Senin, 19 Mei 2014
Jumat, 16 Mei 2014
Politisasi Kampus
Politisasi, sebuah kata yang belakangan ini sering terdengar, mungkin karena tahun ini yang memang merupakan tahun politik. Dalam KBBI, pengertian Politisasi sendiri adalah “Hal membuat keadaan (perbuatan, gagasan, dsb) bersifat politis”. Pengertian tersebut terlihat multitafsir—untuk itu melalui hasil kajian kami, kami mencoba menyimpulkan pengertian yang lebih jelas, yaitu “Politisasi
Kampus adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh para petinggi partai, kader-kader partai, dan pihak lain yang mempunyai kepentingan untuk menciptakan suasana tertentu yang masih berada di dalam ruang lingkup politik untuk mendapatkan keuntungan atau dukungan dan kegiatan tersebut dilakukan di dalam wilayah kampus (Universitas).”
Tahun politik dikenal juga sebagai tahun pemilu, tahun dimana suatu bangsa mengadakan pesta demokrasi untuk memilih pemimpin bangsa tersebut. Biasanya pada tahun politik, seluruh partai politik akan melakukan kegiatan politik untuk menggalang suara agar partai tersebut menjadi pemenang pemilu, salah satunya dengan berkampanye.
Maraknya tokoh-tokoh politik yang belakangan ini datang ke kampus, menimbulkan persepsi yang berbeda-beda dari setiap mahasiswa, karena pada tahun ini adalah tahun politik, dimana sebentar lagi akan dilaksanakan pemilihan presiden RI. Kebanyakan tokoh-tokoh politik tersebut adalah tokoh yang sedang mencalonkan dirinya untuk maju sebagai Presiden ataupun Wakil Presiden. Sedangkan permasalahan yang harus diluruskan adalah tentang pandangan mahasiswa terhadap tokoh-tokoh yang melakukan kegiatan didalam kampus.
Unduh kajian selengkapnya oleh Kastrat BEM Kema Unpad disini.
Kampus adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh para petinggi partai, kader-kader partai, dan pihak lain yang mempunyai kepentingan untuk menciptakan suasana tertentu yang masih berada di dalam ruang lingkup politik untuk mendapatkan keuntungan atau dukungan dan kegiatan tersebut dilakukan di dalam wilayah kampus (Universitas).”
Tahun politik dikenal juga sebagai tahun pemilu, tahun dimana suatu bangsa mengadakan pesta demokrasi untuk memilih pemimpin bangsa tersebut. Biasanya pada tahun politik, seluruh partai politik akan melakukan kegiatan politik untuk menggalang suara agar partai tersebut menjadi pemenang pemilu, salah satunya dengan berkampanye.
Maraknya tokoh-tokoh politik yang belakangan ini datang ke kampus, menimbulkan persepsi yang berbeda-beda dari setiap mahasiswa, karena pada tahun ini adalah tahun politik, dimana sebentar lagi akan dilaksanakan pemilihan presiden RI. Kebanyakan tokoh-tokoh politik tersebut adalah tokoh yang sedang mencalonkan dirinya untuk maju sebagai Presiden ataupun Wakil Presiden. Sedangkan permasalahan yang harus diluruskan adalah tentang pandangan mahasiswa terhadap tokoh-tokoh yang melakukan kegiatan didalam kampus.
Unduh kajian selengkapnya oleh Kastrat BEM Kema Unpad disini.
Diposting oleh
Unknown
1 komentar
Read More
Rabu, 14 Mei 2014
Selasa, 13 Mei 2014
Maraknya Kejahatan di Jatinangor : Ada apa gerangan?
Pada dasarnya, setiap orang menginginkan kondisi yang aman dalam hidupnya, yaitu aman dari gangguan yang ditimbulkan pihak lain sehingga menimbulkan ketidakstabilan dalam lingkungan sosial. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa keamanan merupakan salah satu kebutuhan yang sangat mendasar bagi individu maupun kelompok pada suatu wilayah, sehingga keamanan merupakan salah satu yang harus diperjuangan oleh berbagai pihak.
