Minggu, 11 Mei 2014

Bantuan Sosial(ita) kah?!

Bantuan sosial (bansos) adalah dana bantuan yang diberikan oleh pemerintah daerah untuk individu atau kelompok yang bersifat tidak terus menerus melainkan selektif yang bertujuan supaya masyarakat dapat survive dalam kehidupan sosial. Bansos adalah uang rakyat, uang negara, yang penggunaan setiap rupiahnya harus dipertanggungjawabkan serta harus bisa diaudit dan dipertanggungjawabkan karena bersumber dari APBD. Bansos bukanlah kewajiban, tapi yang wajib adalah untuk belanja urusan wajib seperti pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan lainnya.

Dasar hukum pemberian bansos adalah PP nomor 58 Tahun 2005, Permendagri nomor 13 Tahun 2006, Permendagri nomor 59 Tahun 2007, dan surat edaran mendagri Nomor 8 tahun 2007. Pemberian dana bansos ini di anggarkan oleh APBD berdasarkan PP 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Permendagri 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, dan mengalami beberapa revisi hingga menjadi Permendagri 21 Tahun 2011. Selain itu, pemerintah juga memperketat pengelolaan dana hibah dan bansos, melalui Peraturan Mneteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 32 Tahun 2011, yang berlaku sejak 1 Januari 2012. 

Latar belakang diterbitkannya Permendagri Nomor 32 Tahun 2011 tersebut ialah :
1.    Belum adanya aturan yang jelas dan tegas atas belanja dana hibah dan bansos di daerah
2.    Belum seluruhnya daerah menetapkanperKDH tentang dana hibah dan bansos
3.    Adanya permasalahan hukum terkait dengan pemberian dana hibah dan bansos
4.    Hasil kajian dan rekomendasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

Dalam Peraturan Meneteri Dalam Negeri tersebut mengatur bahwasanya daerah diperbolehkan memberikan bantuan sosial kepada anggota/kelompok masyarakat sesuai kemampuan keuangan daerah, setelah memprioritaskan pemenuhan belanja urusan wajib dengan memperhatikan asas keadilan, kepatutan, rasionalitas, dan manfaat untuk masyarakat. 

Yang dapat menerima bantuan sosial dalam peraturan tersebut juga telah ditentukan yaitu individu, keluarga, dan/atau masyarakatyang mengalami keadaan yang tidak stabil sebagai akibat dari krisis sosial, ekonomi, politik, bencana, atau fenomena alam agar dapat memenuhi kebutuhan hidup minimum maupun lembaga non pemerintahan bidang pendidikan, keagamaan, dan bidang lain yang berperan untuk meindungi individu, kelompok, dan/atau masyarakat dari kemungkinan terjadinya resiko sosial.

Selain daripada itu, dalam pemberian bantuan sosial juga ada kriterianya yaitu bersifat sementara dan tidak terus-menerus, kecuali dalam keadaan tertentu dapat berkelanjutan dan sesuai tujuan penggunaan. Sedangkan kriteria persyaratan penerima bantuan adalah memiliki identitas yang jelas serta berdomisili dalam wilayah administratif pemerintahan daerah berkenaan. Tujuan dari penggunaan bantuan sosial tersebut sesuai yang telah diatur adalah untuk rehabilitasi sosial, perlindungan sosial, pemberdayaan sosial, jaminan sosial, penanggulangan kemiskinan dan penanggulangan bencana.

Permasalahan

Ada beberapa permasalahan yang sebenarnya timbul terkait penyalahgunaan dana hibah atau bansos. Dalam, hal ini setelah dipaparkan beberapa definisi dan dasar yuridis diatas, maka kami akan mencoba memberikan fakta dan data mengenai persoalan bansos di Kota Bandung dan Jawa Barat.

•    Definisi hibah yang belum jelas dan tegas.
•    Dari sisi penganggaran dan pelaksanaan belum tegas, hibah bansos masih dalam dua kondisi :
  1. Penganggaran hibah bansos sudah pasti nama penerima dan besarannya, walaupun terkadang penentuan peruntukkan hibah bansos biasanya masih ditetapkan dalam Keputusan Kepala Daerah yang terpisah dengan Perda APBD. Belum menjadi bagian dalam RKA.
  2. Penganggaran hibah bansos sudah pasti nama penerima dan besarannya, walaupun terkadang penentuan peruntukkan hibah bansos biasanya masih ditetapkan dalam Keputusan Kepala Daerah yang terpisah dengan Perda APBD. Belum menjadi bagian dalam RKA.
•    Adanya kecenderungan politik anggaran yang membesar dalam pemakaian hibah bansos, apalagi menjelang pemiu kepala daerah.
•    Masih mudahnya pertanggugjawaban hibah bansos.
•    Sulitnya DPRD dalam melaksanakan fungsi penganggaran dan fungsi pengawasan terkait dengan hibah dan bansos, atau mungkin justru terjadi persekongkolan dengan eksekutif. Wallahu’alam.
•    Potensi penyalanggunaan menjelang pemilu, sebagai dana kampanye.
 
