maupun dengan masyarakat luas, bukan hanya dalam ruang lingkup lingkungan tempat tinggal saja tetapi dari berbagai macam kalangan, lingkungan maupun status sosial. Hal tersebut menjadi suatu keharusan bagi remaja untuk memilikinya. Dengan adanya hal tersebut situs jejaring sosial ini mengakibatkan dampak yang positif maupun negatif. Dampak positif dari jejaring sosial diantaranya sebagai sarana untuk mempromosikan iklan yang belakangan ini disebut dengan jual beli online, ada juga yang membuat grup atau komunitas untuk bertukar informasi dan juga memperluas pertemanan. Selain itu jejaring sosial juga dapat mempertemukan tali persaudaraan yang sudah lama tidak bertemu atau sempat putus. Dampak negatif jejaring sosial bagi remaja dan anak-anak adalah dengan situs jejaring sosial yang mereka akan merasa kecanduan dan tidak mengenal waktu karena mereka harus update terhadap situs jejaring sosial yang mereka miliki. Belakangan ini marak kasus penculikan terhadap gadis remaja setelah berkenalan lewat jejaring sosial, ada pula yang melarikan diri atau kabur dari rumah setelah berkomunikasi dengan teman jejaring sosialnya. Dampak negatif situs jejaring sosial juga nampak dalam perubahan sikap yang ditunjukan setelah remaja tersebut kecanduan jejaring sosial diantaranya mereka menjadi malas karena terlalu asyik dengan jejaring sosial mereka, mereka juga lupa akan kewajiban mereka sebagai pelajar. Selain itu mereka juga akan bersikap egois, tidak peduli dengan lingkungan sekitar karena waktu yang mereka miliki dihabiskan untuk internet. 

Berikut beberapa Dampak Positif dari Jejaring Sosial:

1.      Anak dan remaja dapat belajar mengembangkan keterampilan teknis dan sosial yang sangat di butuhkan di zaman digital seperti sekarang ini. Mereka akan belajar bagaimana cara beradaptasi, bersosialisai dengan publik dan mengelola jaringan pertemanan.
2.      Anak dan remaja akan termotivasi untuk belajar mengembangkan diri melalui teman-teman yang mereka jumpai secara online, karena di sini mereka berinteraksi dan menerima umpan balik satu sama lain.
3.      Situs jejaring sosial membuat anak dan remaja menjadi lebih bersahabat, perhatian, dan empati, misalnya memberi perhatian saat ada teman mereka yang ulang tahun, mengomentari foto, video dan status teman mereka, menjaga hubungan persahabatan meski tidak dapat bertemu secara fisik.
4.   Internet sebagai media komunikasi, merupakan fungsi internet yang paling banyak digunakan dimana setiap pengguna internet dapat berkomunikasi dengan pengguna lainnya dari seluruh dunia
5.   Media pertukaran data, dengan menggunakan email, newsgroup, ftp dan www (world wide web : jaringan situs-situs web) para pengguna internet di seluruh dunia dapat saling bertukar informasi dengan cepat dan murah.
6.      Media untuk mencari informasi atau data,  perkembangan internet yang pesat, menjadikan www sebagai salah satu sumber informasi yang penting dan akurat.
7.      Kemudahan memperoleh informasi, kemudahan untuk memperoleh informasi yang ada di internet banyak membantu manusia sehingga manusia tahu apa saja yang terjadi. Selain itu internet juga bisa digunakan sebagai lahan informasi untuk bidang pendidikan, kebudayaan, dan lain-lain.
8.      Kemudahan bertransaksi dan berbisnis dalam bidang perdagangan, dengan kemudahan ini, membuat kita tidak perlu pergi menuju ke tempat penawaran atau penjualan karena dapat di lakukan lewat internet.

Berikut beberapa Dampak Negatif dari Jejaring Sosial:

1.    Anak dan remaja menjadi malas belajar berkomunikasi di dunia nyata. Tingkat pemahaman bahasa pun menjadi terganggu. Jika anak terlalu banyak berkomunikasi di dunia maya, maka pengetahuan tentang seluk beluk berkomunikasi di kehidupan nyata, seperti bahas tubuh dan nada suara, menjadi berkurang.
2.   Situs jejaring sosial akan membuat anak dan remaja lebih mementingkan diri sendiri. Mereka menjadi tidak sadar akan lingkungan sekitar mereka, karena kebanyakan menghabiskan waktu di internet. Hal ini dapat mengakibatkan anak menjadi kurang berempati di dunia nyata.
3.    Bagi anak dan remaja, tidak ada aturan ejaan dan tata bahasa di jejaring sosial. Hal ini akan membuat mereka semakin sulit membedakan anatara berkomunikasi di situs jejaring sosial dan dunia nyata. Hal ini tentunya akan mempengaruhi keterampilan menulis mereka di sekolah dalam hal ejaan dan tata bahasa.
4.      Situs jejaring sosial adalah lahan subur bagi predator untuk melakukan kejahatan. Kita tidak akan pernah tahu apakah seseorang yang baru di kenal anak kita di internet, menggunakan jati diri yang sesungguhnya.
5.    Pornografi, anggapan yang mengatakan bahwa internet identik dengan pornografi, memang tidak salah. Dengan kemampuan penyampaian informasi yang dimiliki internet, pornografi pun merajalela. Untuk mengantisipasi hal ini, para produsen browser melengkapi program mereka dengan kemampuan untuk memilih jenis home page yang dapat di akses. Di internet terdapat gambar-gambar pornografi dan kekerasan yang bisa mengakibatkan dorongan kepada seseorang untuk bertindak kriminal.
6.    Penipuan, hal ini memang merajalela di bidang manapun. Internet pun tidak luput dari serangan penipu. Cara yang terbaik adalah tidak mengindahkan hal ini atau mengkonfirmasi informasi yang Anda dapatkan pada penyedia informasi tersebut.
           
            Itulah beberapa dampak yang bisa terlihat dari kecanggihan teknologi di situasi saat ini. Setiap apapun yang diciptakan manusia tentu pasti ada efek nya, baik efek positif maupun efek negatif. Sutu efek tersebut tergantung dari kita bagaimana cara memanfaatkannya, sebisa mungkin menghindari keburukannya. Karena jaman akan terus maju dan berkembang, inilah saatnya kita beradaptasi dengan hal tersebut. Tidak tertinggal dan tetap pada jalurnya. Wallahu’alam.





Oleh: Intan Merita
Unduh kajian di: tinyurl.com/LISM-Kajian

HIV AIDS: Jauhi Penyakitnya, Bukan Orangnya!