Kawasan Pendidikan Jatinangor, yang menaungi 4 Perguruan Tinggi ternama di Indonesia, salah satunya Universitas Padjadjaran. Puluhan ribu mahasiswa yang berasal dari berbagai wilayah dari Sabang sampai Merauke, bahkan dari luar negeri datang ke Jatinangor untuk menimba ilmu. Jatinangor yang dahulunya merupakan perkebunan karet bertransformasi menjadi kota pendidikan dengan ratusan ribu penduduk yang berada di dalamnya.
Dengan kondisi yang demikian, maka terjadi dinamisasi sosial yang cepat di Jatinangor dan harus diwaspadai atas dinamisasi sosial tersebut adalah masalah keamanan. Dengan komposisi penduduk Jatinangor yang sangat beragam, maka besar kemungkinan akan banyak terjadi tindak kejahatan. Oleh karena itu, diperlukan infrastruktur keamanan yang baik agar mampu menekan angka kejahatan.
Fakta yang berkenaan mengenai masalah keamanan yang terjadi di Jatinangor adalah begitu maraknya aksi pencurian, penjambretan, dan pembacokan di wilayah Jatinangor. Sebagai faktanya, seorang mahasiswa FIKOM Unpad baru-baru ini mengalami kecurian sepeda motor disekitaran SC Barat Unpad dan seorang mahasiswa FTG Unpad mengalami penodongan dan penganiyaan di dekat IKOPIN.
Fakta diatas mengindikasikan bahwa keamanan di Jatinangor sangatlah mengkhawatirkan, dan perlu dicarikan solusi dalam rangka mengatasi masalah tersebut.
Di lingkungan kampus Unpad Jatinangor sendiri, sudah ada perangkat yang bertugas mengamankan kampus; ada dari pihak sentinel, kemanan satpam tiap fakultas dan kepolisiannya. Akan tetapi, ternyata keberadaan mereka belum optimal dalam proses mengamankan kampus.
Dari pihak sentinel sendiri, hal itu terjadi dikarenakan jumlah personil sentinel yang sangat sedikit, yaitu sekitar 23 orang untuk mengamankan Unpad Jatinangor yang luasnya mencapai 200 Ha. Pada saat mereka bertugaspun, tidak ada aturan dari pihak rektorat mengenai SOP atas tugas mereka sehingga mereka kebingungan dalam bertugas. Alhasil, apabila terdapat mahasiswa yang kedapatan melanggar peraturan seperti jam malam, pihak sentinel/keamanan kampus ini tidak bisa melarang ataupun hanya sekedar menegur mahasiswa tersebut. Hal ini diperparah dengan tidak adanya wadah khusus di Rektorat Unpad yang menaungi permasalahan keamanan, urusan keamanan diserahkan ke bagian umum di Rektorat. Hal ini tentu semakin menggambarkan hubungan dan koordinasi yang kurang baik dari sentinel sebagai aparat keamanan dan juga Rektorat sebagai pemberi kebijakan kampus.
Luas Unpad yang sangat besar dan juga dikelilingi oleh berbagai desa di Jatinangor, membuat akses masuk Unpad tidak terkendali, banyak sekali warga sekitar yang bebas keluar masuk lingkungan kampus dari berbagai pintu dan juga jalan-jalan kecil. Hal ini tentu menambah resiko pelanggaran keamanan yang terjadi di Unpad. Permasalahan keamanan lainnya adalah tentang koordinasi antara sentinel dengan petugas keamanan/satpam tiap fakultas maupun fasilitas swasta yang menggunakan satpam pribadi seperti Bale padjadjaran. Contoh, tiap fakultas memilki aturan tentang jam malam yang berbeda-beda, sedangkan dari pihak sentinel menyatakan bahwa kegiatan keseharian kampus berakhir pada jam 18.00. Begitupun halnya apabila ada kegiatan/event khusus, banyak kegiatan tersebut tidak mengkoordinasikannya dengan keamanan sentinel. Terakhir, pak Asep selaku kepala supervisor sentinel Unpad menyatakan bahwa yang terpenting adalah sikap kepedulian dari mahasiswa itu sendiri, akhir-akhir ini banyak mahasiswa yang seakan tidak memperdulikan keberadaan sentinel, seperti masih berkeliaran di jalan dalam kampus walau jam telah larut.
