Golongan Putih yang biasa disingkat menjadi Golput adalah momok yang selalu ada setiap perhelatan Pemilu atau Pilkada, Masyarakat berfikir bahwa Golput berarti tidak ikut mencoblos, mereka menganggap hal itu adalah sebuah pilihan, pada dasarnya itu bukanlah sebuah pilihan.
Karena sebelum Golput, kita harus mengetahui arti Golput sesungguhnya. Golput ini digagas pada Pemilu tahun 1971 oleh Arif Budiman seorang Aktivis Mahasiswa sekaligus kaka kandung Soe Hok Gie beserta aktivis lainnya sebagai bentuk protes terhadap rezim orde baru dalam pemanfaatan militer dan birokrasi untuk memastikan kemenangan Golkar. Dan "Penjelasan Tentang Golongan Putih" juga ditulis dalam Manifesto Golput Mei tahun 1971.
Ada beberapa landasan yuridis yang mengatur tentang kebebasan untuk memilih atau tidak memilih dalam pemilu. UU No 39/1999 tentang HAM Pasal 43, ayat 1 dan 2 Dalam UU NO.39 tahun 1999 pasal 43, ayat 1 dan 2 :
- Setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Setiap warga negara berhak turut serta dalam pemerintahan dengan langsung dipilihnya dengan bebas, menurut cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.
Memang di pasal tersebut tertuang jelas kata "berhak‟ dan "bebas‟ yang mengartikan bahwa bisa digunakan atau tidak. Selain itu di dalam UU NO.12 tahun 2005 pasal 25 “hak setiap warga negara untuk ikut serta dalam penyelenggaraan urusan publik, untuk memilih dan dipilih, serta mempunyai akses berdasarkan persyaratan umum yang sama pada jabatan publik di negaranya.” Juga dalam UUD 1945 yang diamandemenkan pada 1999-2002, tercantum dalam pasal 28 E: “Pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali”. Yang ketiganya sama-sama mengatur tentang kebebasan dan haknya dalam memilih. Tapi landasan ini bukan membuat masyrakat serta merta tidak memilih dalam Pemilu, sekarang kita kembalikan lagi kepada esensi nilai dari demokrasi yang kedaulatannya berada di tangan rakyat, ketika rakyat tidak menggunakan kedaulatannya, dalam hal ini memilih, maka kedaulatan rakyat akan disabotase oleh para penguasa untuk memperkuat posisinya. Sistem Demokrasi ini sangat erat dengan rakyat, karena ada yang berpendapat, bahwa pengertian demokrasi adalah dari Rakyat, untuk Rakyat, oleh Rakyat. Rakyat sangat dikedepankan dalam Negara yang menganut sistem demokrasi. Jika dilihat di negara demokrasi lain, seperti di Thailand baru-baru ini, rakyat berbondong-bondong untuk ikut memilih, tapi karena keadaan negaranya yang sedang carut marut, tempat pemilihannya diboikot, sehingga sebagian rakyat tidak bisa ikut memilih. Begitu berartinya suara rakyat jika benar-benar digunakan untuk kemaslahatan bangsa dan negara. Semoga Masyarakat mengerti bahwa Golput bukanlah jalan keluar. Tanpa suara rakyat, negara yang menganut sistem demokrasi tidak akan maju, melainkan akan banyak menimbulkan penyelewangan yang merugikan rakyat itu sendiri.
Ditulis oleh Anta Maulana Nasution
Kementrian Kajian Strategis BEM Kema Unpad
Download kajian lengkapnya disini
0 komentar:
Posting Komentar