Contoh kasus permalahan :

1. Kasus dana Bantuan Sosial (Bansos) kota Bandung yang merugikan APBD hingga mencapai 40M, kasus ini dimulai sejak awal tahun 2010 muncul ke permukaan, dalam perkembangannya sampai saat ini sudah banyak pejabat kota Bandung yang menjadi tersangka. Kejanggalan dalam kasus bansos kota Bandung ini sudah terlihat dari beberapa pencairan dana bansos yang tidak sesuai dengan mekanisme yang berlaku sesuai  Peraturan Walikota Nomor 107 Tahun 2010 telah mengatur bahwa mekanisme pengajuan bantuan sosial adalah anggota / kelompok masyarakat mengajukan surat permohonan bantuan sosial kepada walikota melalui Sekretaris Daerah (Sekda). Namun dalam realitasnya ada mekanisme yang dijalani oleh para pemimpin Kota Bandung yang tidak sesuai ketentuan pun terjadi pada kasus bansos kota Bandung. Misalnya, pada umumnya anggaran bansos yang mendapat rekomendasi dari bagian yang terkait/ Ketua SKPD yang diproses oleh SP2D sebesar Rp. 5.000.000,00 untuk di transfer kepada penerima bantuan sosial, dapat terjadi penggelembungan dana oleh para Pemimpin Kota Bandung yang relatife besar. Namun pencairan dana besar tidak dapat dilakukan sekali pencairan, oleh karena itu dilakukan beberapa kali pencairan dana oleh SP2D hingga mencapai Rp.50.000.000,00. seperti terjadi dilapangan ditemukannya nota dinas yang tidak dilampiri dengan proposal sesuai ketentuan, didapatkan 5-10 kwitansi penerima bansos bermaterai yang dicairkan untuk Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) namun tak dapat mempertanggung jawabkan proposal yang seharusnya menjadi pendamping kuitansi-kuitansi tersebut.

2. Menurut Kepala Kejati Jabar M Amari, Kejati Jabar sedang mengungkap 78 kasus bansos yang tersebar di kota/kabupaten di Jabar. “Kasus ini masih tercampur antara bansos di kota/kabupaten dengan bansos dari Provinsi Jabar yang melibatkan 1.000 proposal. 78 kasus dugaan korupsi tersebut terdiri dari 51 kasus yang baru dilaporkan oleh intelijen kejaksaan negeri kota/kabupaten di Jabar. Adapun 27 kasus lain sudah masuk tahap pendalaman oleh seksi pidana khusus. Di Kabupaten Cirebon terdapat 6 kasus, Cianjur 5 kasus, dan Kota Bandung 3 kasus. (Menurut Kepala Kejati Jabar M Amari)

3. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan dua hakim sebagai tersangka terkait kasus dugaan suap penanganan perkara korupsi bansos Kota Bandung. Kedua hakim itu adalah Hakim Pengadilan Tinggi Jawa Barat, Pasti Serefina Sinaga dan Hakim Adhoc Pengadilan Negeri Tipikor Bandung, Ramlan Comel. Penyidik KPK telah menemukan dua alat bukti dan menyimpulkan hakim tersebut terlibat dan menjadi tersangka. Kasus ini bermula dari tertangkapnya Wakil Ketua Pengadilan Negeri Bandung, Setyabudi Tejocahyono karena diduga menerima suap terkait penanganan dana Bansos Kota Bandung. Setyabudi sudah divonis Pengadilan Tipikor Bandung dengan hukuman 12 tahun penjara.

Dan contoh-contoh kasus lainnya.
 
Gagasan

Bantuan sosial harus diakui sangat rawan terjadinya penyalahgunaan. Masalah belanja bansos banyak berkaitan dengan proses penganggaran, pelaksanaan dan pertanggung jawaban belanja bantuan sosial. Permalahan yang timbul dalam proses penganggaran dan pelaksanaan bansos ini disebabkan karena tidak adanya batasan yang jelas atas belanja dana tersebut.  Pengertian umum dari pemberian bansos yakni seluruh kegiatan yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah akan terkait dengan peningkatan kesejahteraann sehingga setiap upaya untuk peningkatan kesejahteraan rakyat, seringkali diartikan sebagai belanja banuan sosial. Selain itu, realisasi atas transaksi belanja tidak sesuai dengan penganggaran belanja bantuan sosial tersebut. Dalam hal pengelolaan dana tersebut dapat menimbulkan potensi penyalahgunaan anggaran untuk kegiatan yang tidak seharusnya atau tidak masuk kategori.

Menjelang pemilu dilaksanakan KPK menyurati Presiden SBY untuk membekukan sementara dana bantuan sosial sampai penyelenggaraan pemilu 2014 berakhir. Hal ini dikarenakan penggunaan dana bansos menjelang pemilu sangat rawan disalahgunakan untuk kepentingan politik pihak-pihak tertentu yang akan memanfaatkannya. Selain itu, penganggaran dana hibah dan bansos mengalami peningkatan, menurut data dari Kementerian Keuangan alokasi dana bansos dalam APBN 2014 sebesar 73, 2 triliun rupiah dari yang tahun sebelumnya sebesar 55, 9 triliun rupiah. Alasan pemerintah terkait peningkatan tersebut untuk mendukung program jaminan kesehatan masyarakat melalui institusi BPJS. 