Tak lama terlewat, tepatnya Senin tanggal 1 Desember, kita memperingati Hari AIDS Sedunia. Tidak banyak yang tahu, karena belum-belum mendengar penjelasannya, orang akan langsung menjugde penyakit tersebut sebagai penyakit kutukan atau penyakit terhina. Padahal tidak mengerti penyebab penyakit tersebut.
HIV merupakan singkatan dari 'Human Immunodeficiency Virus'. HIV adalah suatu virus yang dapat menyebabkan penyakit AIDS. Virus ini menyerang manusia dan menyerang sistem kekebalan (imunitas) tubuh, sehingga tubuh menjadi lemah dalam melawan infeksi. Dengan kata lain, kehadiran virus ini dalam tubuh akan menyebabkan defisiensi (kekurangan) sistem imun.

HIV merupakan retrovirus yang menjangkiti sel-sel sistem kekebalan tubuh manusia (terutama CD4 positive T-sel dan macrophages– komponen-komponen utama sistem kekebalan sel), dan menghancurkan atau mengganggu fungsinya. Sistem kekebalan dianggap defisien ketika sistem tersebut tidak dapat lagi menjalankan fungsinya memerangi infeksi dan penyakit-penyakit. Orang yang kekebalan tubuhnya defisien (Immunodeficient) menjadi lebih rentan terhadap berbagai ragam infeksi, yang sebagian besar jarang menjangkiti orang yang tidak mengalami defisiensi kekebalan.
AIDS adalah singkatan dari 'Acquired Immune Deficiency Syndrome' yang menggambarkan berbagai gejala dan infeksi yang terkait dengan menurunnya sistem kekebalan tubuh. Infeksi HIV telah ditahbiskan sebagai penyebab AIDS. Tingkat HIV dalam tubuh dan timbulnya berbagai infeksi tertentu merupakan indikator bahwa infeksi HIV telah berkembang menjadi AIDS.

Lamanya dapat bervariasi dari satu individu dengan individu yang lain. Dengan gaya hidup sehat, jarak waktu antara infeksi HIV dan menjadi sakit karena AIDS dapat berkisar antara 10-15 tahun, kadang-kadang bahkan lebih lama. Terapi antiretroviral dapat memperlambat perkembangan AIDS dengan menurunkan jumlah virus (viral load) dalam tubuh yang terinfeksi.
Berikut beberapa tanda gejala HIV AIDS yang perlu kita waspadai :
  1. Penurunan berat badan dengan cepat.
  2. Demam dan flu yang tidak kunjung sembuh.
  3. Diare yang tak kunjung sembuh.
  4. Cepat merasa lelah.
Hanya saja tanda ciri di atas bila terdapat pada diri seseorang kita juga tak boleh langsung memvonis bahwa seseorang tersebut mengidap penyakit AIDS, harus ada beberapa pemeriksaan lebih lanjut untuk bisa membuktikan kebenaran akan diagnosa penyakit yang satu ini.

Ada beberapa cara penularan penyakit ini. Cara penularan AIDS HIV bisa melalui perantara sebagai berikut :
  1. Seks bebas dengan penderita yang positif mengidap HIV.
  2. Mendapatkan transfusi darah yang tercemar akan virus HIV.
  3. Penggunaan jarum suntik yang bergantian, penggunaan jarum tindik atau pun pembuatan tatto yang telah tercemar virus HIV.
  4. Dari ibu hamil yang positif HIV AIDS kepada janin yang dikandungnya. Sehingga bila bayi tersebut lahir maka sang bayi akan bisa mengidap pula penyakit yang serupa.
Provinsi Jawa Barat sendiri adalah salah satu provinsi dengan penderita HIV AIDS tertinggi di Indonesia. Menurut data statistik HIV AIDS di Indonesia yang dilaporkan pada bulan September 2014, jumlah kumulatif penderita HIV AIDS di Jawa Barat menempati peringkat ke empat dengan jumlah yang terjangkit HIV sebesar 13.507 orang dan penderita AIDS sebesar 4191 orang.

[Data terlampir di file kajian]

Menurut perkiraan Komisi Penanggulangan AIDS Nasional, setiap hari terdapat lebih dari 5000 orang berusia 15- 24 tahun mengidap HIV dan AIDS, hampir 1800 penderita HIV di bawah usia 15 tahun tertular dari ibunya dan sekitar 1400 anak di bawah usia 15 tahun meninggal akibat HIV. Wabah ini terutama dipicu oleh para penyalahgunaan narkoba suntik dan para pekerja seks komersil. Para ahli memperkirakan bahwa 90% kasus HIV merupakan akibat dari penularan seksual dan 60-70% kasus HIV terjadi di kalangan heteroseksual.

Banyak sekali orang yang tidak tahu akan mengganggap penyakit sebagai penyakit kutukan atau penyakit hina, maka dari itu, harus ada tindakan preventif untuk memberi pengetahuan lebih jauh tentang HIV AIDS kepada masyarakat. Dan juga tindakan lain seperti pemeriksaan dini pada kelompok berisiko seperti LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender) dan pendeteksian dini padasuami/ istri, bayi, dan balita dari HIV AIDS.

Selain itu, harus ada pemeriksaan rutin terhadap penderita HIV AIDS juga pemberian terapi anti retroviral pada penderita HIV AIDS dan pembinaan dan pelatihan untuk penderita HIV AIDS agar mempunyai kemampuan dan harapan hidup yang lebih panjang dengan bermanfaat bagi banyak orang.

Harus ada tindakan nyata dari pemerintah untuk memberikan penjelasan tentang HIV AIDS, jauhi penyakitnya bukan orangnya!


Sumber tulisan:


Oleh: Risma Damayanti
Unduh kajian di: tinyurl.com/LISM-Kajian


Maraknya Aliran Sesat


Dalam kehidupan di dunia ini selalu ada saja ada hal yang tidak sesuai aturan atau bisa disebut dengan menyimpang dari seharusnya. Menyimpang dalam perilaku, kepribadian, hukum, bahkan dalam beragama pun ada yang menyimpang. Indonesia adalah negara dengan masyarakat mayoeritas beragama islam. berkaitan dengan menyimpang, saat ini banyak aliran atau golongan yang menyimpang dalam islam, atau bisa disebut sebagai aliran sesat. Aliran sesat biasanya terbentuk dari segolongan orang yang memiliki paham atau visi yang sama tentang islam tapi menyimpang atau mennyalahi aturan islam yang seharusnya. Jelas-jelas apapun yang sekelomponk orang tersebut lalukan dalam hal beragama memang dilarang, tapi mereka selalu merasa diri atau kelompk mereka benar dan tidak sesat. Biasanya mereka akan mengajak orang lain di luar kelompok aliran sesat tersebut untuk masuk kedalamnya dan menjadi pengikut setianya.