Dari permasalahan diatas, dapat ditarik garis besar yaitu perlunya peningkatan koordinasi antara pihak rektorat dan juga sentinel dalam merumuskan SOP atau aturan hukum yang berlaku di lingkungan kampus, ditambah dengan koordinasi antara sentinel dengan petugas keamanan tiap fakultas dan fasilitas swasta. Dan diharapkan adanya himbauan dari lembaga kemahasiswaan Unpad terhadap tiap-tiap mahasiswa tentang peraturan keamanan kampus. Pihak kampus juga diharapkan dapat meninjau kembali tentang perbandingan petugas sentinel dengan luas kampus, dan juga diharapkan adanya infrastruktur tambahan seperti penambahan lampu-lampu penerang dan juga kamera pengintai (CCTV) di titik-titik tertentu yang tidak terjangkau petugas atau rawan tindak kriminal.
Dari pihak kepolisian Jatinangor, mereka mengeluhkan bahwa koordinasi kepolisian dengan sentinel sangat kurang sehingga pada saat mereka melakukan proses penyidikan dan penyelidikan atas kasus yang mereka hadapi mengalami hambatan. Mereka juga mengeluhkan attitude mahasiswa yang cenderung individualis, yaitu kurangnya kepekaan social satu dengan yang lainnya sehingga mereka tidak tahu-menahu pada saat kejahatan terjadi. Bahkan, dari sumber terpercaya, Kasat I Dit Narkoba Polda Jabar AKBP H. Kunto Prasetyo menyatakan “Jatinangor kini sudah menjadi target bandar untuk memasarkan narkoba dan juga tempat penyimpangan seks bebas, hal ini terbukti dari total jumlah kasus HIV/AIDS di Jatinangor terbesar di kabupaten Sumedang “Jatinangor terbanyak penyebaran AIDS di Kabupaten Sumedang” (Radar Bandung, 29/06/09).
Maka dari itu, pihak kepolisian mengharapkan kepada para mahasiswa yang mendominasi lingkungan Jatinangor untuk lebih peduli dengan keamanan sekitar dimulai dari lingkungan terdekat, seperti kosan.Pihak kepolisian juga menambahkan, mahasiswa sebaiknya lebih berhati-hati dan tidak keluar saat malam hari jika tidak memiliki suatu keperluan yang sangat mendesak.
Kawasan Pendidikan Jatinangor, yang menaungi 4 Perguruan Tinggi ternama di Indonesia, salah satunya Universitas Padjadjaran. Puluhan ribu mahasiswa yang berasal dari berbagai wilayah dari Sabang sampai Merauke, bahkan dari luar negeri datang ke Jatinangor untuk menimba ilmu. Jatinangor yang dahulunya merupakan perkebunan karet bertransformasi menjadi kota pendidikan dengan ratusan ribu penduduk yang berada di dalamnya.
Dengan kondisi yang demikian, maka terjadi dinamisasi sosial yang cepat di Jatinangor dan harus diwaspadai atas dinamisasi sosial tersebut adalah masalah keamanan. Dengan komposisi penduduk Jatinangor yang sangat beragam, maka besar kemungkinan akan banyak terjadi tindak kejahatan. Oleh karena itu, diperlukan infrastruktur keamanan yang baik agar mampu menekan angka kejahatan.
Fakta yang berkenaan mengenai masalah keamanan yang terjadi di Jatinangor adalah begitu maraknya aksi pencurian, penjambretan, dan pembacokan di wilayah Jatinangor. Sebagai faktanya, seorang mahasiswa FIKOM Unpad baru-baru ini mengalami kecurian sepeda motor disekitaran SC Barat Unpad dan seorang mahasiswa FTG Unpad mengalami penodongan dan penganiyaan di dekat IKOPIN.
