Tahun 2014, tahun politik, begitulah kira-kira banyak orang menyebutnya. Disebut begitu karena di tahun ini akan terjadi dua momentum besar, yaitu pemilihan anggota legislatif (DPR, DPD, dan DPRD) dan pemilihan presiden. Banyak harapan agar pemilu 2014 ini menjadi momentum perubahan bagi Indonesia sendiri, banyak harapan agar pemerintahan yang dilahirkan nantinya akan mendapat legitimasi yang kuat serta diisi oleh orang – orang amanah. Sehingga perlu upaya dari seluruh komponen untuk menjaga kualitas pemilu itu sendiri.
Ancaman yang membayangi pemilu 2014 adalah tingginya angka golput yang berarti menurunnya tingkat partisipasi politik masyarakat dalam pemilu. Kondisi ini dikhawatirkan karena melihat hasil pemilu sebelumnya, yaitu pemilu 1999 dengan tingkat partisipasi politik mencapai 92,74 persen, pemilu 2004 dengan 84,07, dan pemilu 2009 sebesar 71 persen. (www.kemendagri.go.id, 2013)
Fenomena golput juga tergambar dari pemilihan kepala daerah (pilkada) yang berlangsung pada tahun 2013 di beberapa daerah, contohnya Jawa Barat. Pusat Kajian dan Kepakaran Statistika (PK2S) Universitas Padjadjaran, Bandung, menyatakan dari 32.536.980 pemilih yang terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT), tercatat hanya 20.713.779 pemilih yang menggunakan hak pilihnya. Angka itu hanya 63,85 persen dari total pemilih.
Bagaimana gejolak pemilu, bila dibandingkan dulu dan sekarang?
Unduh kajian Kastrat BEM Kema Unpad selengkapnya disini.
0 komentar:
Posting Komentar