            Dalam menetapkan sekelompok orang itu aliran sesat atau bukan, tidak boleh sembarangan atau mengira-ngira saja. Tetap harus ada kriteria yang menunjukan bahwa aliran tersebut sesat. Berikut 10 kriteria aliran sesat menurut MUI dan penjelasan singkat.

1. Mengingkari salah satu dari rukun iman yang 6
Jika ada sebuah kelompok yang tidak meyakini salah satu dari rukun iman ataupun mereka menambahkannya, maka kita sebagai orang yang paham kelompok ini perlu di hindari. 
2. Meyakini dan atau mengikuti aqidah yang tidak sesuai dengan Alquran dan sunnah
Jika ada sebuah kelompok hanya berdasarkan alquran saja, ini juga ciri sebuah kelompok sesat. Contoh lain adalah meyakini atau menetapkan  tentang sifat-sifat Allah yang tidak pernah dijelaskan dalam alquran atau sunnah. Bentuk lain dari penyimpangan aqidah adalah menyakini imamnya atau tokohnya bisa mengetahui hal ghaib atau terbebas dari dosa. Ini juga tanda sebuah aliran adalah aliran sesat. 
3. Meyakini turunnya wahyu setelah alquran
Termasuk dalam hal ini adalah meyakini ada nabi dan rasul baru setelah Rasullah. Itu saja sudah menunjukan sebuah kelompok tersebut sesat, apalagi meyakin ada wahyu yang diturunkan setelah Rasullah wafat. Karena dalam alquran maupun kitab-kitab Allah yang lain telah menyrbutkan bahwa nabi Muhammada adalah nabi yang terakhir. Sering terdengar ada sesoarang yang mengaku dirinya mendapat wahyu dari Allah menjadi nabi yang terakhir, tapi perkataan mereka tanpa ada landasan apapun.
4. Mengingkari otentisitas dan atau kebenaran isi Alquran.
Jika ada kelompok yang mempertanyakan kebenaran alquran maka perlu dipertanyakan keislamannya. Tokoh tokoh ini biasanya cenderung menggunakan Akal sehingga menurut pandangna mereka,jika alquran tidak sesuai akal, maka mereka akan menolak ayat tersebut. Dengan menolak 1 ayat itu sama saja mengingkari kebenaran alquran. Ucapan "bahwa alquran tidak lagi sesuai sebagai tuntutan di era modern atau ucapan sejenis" juga merupakan bentuk atau ciri penyimpangan yang mengarah ke kesesatan kelompok tersebut. 
5. Melakukan penafsiran Alquran yang tidak berdasarkan kaidah-kaidah tafsir
Tafsir adalah memaknai isi Alquran, jika suatu ayat sulit ditafsirkan maka kita bisa mencari penjelasannya dalam ayat yang lain karena ayat satu denga yang lain pasti memiliki keterkaitan. Ketika tidak didapatkan penjelasan dari ayat yang alain maka dicari penjelasan berdasarkan sunnah atau hadist Rasulullah. Jadi disini jelas akal ditempatkan untuk memahami Alquran buak untuk menghukumi Alquran.
6. Mengingkari kedudukan Hadist/Sunnah rosulullah
Ini sudah sangat jelas. Bahkan dibantah pakai Logika sederhana saja sudah tampak kesalahannya. Jika ada orang yang menyatakan bahwa mereka hanya berpedoman pada Alquran, tanyakan bagaimana mereka shalat, menunakan zakat, dan ibadah lainnya? Alquran hanya memerintahkan dirikan sholat dan tunaikan zakat, yang tata caranya dicontohkan oleh Rasulullah.
7. Menghina, melecehkan dan atau merendahkan para nabi dan rasul
Nabi dan Rasul adalah orang-orang yang telah Allah pilih untuk menjalankan dakwahnya dalam islam
8. Mengingkari Nabi Muhammad sebagai nabi dan rasul terakhir
Point ini sudah jelas dan masih berhubungan dengan point nomor 3
9. Mengubah, menambah atau mengurangi ibadah yang telah ditetapkan oleh syariah
Point 9 ini secara singkat disebut dengan bid'ah. Misalkan ada kelompok yang menambah rakaat sholat subuh menjadi 4 rakaat maka ini jelas kelompok sesat (ini contoh extremnya). Ada kelompok yang hajinya ke selain Mekkah, ini juga kelompok sesat. Ada lagi kelompok yang tidak meyakini kewajiban sholat 5 waktu, ini juga sudah jelas jelas sesat.
10. Mengkafirkan sesama muslim tanpa dalil syar’i
Ini adalah kelompok yang  biasanya menggunakan konsep imamah. Setiap yang tidak berbaiat pada imamnya di anggap kafir. Kelompok ini tampak dari masjidnya, selain dari golongan mereka tidak boleh shalat di mesjid tersebut. Mereka juga tidak memakan daging sembelihan selain kelompoknya karena dianggap tidak halal. Contoh lain, mereka tidak mau sholat jamaah di belakang imam selain dari kelompok mereka. Sebagian kelompok yang berkembang di indonesia ada yang masuk kedalam point ini.

        Aliran yang dianggap sesat adalah aliran yang mempunyai ciri-ciri dari kesepuluh kriteria yang ditetapkan MUI tersebut baik mencakup semua point maupun salah satunya. Pergerakan aliran sesat ini sungguh rapi dan tidak dapat diprediksi secara terang-terangan oleh orang awam. Pergerakan mereka yang halus dan mempunyai doktrin yang kuat. Sasaran aliran sesat ini beragam. Siapa saja kah sasaran empuk aliran sesat ini dalam menjalan doktrinnya?

            Mahasiswa adalah salah satu sasaran aliran sesat yang beredar di Indonesia untuk menjadi pengikut mereka. Mengapa mahasiswa? Karena mahasiswa dianggap orang-orang yang relatif labil terutama maba yang sedang mencari jatidirinya di dunia perkuliahan.  Dengan sifat mahasiswa yang kritis juga  bisa dijadikan alasan bagi mereka untuk mendoktrin dengan mudah kepada mahasiswa. Pasti kita semua pernah mendengar tentang mahsiswa yang hilang entah kemana,yang diduga dibawa oleh aliran sesat. Itu hanya sedikit contoh, tapi masih banyak kasus-kasus mahasiswa dan aliran sesat. Pergerakan aliran sesat dalam kampus sangat tidak terlihat, mereka bergerak dengan sangat hati-hati karena tujuan mereka hanya memperbanyak pengikut tanpa diketahui masyarakat umum. Seperti contoh mahaswa hilang karena aliran sesat, bahkan bagi mahasiswa biasa tidak akan pernah tahu ternyata sebelum mahasiswa tersebut hilang dia telah di doktrin oleh sekelompok aliran sesat tersebut. Wallahu’alam.