Fakta diatas mengindikasikan bahwa keamanan di Jatinangor sangatlah mengkhawatirkan, dan perlu dicarikan solusi dalam rangka mengatasi masalah tersebut.
Di lingkungan kampus Unpad Jatinangor sendiri, sudah ada perangkat yang bertugas mengamankan kampus; ada dari pihak sentinel, kemanan satpam tiap fakultas dan kepolisiannya. Akan tetapi, ternyata keberadaan mereka belum optimal dalam proses mengamankan kampus.
Dari pihak sentinel sendiri, hal itu terjadi dikarenakan jumlah personil sentinel yang sangat sedikit, yaitu sekitar 23 orang untuk mengamankan Unpad Jatinangor yang luasnya mencapai 200 Ha. Pada saat mereka bertugaspun, tidak ada aturan dari pihak rektorat mengenai SOP atas tugas mereka sehingga mereka kebingungan dalam bertugas. Alhasil, apabila terdapat mahasiswa yang kedapatan melanggar peraturan seperti jam malam, pihak sentinel/keamanan kampus ini tidak bisa melarang ataupun hanya sekedar menegur mahasiswa tersebut. Hal ini diperparah dengan tidak adanya wadah khusus di Rektorat Unpad yang menaungi permasalahan keamanan, urusan keamanan diserahkan ke bagian umum di Rektorat. Hal ini tentu semakin menggambarkan hubungan dan koordinasi yang kurang baik dari sentinel sebagai aparat keamanan dan juga Rektorat sebagai pemberi kebijakan kampus.
Luas Unpad yang sangat besar dan juga dikelilingi oleh berbagai desa di Jatinangor, membuat akses masuk Unpad tidak terkendali, banyak sekali warga sekitar yang bebas keluar masuk lingkungan kampus dari berbagai pintu dan juga jalan-jalan kecil. Hal ini tentu menambah resiko pelanggaran keamanan yang terjadi di Unpad. Permasalahan keamanan lainnya adalah tentang koordinasi antara sentinel dengan petugas keamanan/satpam tiap fakultas maupun fasilitas swasta yang menggunakan satpam pribadi seperti Bale padjadjaran. Contoh, tiap fakultas memilki aturan tentang jam malam yang berbeda-beda, sedangkan dari pihak sentinel menyatakan bahwa kegiatan keseharian kampus berakhir pada jam 18.00. Begitupun halnya apabila ada kegiatan/event khusus, banyak kegiatan tersebut tidak mengkoordinasikannya dengan keamanan sentinel. Terakhir, pak Asep selaku kepala supervisor sentinel Unpad menyatakan bahwa yang terpenting adalah sikap kepedulian dari mahasiswa itu sendiri, akhir-akhir ini banyak mahasiswa yang seakan tidak memperdulikan keberadaan sentinel, seperti masih berkeliaran di jalan dalam kampus walau jam telah larut.
Dari permasalahan diatas, dapat ditarik garis besar yaitu perlunya peningkatan koordinasi antara pihak rektorat dan juga sentinel dalam merumuskan SOP atau aturan hukum yang berlaku di lingkungan kampus, ditambah dengan koordinasi antara sentinel dengan petugas keamanan tiap fakultas dan fasilitas swasta. Dan diharapkan adanya himbauan dari lembaga kemahasiswaan Unpad terhadap tiap-tiap mahasiswa tentang peraturan keamanan kampus. Pihak kampus juga diharapkan dapat meninjau kembali tentang perbandingan petugas sentinel dengan luas kampus, dan juga diharapkan adanya infrastruktur tambahan seperti penambahan lampu-lampu penerang dan juga kamera pengintai (CCTV) di titik-titik tertentu yang tidak terjangkau petugas atau rawan tindak kriminal.