Malah dalam pemutakhiran data terakhir, alokasi dana bansos terus meningkat sampai hitungan Rp91,8 triliun. Alasan penambahan lantaran adanya perubahan postingsejumlah anggaran dari yang awalnya belanja infrastruktur dan belanja barang menjadi belanja sosial. Tentu rakyat menyambut baik pe-ningkatan dana bansos, apalagi menurut Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa tahun 2013 penduduk yang masuk kategori miskin lebih dari 28,07 juta orang.  Kalau saja dana tersebut dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk pemerataan bantuan untuk kesejahteraan rakyat, tentu angka kemiskinan jumlahnya akan menurun.

Solusi

1. Pemerintah melalui Kementrian Keuangan dengan berkoordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan meyusun grand design dari konsep pengelolaan dana hibah dan bantuan sosial, baik di tingkat pusat maupun daerah. Kebijakan ini diambil untuk mecegah terjadinya penyimpangan dana hibah dan bansos bagi pejabat untuk kepentingannya terutama menjelang pemilu dan pilkada.

2. Amanah bagi Pemda untuk menyusun peraturan kepala daerah tentang hibah, bansos, dan bantuan keuangan sudah sejak Permendagrinomor 13 thun 2006, yaitu pasal 133 (3), tetapi karena masih banyak pemda yang belum ,enetapka perKDH tersebut, maka dalam permendagri nomor 22 tahun 2011 tentang Pedoman Penyusunan APBD, menyatakan bahwa pemerintah daerah harus menyusun sistem dan prosedur penganggaran, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban belanja hibah, belanja bantuan sosial, serta belanja bantuan keuangan ditetapkan dalam peraturan kepala daerah.

3. Pemerintah daerah juga dituntut untuk mengeluarkan perda atau peraturan apapun terkait penggunaan dana hibah dan bansos ini supaya penggunaannya benar-benar tepat sasaran bukan untuk kepentingan pribadi.

4. KPK, BPK, PPATK, inspektorat pusat dan daerah diharapkan dapat mengawasi secara optimal penggunaan dana hibah dan bansos ini, harus ada koordinasi yang jelas untuk meminimalisir penyalahgunaan dana tersebut.

5. Media dan masyarakat dapat mengawasi langsung dan melaporkan kepada pihak yang berwajib apabila menemukan kecurangan atau penyalahgunaan dana dalam penganggarannya.

6. Kemudian yang terakhir lahirnya Permendagri terbaru yang telah direvisi yaitu permendagri Nomor 39 Tahun 2012 diharapkan dapat dijadikan payung hukum dan pedoman pengelolaan dana hibah dan bantuan sosial.

Kesimpulan

Dalam beberapa hari atau bulan belakangan, kita sering sekali mendengar apa itu bansos dari media. Namun pemberitaannya berkesan miring dan melibatkan orang-orang penting seperti kepala daerah, anggota dewan, jaksa, hakim, dan lain sebagainya. Mereka berusaha dengan kekuatan dan kewenangan yang dimilikinya berusaha mengelabuhi masyarakat awam. Padahal dana hibah dan bansos sangat penting sekali digunakan untuk meningkatkan kesejateraan masyarakat individu maupun kelompok terutama yang membutuhkannya. Namun, seringkali kita mendapatkan kasus dana tersebut dimanfaatkan oleh seseorang atau kelompok tertentu yang biadab untuk kepentingannya. Anggaran yang begitu besar menjadi celah untuk menggunakan dalam bentuk pembelanjaan dana dengan fiktif.

Pada kasus korupsi bantuan dana sosial jabar aktor atau pelaku utama korupsi dana bansos adalah kepala daerah, pejabat di lingkungan pemerintah daerah, anggota dan pimpinan parlemen daerah.Juga terlibat pengurus yayasan, panitia pembangunan rumah ibadah, lembaga pendidikan, partai politik maupun organisasi masyarakat yang menerima dana bansos tersebut. Dari sekian banyak aktor, incumbent paling sering memanfaatkan peluang ini karena memiliki berbagai akses anggaran resmi daerah dan birokrasi. Diharapkan KPK dan pihak-pihak terkait termasuk masyrakat ikut mengawal, mencegah, dan menindak tegas pelaku yang terbukti menyelanggunakan wewenangnya terutama dalam pengelolaan dana bansos. Mahasiswa juga berhak untuk mengawasi dan melaporkannya, apabila mengetahui disekitar kita ada yang melakukan korupsi dalam bentuk dan modus tersebut. Dana tersebut digunakan untuk masyarakat atau kelas sosial yang membutuhkan, bukan kaum sosial(ita) seperti pejabat-pejabat korup. 

HIDUP MAHASISWA, HIDUP RAKYAT INDONESIA!


Unduh versi .pdf nya disini.

1 komentar:

Gilang Yudha Prakoso mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.