            Masalah aliran sesat ini bisa disebut dengan perang pemikiran, ketika seseorang menentukan mana yang benar dan mana yang salah. Karena dengan adanya aliran sesat ini semua kebenaran maupun kesalah akan disamarkan. Dengan sifat mahasiwa yang terlalu krits kadang dapat terkecoh dengan doktrin-doktrin idealis para aliran sesat yang beredar ini. dan kelompok aliran sesat ini bisanya dari bebagai macam kalangan dari mulai  yang berpenampilan gaul sampai orang yang berpenampilan sepertia layaknya seorang muslim yang baik.

Gagasan

            Pasti di setiap perguruan tinggi di Indonesia ada penggerak islam atau bisa disebut aktivi dakwah kampus atau lembaga dakwah kampus, dengan mengadakan kajian tentang aliran sesat. Intinya memberi ilmu atau pengetahuan lebih kepada mahasiswa untuk mengenal seperti apa kriteria aliran yang menyimpang itu.

            Untuk mahasiswa muslim yang benar-benar paham akan aliran sesat dan pergerakan mereka mencoba meminimalisasi pergerakan mereka terutama untuk maba yang masih dijadikan sasaran empuk. Peka itu kunci utama, jangan sampai kecolongan.

            Biasanya sering terjadi kekhawatiran orang tua terhadap anaknya, berarti seorang mahasiswa harus peka terhadap hal-hal apa yang negatif atau tidak menguntungkan dalam perkuliahan. Mengenal dan memahami makna islam.

            Dari MUI sebenarnya sudah mengeuarkan nama-nama golongan atau sekelompok yang dinyatakan aliran sesat. Nah, itu lebih di publikasikan oleh aktivis dakwah kampus masing-masing agar semua mahsiswanya melek akan aliran sesat yang subur di Indonesia. Sebetulnya disini juga perlu ketegasan lebih dari MUI sendiri dalam menyikapi masalah ini.



Sumber :
-          Wawancara dengan staff Aqidah Center FKDF
-          Wawancara langsung dengan korban salah satu aliran sesat di Unpad

Oleh: Intan Merita
Unduh kajian di: tinyurl.com/LISM-Kajian




Peranan dan Pengaruh Etnis Tionghoa di Indonesia


Struktur masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai suku bangsa, agama, dan adat istiadat yang mencerminkan sebagai negara majemuk. Seperti yang diungkapkan oleh J.S Furnivall tentang masyarakat Indonesia pada masa Hindia Belanda  adalah  masyarakat majemuk (plural society) yang  tanpa ada asimilasi pada kesatuan politik dan adanya kehendak bersama (common will). Pembaruan pada masyarakat Indonesia yang pluralis, dimungkinkan terjadinya perkawinan silang antar etnis karena faktor geografis dan pengembaraan ke suatu daerah tertentu di Indonesia, yang menghasilkan generasi campuran/antaretnis.
Pada masa Hindia-Belanda , masyarakat Indonesia dikategorikan kepada tiga kelas oleh J.S Furnivall; kelas pertama orang Belanda adalah golongan minoritas, yang jumlahnya semakin bertambah banyak, terutama pada abad XIX, merupakan penguasa yang memerintah bagian besar orang Indonesia, yakni pribumi yang menjadi warga negara Indonesia menjadi kelas ketiga[1]. Kedudukan menengah dari struktur masyarakat plural Indonesia, yaitu kelompok etnis Tionghoa yang termasuk sepuluh besar kelompok etnis dalam masyarakat Indonesia. Oleh sebab itu, etnis Tionghoa mengambil andil penting dalam sejarah peranan dan pengaruh di Indonesia. Pada catatan sejarah, kasus politik etnis Tionghoa telah dua kali melakukan langkah politik, yaitu pertama, pada tahun 1740 terjadi pemberontakn masyarakat Tionghoa melawan Belanda di Batavia (Jakarta) “mereka berhasil merebut posisi kompeni Belanda di Meester Cornelis dan Tanah Abang berhasil membunuh 50 orang serdadu kompeni, kemudian kekuatan Tionghoa itu berhasil dibersihkan oleh van Imhoff yang berkekuatan lebih dari 1.800 orang serdadu”[2]. Yang kedua, pada tahun 1777 masyarakat Tionghoa membangun kerajaan kecil yang disebut Lanfang Gonghegou (Republik Lanfang) di Mandor Kalimantan Barat.
Nasionalisme etnis Tionghoa pun semakin tinggi pada era 1900 dengan adanya pembentukan sebuah organisai Tiong Hoa Hwe Koan, yang bertujuan untuk mengingatkan masyarakat Tionghoa akan pentingnya konfusianisme (kemanusiaan). Gerakan ini juga berfokus dalam membangun sekolah untuk golongan etnis Tionghoa. Kemudian, organisasi-organisasi etnis Tionghoa semakin berkembang dengan munculnya organisasi Tiong Hoa Hak Tong yang mendirikan sekolah di seluruh Jawa dengan menggunakan pengantar bahasa Cina[3]. Etnis Tionghoa tidak hanya bergerak pada organisasi dan sekolah saja, mereka pun menerbitkan surat kabar Tionghoa peranakan dalam bahasa Melayu Tionghoa, seperti Li Po (1901 di Sukabumi), Chabar Perniagaan (1903 di Batavia), Pewarta Soerabaia (1902 di Surabaya), dan Djawa Tengah (1909 di Semarang).
Nasionalisme etnis Tionghoa pun berlanjut, setelah organisasi Tiong Hoa Hwe Koan berhasil mendirikan sekolah untuk golongan etnis Tionghoa, organisasi ini selanjutnya berubah haluan menjadi gerakan politik bagi orang Cina di Indonesia yang di sebut Gerakan Cina Raya. Gerakan Cina Raya berkembang dengan pesat pada sektor perdagangan yang dikenal “Kamar Dagang Tionghoa” yang terbentuk di seluruh Jawa[4]. Gerakan ini pun mempersatukan orang Tionghoa Hindia-Belanda dan berorientasi secara kultural dan politik ke negeri Cina. Ada tiga aliran utama dalam dunis politik Tionghoa adalah kelompok Sin Po, Chung Hwa Hui (PHH), dan Partai Tionghoa Indonesia (PTI) yang didirikan pada tanggal 25 September 1932. Saat berdirinya kelompok politik Tionghoa dibantu oleh Persatuan Bangsa Indonesia dan kaum nasionalis Indonesia, terutama dr. Soetomo dan Soeroso.
Kelompok aliran politk Tionghoa pun melakukan peranan politiknya,seperti gerakan politik yang dilakukan oleh kelompok Sin Po adalah saat menunjukan sikap penolkan terhadap Wet op het Nederlandsche Onderdaanschap (WNO) atau Undang-Undang tentang Kawula Negara Belanda. Kelompok Sin Po menghendaki orang Tionghoa Hindia-Belanda mempertahankan kebagsaan Cina dan berusah menarik golongan peranakan lebih dekat ke Cina dengan membuat mereka lebih menyerupai Cina totok.
Berbeda dengan kelompok Sin Po, kelompok Chung Hwa Hui mengambil sikap dengan mempertahankan identitas etnis Tionghoa di Hindia Belanda, namun mereka menerima tentang Wet op het Nederlandsche Onderdaanschap, serta melakukan kerjasama dengan pemerintah kolonial untuk kemakmuran Hindia-Belanda.