Dari pihak kepolisian Jatinangor, mereka mengeluhkan bahwa koordinasi kepolisian dengan sentinel sangat kurang sehingga pada saat mereka melakukan proses penyidikan dan penyelidikan atas kasus yang mereka hadapi mengalami hambatan. Mereka juga mengeluhkan attitude mahasiswa yang cenderung individualis, yaitu kurangnya kepekaan social satu dengan yang lainnya sehingga mereka tidak tahu-menahu pada saat kejahatan terjadi. Bahkan, dari sumber terpercaya, Kasat I Dit Narkoba Polda Jabar AKBP H. Kunto Prasetyo menyatakan “Jatinangor kini sudah menjadi target bandar untuk memasarkan narkoba dan juga tempat penyimpangan seks bebas, hal ini terbukti dari total jumlah kasus HIV/AIDS di Jatinangor terbesar di kabupaten Sumedang “Jatinangor terbanyak penyebaran AIDS di Kabupaten Sumedang” (Radar Bandung, 29/06/09).
Maka dari itu, pihak kepolisian mengharapkan kepada para mahasiswa yang mendominasi lingkungan Jatinangor untuk lebih peduli dengan keamanan sekitar dimulai dari lingkungan terdekat, seperti kosan.Pihak kepolisian juga menambahkan, mahasiswa sebaiknya lebih berhati-hati dan tidak keluar saat malam hari jika tidak memiliki suatu keperluan yang sangat mendesak.
Kementrian Kajian Strategis
BEM KEMA Unpad
Kabinet Kolaborasi
2014
Unduh kajian lengkapnya disini
Diposting oleh
Unknown
0
komentar
Read More
Gejolak Pemilu : Orde Lama, Orde Baru dan Masa Kini
Tahun 2014, tahun politik, begitulah kira-kira banyak orang menyebutnya. Disebut begitu karena di tahun ini akan terjadi dua momentum besar, yaitu pemilihan anggota legislatif (DPR, DPD, dan DPRD) dan pemilihan presiden. Banyak harapan agar pemilu 2014 ini menjadi momentum perubahan bagi Indonesia sendiri, banyak harapan agar pemerintahan yang dilahirkan nantinya akan mendapat legitimasi yang kuat serta diisi oleh orang – orang amanah. Sehingga perlu upaya dari seluruh komponen untuk menjaga kualitas pemilu itu sendiri.
Ancaman yang membayangi pemilu 2014 adalah tingginya angka golput yang berarti menurunnya tingkat partisipasi politik masyarakat dalam pemilu. Kondisi ini dikhawatirkan karena melihat hasil pemilu sebelumnya, yaitu pemilu 1999 dengan tingkat partisipasi politik mencapai 92,74 persen, pemilu 2004 dengan 84,07, dan pemilu 2009 sebesar 71 persen. (www.kemendagri.go.id, 2013)
Fenomena golput juga tergambar dari pemilihan kepala daerah (pilkada) yang berlangsung pada tahun 2013 di beberapa daerah, contohnya Jawa Barat. Pusat Kajian dan Kepakaran Statistika (PK2S) Universitas Padjadjaran, Bandung, menyatakan dari 32.536.980 pemilih yang terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT), tercatat hanya 20.713.779 pemilih yang menggunakan hak pilihnya. Angka itu hanya 63,85 persen dari total pemilih.
Bagaimana gejolak pemilu, bila dibandingkan dulu dan sekarang?
Unduh kajian Kastrat BEM Kema Unpad selengkapnya disini.
Diposting oleh
Unknown
0
komentar
Read More
Minggu, 11 Mei 2014
DPT Pemilu 2014
Euforia pemilu semakin terasa, beberapa minggu lagi Indonesia akan melakukan pemilihan wakil rakyat dengan cara pemilu, 9 April 2014. Yah, pemilu, pesta demokrasi yang terjadi sekali dalam setahun dengan jangka waktu lima tahun. Siapa sih orang yang akan memilih dalam pemilu? Semua masyarakat yang mempunyai KTP? Atau semua masyarakat yang sudah berumur 17 tahun? Memang seperti itulah ketentuan nya masyarakat yang mempunyai hak pilih adalah masyarakat yang memiliki nomer induk kependudukan (NIK). Tapi tidak semudah itu memdata masyarakat yang mempunyai hak pilih, dikarenakan sistem administrasi negara yang kurang baik banyak masalah yang sering muncul. Maka KPU dan kemendagri harus mengkonsepkan nama pemilih di pemilu, dengan adanya daftar pemilih tetap (DPT).
Daftar pemilih tetap atau disingkat DPT adalah daftar nama penduduk Indonesia yang dianggap berhak, berwenang, dan memiliki data autentik sebagai penduduk Indonesia yang akan memilih Wakilnya pada Pemilu 2014. Kini penduduk Indonesia mencapai angka kurang lebih 220 juta orang. Berdasarkan pasal 33 ayat 2 UU nomor 8 tahun 2012 tentang data kependudukan untuk daftar pemilih paling sedikit memuat NIK, nama, tanggal lahir, jenis kelamin, dan alamat Warga Negara Indonesia yang mempunyai hak memilih. Desember lalu KPU dan mendagri telah berhasil memperbaiki DPT sebanyak 7,1 juta dari total 10,4 juta. DPT yang bermasalah seperti tidak ada NIK, pemilih ganda dan masalah lainnya. Berarti masih ada sekitar kurang lebih 3 juta yang masih bermasalah. Adanya NIK yang invalid menyulitkan KPU untuk melakukan perbaikan DPT tersebut.
Menurut ketua KPU Husni Kamil setidaknya ada lima alasan NIK invalid sulit diperbaiki. “Pertama, KPU sulit untuk mendapatkan NIK orang-orang yang berada di lembaga pemasyarakatan atau tahanan, karena tidak membawa dokumen kependudukan. Kedua, pemilih pemula yang belum memiliki KTP yang sedang belajar baik di pesantren, asrama mahasiswa dan lain-lain di luar kota yang jumlahnya diperkirakan 3-5 persen dari NIK invalid. Ketiga, pemilih yang tidak memiliki identitas kependudukan. Keempat, pemilih dengan KTP/KK lama dan NIK invalid sejak awal yang jumlahnya sekitar 7-10 persen. Kelima, pemilih yang sulit ditemui, sekitar 5-8 persen dari NIK invalid” (merdeka.com tanggal 2 Desember 2013).
Saat ini rekapan data DPT dari KPU sendiri jumlahnya yaitu 186.569.233 hak suara. Selain masalah warga yang memiliki NIK yang invalid, ada beberapa sumber menyebutkan bahwa terdapat daftar pemilih yang fiktif, ada sekitar 3,7 juta pemilih yang mencurigakan tapi ini hanya asumsi beberapa pihak tanpa ada data yang jelas. Wallahu’alam. Sebenarnya cukup mudah mengatasi hal ini karena telah diatur dalam pasal 32 ayat 2 uu nomor 8 tahun 2012 tentang mekanisme penyerahan data kependudukan:
a. Menteri dalam negri menyerahkankepada KPU,
b. Gubernur menyerahkan kepada KPU Provinsi, dan
c. Bupati/walikota menyerahkan kepada KPU Kabupaten/Kota
Sebenarnya mudah mengatur Pemilu di Indonesia, karena Pemilu secara tradisional klasik bisa dilakukan dengan tata cara yang dapat dipertanggungjawabkan sebagai cara yang demokratis, akurat dan praktis. Setiap WNI yang memiliki Kartu Penduduk dapat melaksanakan hak pilihnya di TPS di mana saja di seluruh Indonesia, itu akan sangat memudahkan bagi mahasiswa yang merantau. Setelah memberikan suaranya salah satu ibu jari diberi tinta berwarna yang tidak mungikin dicuci dan dihilangkan dalam waktu kurang dari 24 jam, hal ini memang sudah biasa dilakukan. Pemungutan suara hanya dilakukan sekali pada hari yang sama di seluruh Indonesia, hanya berbeda jam pelaksanannya dan pemungutan suara tidak bisa diwakilkan. Karena kemajuan dan kemampuan negara, penggunaan KTP dapat diganti dengan surat panggilan untuk memilih yang dibuat dan digunakan sesuai dengan sistem administrasi yang diatur terlebih dahulu. Pemilih yang akan memberikan suaranya, harus datang sendiri ke TPS yang ditetapkan untuk memilih.