Sejarah etnis Tionghoa Orde Lama

            Saat menjelang kemerdekaan Indonesia 1945, peranan golongan Eropa sudah terlempar keluar sistem sosial masyarakat, yang digantikan oleh golongan Jepang yang menjadikan Indonesia negara jajahan. Namun pada akhirnya masyarakat Indonesia dengan berbagai etnis, saat-saat menjelang kemerdekaan golongan pribumi menempati peranan penting dalam dinamika sosial politik dan budaya.
Kelompok politik Tionghoa yang ketiga yaitu Partai Tionghoa Indonesi (PTI), berperan dan berpengaruh dalam kemerdekaan Indonesia. Seperti yang kita ketahui bahwa Partai Tionghoa Indonesia adalah partai yang memiliki latar belakang partai kiri, bersikap anti-kolonial, dan mempertahankan identitas golongan etnis Tionghoa di kalangan masyarakat Indonesia yang terasimilasi dengan golongan pribumi. Etnis Tionghoa pun sejak masa kemerdekaan mnuntut kesamaan hak (equality) dan kewajiban dengan orang pribumi yang sama-sama berjuang untuk kemerdekaan Indonesia. Liem Koen Hian sebagai pendiri Partai Tionghoa Indonesia juga terlibat sebagai anggota BPUPKI yang mengatakan bahwa partainya pro-kewarganegaraan Indonesia.
            Menjelang kemerdekaan Indonesia, masyarakat Tionghoa di Indonesia masih mengalami perpecahan menurut berbagai orientasi politik, yang menyebabkan dinamika sosial politik pro-Indonesia, pro-Tionghoa, dan pro-Jepang jalan berdampingan. Liem Koen Hian juga berpidato di Sidang Peripurna Badan Penyelidikan Usaha-Usaha Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada tanggal 11 Agustus 1945 mendesak BPUPKI untuk medeklarasikan bahwa orang Tionghoa yang lahir di Indonesia sebagai warga negara Indonesia di dalam Undang-Undang Dasar Indonesia yang akan datang, karena orang Tionghoa melihat Indonesia sebagai tanah air mereka karena mereka tinggal di Indonesia. Namun Oei Tjong Hauw, mantan pemimpi CHH, beranggapan dalam UUD di masa depan, seluruh orang Tionghoa menjadi warga negara Tiongkok meskipun mereka tinggal di Indonesia, dan editor surat kabat Tionghoa pernakan pro-Jepang mengatakan bahwa orang Tionghoa lokal harus diizinkan untuk memilih warga negara Indonesia atau Tiongkok. Jadi, pada saat persiapaan kemerdekaan Indonesia, orientasi politik etnis Tionghoa Indonesia terpecah dalam beberapa faksi politis.
            Identitas etnis dan nasionalisme Tionghoa memang dipertahankan dan dipelihara dengan baik oleh keturunan Tionghoa, setelah Perang Dunia II bermunculan kembali organisasi-organisasi etnis Tionghoa kepermuakaan. Salah satu organisasi tersebut adalah, Persatuan Tionghoa (PT), yang terbentuk atas dasar kepentingan masyarakat Tionghoa yang didirikan pada tahun 1948. Setelah Persatuan Tionghoa berjalan 2 tahun tepatnya 1950, organisasi ini mengalami perubahan nama menjadi Partai Demokrat Tionghoa Indonesia (PDTI) sebagai partai lokal dari kalangan pekerja kerah putih, profesional, dan usahawan Tionghoa, PDTI bersikeras mempertahankan identitas Tionghoa yang terpisah dari Indonesia dan menegaskan untuk mempertahankan partai politik Tionghoa sebagai hak kalangan minoritas.
Di masa demokrasi terpimpin golongan etnis Tionghoa mendapatkan peran dan pengaruh politik Inodesia, seperti terdapat beberapa menteri dari etnis Tionghoa salah satunya ialah Oei Tjoe Tat yan menjadi menteri yang diperbantukan dalam presidium kabinet Bung karno ia cenderung menjadi tangan kanan Bung Karno terutama ketika terjadi Konflik dengan Malaysia. Pada masa dibentuk lembaga yang bertujuan membela keturunan Tionghoa dari diskriminasi aturan negara, mulanya tercetus nama Badan Permusjawaratan Kewarganegaraan Turuanan Tionghoa (Baperwat), namun mengalami berdebatan karena menggunakan kata “Tionghoa” dan pada akhirnya merubah menjadi Badan Permusyawaratan Kewarganegaraan Indonesia (Baperki) yang diketuai Siauw Giok Tjhan dan wakilnya Yap Thiam Hien. Dengan tebentuknya Baperki, maka leburlah PDTI (pusat maupun cabang) otomatis berubah menjadi Baperki. Sebagai golongan etnis Tionghoa, langkah ini merupakan sejarah besar serta sejalan dengan sambutan hangat oleh Bung Karno yang mengatakan “Di dalam negara kita tidak boleh adanya mayokrasi, tapi tidak boleh juga minokrasi”.
Baperki ini merupakan jalan awal politik bahkan kekuatan politik yang besar dalam melawan diskriminasi ras, menuntut jaminan yang kuat di dalam konstitusi akan hak-hak minoritas, bercita-cita memperjuankan persamaan hak di antara warga negara dan membangun masyarakat yang sosialis.
Di dalam Baperki sendiri tak jarang terdapat perbedaan-berbedaan secara “politis” yang terjadi, seperti ketika membahas kedudukan wrga peranakan Cina. Giok Tjhan dan mereka yang berhaluan kiri menerima konsep integrasionis, karena menjadi bagian dari Indonesia mesti terintegrasi bagai bunga yang hidup berdampingan dalam sebuah taman, namun adapula selisih pendapat yang tidak mementingkan adanya integrasionis.
Pada masa Indonesia akan kembali ke UUD 1945, ada perselisihan antara para petinggi Baperki yang setuju terhadap keputusan tersebut, amun wakil ketua Yap Thiam Hien tidak menyetujui. Yap beranggapan konstitusi bentukan BPUPKI terlalu otoriter, UUD 1945 menyediakan ruang terlalu lebar bagi Sukarno untuk bertindak one man show, dan yang membuat paling cemas adalah melemahkan sendi Hak Asasi Manusia (HAM). Sejarah negara berkonstitusi menurut Yap seorang keturunan Tionghoa adalah sejarah perjuangan rakyat melawan tirani, depotisme, dan absolutisme. Konstitusi adalah manifestasi dari kemenangan keadilan (justice) atas kesewenang-wenangan dan kekuasaat mutlak. Namun dukungan politik Yap, tidak sepadan dengan perjuangan dia membela tidak kembalinya ke UUD 1945, Soekarno pun tetap membubarkan Konstiuante karena dasar desakan Angkatan Darat (AD) dan beranggapan Konstiuante yang dibentuk pada November 1956 terlalu lambat.
Ternyata kemuduran yang dikhawatirkan Yap terjadi, pada tahun 1959, Pemerintah mengeluarkan PP No.10/1959, yang isinya melarang orang-orang Cina asing berdagang di tingkat kabupaten kebawah. Akibatnya ratusan ribu orang Tionghoa terpaksa melakukan repartriasi ke RRC, dan para komandan militer (Angkatan Darat) khususnya di Jawa Barat melarang orang Cina bertempat tinggal dipedesaan. Konsep pemerintah mengenai nasionalisasi perusahaan sungguh meminggirkan golongan etnis Tionghoa, serta mengakibatkan lebih dari 100.000 orang Tionghoa meninggalkan Indonesia selama tahun 1960-1961 dan mayoritas mengalami kesengsaraan. Hal ini pun dikaitkan dengan “intrik-intrik” politik negara Indonesia dan Tiongkok dan ada peningkatan teror dalam perbatasan-perbatasan Indonesia sendiri, seperti pada tahun 1963 terjadi kerusuhan rasial pecah dibeberapa tempat di Jawa. Pada masa ini perlakuan aparat militer yang menjadi alat negara telah mampu mendiskreditkan etnis Tionghoa sabagai golongan pendatang yang harus tunduk pada masyarakat yang mempunyai tanah kelahiran (pribumi). Namun, kenyataan yang terjadi menjadi paradoks karena adanya lobi-lobi penguasa yang tidak bisa menghindar dari sebagia elite etnis Tionghoa. Disisi lain, bangkit pula semangat nasionalisme yang cenderung mengacu pada sentimen primordial adalah faktor lain yang mengakibatkan suramnya rasialisme di Negara Republik Indonesia.

Sejarah etnis Tionghoa Orde Baru

   Runtuhnya rezim Orde Lama membawa kebankitan terhadap diskriminasi etnis Tionghoa di Indonesia, measa pemerintahan Orde Baru tetap mebuat etnis Tionghoa mengalami diskriminasi rasial dan hilangnya hak asasi manusia, contohnya sebagai berikut ;
  
  1. mengeluarkan kebijakan penandaan khusus pada Kartu Tanda Penduduk
  2. tidak bolehnya warga etnis Tionghoa menjadi pegawai negeri serta tentara
  3. pelarangan warga etnis Tionghoa untuk memiliki tanah di pedesaan.
    
Itu hanya sebagian contoh kecil mengnai sikap pemerintah Orde Baru terhadap golongan etnis Tionghoa, masih banyak lagi hal-hal yang merenggut Hak Asasi Manusia terhadap kaum minoritas ini.
Selama pemerintahan Orde Baru, yang dipimpin oleh Soeharto selam 32 tahun, golongan etnis Tionghoa mengalami kekangan keras terhadap aspek politik dan aspek budaya. Pada aspek politik pemerintah Orde Baru mengeluarkan Ketetapan MPRS Nomor XXV/MPRS/1996 tentang Larangan Komunisme dan Marxisme-Leninisme karena dianggap bahaya laten bagi ketahanan nasional. Baperki yang diketuai oleh Siaouw Giok Thjan, yang dianggap berhaluan Komunisme, langsung menghentikan kreativitas politiknya. Meskipun ada orang-orang etnis Tionghoa yang terlibat dalam politik praktis, namun keterlibatannya tidak terlalu menonjol.
Pada aspek budaya, Pemerintah Indonesia mengelurkan PP No.14/1967, yang berisi larangan kegiatan keagamaan, kepercayaan, dan adat Cina di Indonesia. Konsiderasi Inpres tersebut lengkapnya berbunyi, sebagai berikut.

   “Agama, kepercayaan, dan adat istiadat Cina di Indonesia yang berpusat pada negeri leluhurnya, yang dalam manifestasinya dapat menimbulkan pengaruh psikologi, mental, dan moral yang kurang wajar terhadap warga Indonesia, sehingga merupakan hambatan terhadap asimilasi perlu diatur serta ditetapkan fungsinya pada proporsi yang wajar”.[5]
Jadi, inti dari PP No.14 tahun 1967 adalah harus adanya stabilitas politik negara yang kacau balau akibat adanya peristiwa G/30S pada tahun 1965, dan korelasi dengan etnis Tionghoa adalah karena organisasi/lembaga Baperki dianggap berhaluan Komunisme yang pada “sejarahnya” menjadi dalang dalam pemberotakan 1965.
Pada tanggal 7 Juni 1967, Soeharta mengelurkan suran “Kebijakan Pokok Penyelesaian Masalah Cina” yang berisi tentang etnis Tionghoa WNA yang memounya itikad baik akan mendapat jaminan keamanan dan perlindungan atas kehidupan, kepemilikan, dan usahanya. Surat edaran ini kemudian di tindak lanjuti dengan Keputusan Presiden pada Desember 1967 yang isinya menyatakan bahwa Pemerintah tidak membedakan antara Tionghoa WNA dan Tionghoa WNI.
         Untuk menhindari “ekslusif” terhadap etnis Tionghoa di Indonesia, pemerintah mengasimilasikan orang-orang etnis Tionghoa dan melakukan baerbagai usaha untuk memutuskan hubungan mereka dengan leluhurnya. Proses asimilasi ini terlihat sebagai berikut;
  
  1. Aturan penggantian nama
  2. Melarang segala bentuk penerbitan degan bahasa serta aksara Cina
  3. Membatasi kegiatan-kegiatan keagamaan hanya dalam keluarga
  4. Tidak mengizinkan pagelaran dalam perayaan hari raya tradisional Tionghoa di muka umum
  5. Melarang sekolah-sekolah Tionghoa dan menganjurkan anak-anak Tionghoa untuk masuk ke sekolah umum negeri atau swasta
   
Hubungan dikeluarkan kebijakan ini adalah adanya kepentingan ekonomi dengan kepentingan politik pemerintahan. Pada era Orde Baru kata diskriminasi rasial “haram” untuk di sebutkan, bhkan untuk diperbincangkan yang disiasati oleh pemerintahan Orde Baru menjadi SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan) yang tetap tidak boleh diperbincangkan, jadi hanya dibiarkan begitu saja seperti air mengalir tanpa ada tindak lanjutnya dari pemerintah, walaupun sebenarnya terjadi konflik SARA.
            Diskriminasi golongan etnis Tionghoa terlihat pula dari sikap Pemerintah yang megharuskan etbis Tionghoa yang berada di Indonesia memiliki Surat Bukti Kewarganegaraan Indonesia (SKBRI) yang berbentuk paspor tersebut. Dalam proses memiliki SKBRI ini pun tidak mudah, bahkan sering menyakitkan bagi orang Tionghoa. Contoh suatu kisah dari Teddy, konsultan IT keturunan Tionghoa yang akan membuat SKBRI , petugas disana meminta dia menyanyikan lagu Indonesia Raya terlebih dahulu, lalu petugas bertanya “siapa pengarannya dan dimana pengarang tersbut meninggal?”. Seolah-oleh petugas SKBRI ini pun tidak memilik rasa menghargai antargolongan.  
Diskriminasi yang terjadi pada pemerintahan Orde Baru sangat terlihat jelas, karena diambilnya hak berpolitik sebagai salah satu etnis yang berada di Negara Kesatuan Republik Indonesia, pemerintah hanya menyediakan sedikit sekali orang etnis Tionghoa yang dapat berperan dalam politik praktis. Tetapi golongan etnis Tionghoa tetap berfokus atau mengalihkan kegiatannya pada kegiatan ekonomi mulai dari tingkat pusat, provinsi, sampai di kabupaten/kota yang ditekuni selama 32 tahun sepanjang pemerintahan Orde Baru. Dari hasil kegiatan ekonomi, etnis Tionghoa berhasil mendominasi ekonomi nasional dan ini pula yang menjadi alasan jarang orang-orang Tionghoa yang ingin bersimggungan dengan kegiatan politik.
Pada masa Orde Baru ada sekitar 10 produk perundang – undangan yang sangat diskriminatif secara rasial terhadap etnis Tionghoa, yaitu :

  1. Instruksi Presidium Kabinet RI No. 37/U/IN/6/1967 tentang Kebijaksanaan Pokok Penyelesaian Masalah Cina
  2. Surat Edaran Presidium Kabinet RI No. SE-36/Pres/Kab/6/1967 tentang Masalah Cina
  3. Instruksi Presiden No.14/1967 tentang Agama, Kepercayaan, dan Adat istiadat Cina
  4. Instruksi Presiden No.15/1967 tentang Pembentukan Staf Khusus Urusan Cina
  5. Instruksi Mendagri No. 455.2-360 tentang Penataan Klenteng
  6. Keputusan Kepala Bakin No. 031/1973 tetang Badan Koordinasi Masalah Cina
  7. SK Menteri Perdagangan dan Koperasi No. 286/1978 tentang Pelarangan Impor, Penjualan, dan Pengedaran Terbitan dalam Bahasa dan Aksara Cina
  8. Surat Edaran Menteri Penerangan No. 02/SE/Di tentang Larangan Penerbitan dan Pencetakan Tulisan/Iklan Beraksara dan Berbahasa Cina
  9. Surat edaran SE.02/SE/Ditjen/PPG/K/998, yang melarang penerbitan dan percetakan tulisan/iklan beraksara dan berbahasa Cina di depan umum.
  10. Peraturan Menteri Perumahan No. 455.2-360/1998, yang melarang penggunaan lahan untuk mendirikan , memperluas, atau memperbarui kelenteng Cina.

Dari contoh perundang-undangn di atas pun terlihat bahwa pemerintah Orde Baru memang secara sistematis melakukan diskriminasi rasial terhadap golongan etnis Tionghoa. Masa transisi era Orde Lama ke era Orde Baru bukan menghilangkan diskriminasi, bahkan menjadi meningkatkan diskriminasi rasial untuk golongan etnis Tionghoa di Indonesia. Orde Baru juga telah melakukan asimilasi total terhadap masyarkat Tionghoa, seperti penghpusan tiga pilar etnis Tionghoa yaitu; organisasi Tionghoa, media massa Tionghoa, dan sekolah Tionghoa, telah di hapus, dan dibuang jauh saat rezim ini berkuasa. Rezim yang mementingkan stabiltasi sosial-politik tanpa adanya rasa menghargai (toleransi) antargolongan. Seperti yang dikatakan oleh John F. Kennedy “The hottest places in Hell are reserved for those who in a period of moral crisis maintain neutrality”.

Sejarah etnis Tionghoa sejak Reformasi

            Sebelum reformasi Indonesia, pada tanggal 9 Juli 1996 muncul kententuan Keputusan Presiden No.56/1996, yang isinya, semua peraturan yang mensyaratkan SKBRI dihapus. Yang menjadikan etnis Tionghoa tidak perlu memiliki nama Indonesia untuk syarat tinggal di Indonesia, orang-orang etnis Tionghoa dapat menggunakan nama turunan Tionghoa. Keputusan Presiden ini pun diperkuat oleh Intruksi Presiden No.26/1998. Sedikit demi-sedikit diskrimiasi yang dirasakan oleh golongan etnis Tionghoa telah dihapuskan dari konstitusi.
            Pada puncak Reformasi, pecah kerusuhan Mei 1998 di Jakarta dan Solo terdapat korban tewas dan terjadi pemerkosaan terhadap para wanita keturunan Cina, sekitar 5.000 warga keturunan Cina Indonesia melarikan diri ke luar negeri. Setelah pemerintahan Orde Baru runtuh, etnis Tionghoa dapt menghirup udara segara politik praktis seperti 5 Juni 1998, Lieus Sungkharisma, bendahara Komite Nasional Pemuda Indonesia, yang mendirikan Partai Reformasi Tionghoa Indonesia (Parti) yang bertujuan untuk memperjuangkn integrasi keturunan Cina ke dalam bangsa Indonesia, Partai Pembaruan Indonesia (yang tidak bertahan lama, sehingga menjadi asosiasi biasa), dan Partai Bhineka Tunggal Ika (PBI). Bermunculan juga organisasi non-government organization (NGOs), contohnya Solidaritas Nusa-Bangsa(SNB), Gerakan Anti-Diskriminasi (Gandi), Paguyuban Marga Sosial Tionghoa Indonesia (PSSTI), dan Perhimpunan INTI dibenuk untuk memperjuangkan nasib Tionghoa di Indonesia.
            Catatan sejarah kelam dari kalangan etnis Tionghoa pada era Orde Baru, banyak orang-orang Tionghoa yang kecewa terhadap pemerintahan Soeharto, efek yang terjadi saat pasca reformasi tahun 1999 ketika pemilu, banyak Tionghoa yang mendukung PDIP dibandingkan Golkar. Sedangkan partai politik Tionghoa sendiri seperti Parti dan Partai Pembaruan tidak ikut pemilu, yang mengikuti hanya Partai Bhineka Ika (PBI) Nurdin Purnomos. Sikap apolitis atau kurangnya minat terhadap politik yang terjadi pada kalangan Tionghoa, menimbulkan tiga efek negatif seperti yang di katakan oleh Lin Che Wei, C.F.A seorang Direktur Independent Research & Advisor yaitu;
   
  1. Polarisasi yang memungkinkan suburnya crony capitalism-etnis Cina, khususnya para pengusaha besar, yang menjadi target “sumber penanaan” kegiatan politik tertentu. 
  2. Etnis Tionghoa sering terlihat tidak mengambil sikap atau berpihak di bidang politik , kecenderungan akan diberikan terhadap yang memberikan “perlindungan” dan menjamin kelangsungan bisnis mereka.
  3. Ketidakmauan etnis Tionghoa terjun di kegiatan non-bisnis, menyebabkan market-dominant minorities makin parah.

            
Era pemerintahan pasca-Orde Baru mulai menjalankan “multikulturalisme”, memunculkan ke-ekslusif-an terhadap etnis Tionghoa, dan mulai muncul kembali tiga pilar etnis Tionghoa, walaupun tidak terlalu berpengaruh terhadap peranakan Tionghoa di Indonesia. Namun era ini, memunculkan kembali simbol etnis Tionghoa di Indonesia yang sudah  lama dibungkam oleh rezim otoriter, karena rezim reformasi sudah memberikan kebebasan politik terhadap etnis Tionghoa, udara segara demokrasi di Indonesia yang melai mengaplikasikan ke-Bhineka Tunggal Ika tanpa harus ada yang terdiskriminasi karena hak asasi suatu golongan tidak diindahkan dalam kehidupan bermasyarakat di Indonesia.
            Jadi, sejarah etnis Tionghoa di Indonesia mengalami dinamika politik yang luar biasa sejak masa penjajahan, samapai akhirnya terjadi dekonstruksi sosial-politik terhadap rezim Orde Baru ke rezim Reformasi, di mana pasca-Reformasi memunculkan “esensial identitas”, yang berarti setiap etnis diakui oleh pemerintah, dan menjadi era baru untuk etnis Tionghoa, seperti kebebasan yang belum pernah diperoleh selma ini. Di era pasca-Reformasi ini muncul pejabat publik berdarah Indonesia-Tionghoa setelah Bob Hasan, yakni Kwik Kian Giedan Mari Elka Pangestu. Lalu munculnya sosok Basuki T.Purnamayang pernah memimpin Kabupaten Belitung Timur, dan pada tahun 2013 terpilih sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta yang berdampingan dengan Joko Widodo sebagai Gubernur DKI melalui pemilihan langsung, ini merupak hasil dekonstruksi sosial-politik yang terjadi di Indonesia. Dan pada akhirnya setelah perhelatan pemilu Presiden 2014 terpilihnya Joko Widodo menjadi Presiden Republik Indonesia periode (2014-2019) dan mengundurkan diri sebagai Gubernur DKI, otomatis membuat Basuki T. Purnamayang naik menjadi Gubernur DKI pada tahun 2014.
            Fenomena ini menunjukan bahwa sudah tidak ada sekat antara pribumi dan etnis Tionghoa di ranah politik perkotaan, walaupun masih ada anggapan pro-kontra terhadap anggapan bahwa “Basuki T.Purnamayang sebagai keturunan Tionghoa menjadi seorang pemimpin di tingkat ibu kota”.
           Oleh karena itu, slogan “Bhineka Tunggal Ika” sebagai simbol Negara Indonesia seharusnya dikaji kembali apabila ada anggapan WNI yang ber-etnis Tionghoa tidak boleh memimpin di lingkungan politik. Karena Indonesia adalah keberagaman yang tetap satu, menjunjung tinggi rasa toleransi antar agama, etnis, adat istiadat, kedaerahan. Walaupun seseorang yang memimpin adalah dari etnis minoritas itu tidak menjadi masalah, yang terpenting pemimpin ini tidak menimbulkan perpecahan yang terjadi di Negara Kesatuan Republik Indonesia karena seluruh Warga Negara Indonesia memiliki hak dan kewajiban yang sama untuk tercapainya keadilan (justice) dalam bermasyarakat.


Daftar Pustaka


Avalokitesvari, N. N. (2014, March 15). Diskriminasi Etnis Tionghoa di Indonesia Pada MAsa Orde Lama dan Orde Baru. Dipetik November 4, 2014, dari tionghoa.info
Ode, M. L. (2012). Etnis Cina Indonesia dalam Politik. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Salim, E. Y. (2012, December 22). Potret Indonesia-Tionghoa : Ambiguitas di Tengah Era Kebebasan. Dipetik November 4, 2014, dari www.indonesiamedia.com
Suryadinata, L. (2004). Majalah Tempo Edisi Etnis Cina di Zaman yang Berubah. Etnis Tionghoa sejak Reformasi, 38-39.
Warsidi, A. (2013). Majalah Tempo Edisi Bercermin pada Yap Thiam Hien. 'Lone Ranger' Penentang UUD 1945, 83-84.
Warsidi, A. (2013). Majalah Tempo Edisi Bercermin pada Yap Thiam Hien. Tersingkir di Jalan Lurus, 80-81.
Wei, L. C. (2004). Majalah Tempo Edisi Etnis Cina di Zaman yang Berubah. Fase Baru Peranan Etnis Cina di Indonesia, 46-47.







[1] M.D La Ode, Etnis Cina Indonesia dalam Politik, Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Jakarta: 2012, hal. 2.
[2] Benny G. Setiono, Tionghoa dalam Pusaran Politik, Trans Media Pustaka. Jakarta: 2008, hal. 13.
[3] Leo Suryadinata, Pemikiran Politik Etnis Tionghoa di Indonesia 1900-2002, LP3ES. Jakarta: 2005 hal. 19.
[4] Ibid, Leo Suryadinata, hal. 23.
[5] Badan Kordinasi masalah Cina(BKMC), dalam buku M.D La Ode, Etnis Cina Indonesia dalam Politik, Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Jakarta: 2012, hal. 14.



Kementrian Kajian Strategis
BEM KEMA Unpad
Unduh kajian di: tinyurl.com/LISM-Kajian
Diberdayakan oleh Blogger.