Sudah sangat jelas alur penyerahan data kependudukan tersebut dan sangat mudah untuk tercapainya kesuksesan pemilu ini, tapi masih banyak masalah yang merecoki pesta demokrasi ini. hal ini menunjukan bahwa sistem administrasi negara yang buruk. Wallahu’alam.
Kementrian Kajian Strategis Bem Kema Unpad 2014
Unduh versi .pdf nya disini.
Diposting oleh
Unknown
0
komentar
Read More
Kritis Merespon Kampanye Dalam Kampus (mu!)
Beberapa minggu lagi agenda besar negara kita segera datang, acara yang hanya diselenggarakan 5 tahun sekali. Pemilu menjadi bagian yang tak terpisahkan bagi negara yang telah mantap menganut sistem demokrasi. Sistem yang dikatakan banyak orang sebagai sistem terbaik untuk saat ini. Pemilu sebagai produk demokrasi memiliki peranan untuk memilih wakil rakyat dan pelayan rakyat (pemimpin).
Berdasarkan Peraturan KPU Nomor 15 tahun 2013 pasal 1 ayat 1, pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang - Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Berbicara mengenai pemilu terkait juga dengan kampanye.
Pengertian kampanye pemilu menurut Peraturan KPU yang sama pasal 1 ayat 17, ialah kegiatan Peserta Pemilu untuk meyakinkan para pemilih dengan menawarkan visi, misi, dan program Peserta Pemilu. Adapun fungsi dan tujuan dari kampanye yaitu sarana partisipasi politik warga negara, kewajiban peserta pemilu dalam memberikan pendidikan politik, membangun komitmen antara warga negara dengan peserta pemilu, menawarkan visi, misi, dan program kepada pemilih, serta menyampaikan informasi lain untuk meyakinkan pemilih dan mendapatkan dukungan sebesar-besarnya.
Hal diatas hanyalah pengantar yuridis singkat tentang pemilu beserta kampanye. Kalau kita tahu sebetulnya banyak kandidat calon legislatif (caleg) dan calon presiden (capres) yang berlomba masuk dalam kampus. Entah mereka memberikan materi kuliah umum, peresmian acara, pembicara dalam seminar, dan lain sebagainya. Kita harus tahu terlebih dahulu apa konteksnya, sebagai individu kah atau label publik yang melekat pada dirinya. Sasaran paling strategis adalah kampus karena didalamnya terdapat banyak mahasiswa yang rata-rata adalah pemilih pemula. Data dari KPU ada sekitar 186 juta peserta pemilu 2014, 20 - 30% atau sekitar 40 juta adalah pemilih muda. Bukan angka yang sedikit untung menjaring suara. Alhasil, pemanfaatan dunia kampus adalah salah satu cara untuk melaksanakan kampanye terselubung dengan berbagai cara. Namun, kita juga tidak bisa menuduh tokoh yang datang ke kampus sebagai upaya kampanye karena tidak menyampaikan visi, misi, dan programnya. Dan tidak ada upaya ajakan untuk memilihnya, di dalam UU NO.8 tahun 2012 pasal 86 ayat 1 huruf H, salah satunya terdapat larangan kampanye di tempat pendidikan, termasuk di dalam kampus.
Mahasiswa yang ada di dalam kampus diharapkan cerdas dalam mengawal proses demokrasi yang sedang berlangsung, terlebih tahun 2014 merupakan tahun politik. Disisi lain kita juga bisa menerima pendidikan politik dari berbagai parpol maupun tokoh yang datang. Dalam konteks ini, mereka tidak salah karena salah satu fungsinya memang demikian. Yang kurang tepat ialah apabila kita dimobilisasi untuk mendukungnya. Mari kita bersama-sama kawal supaya tidak ada kampanye di dalam kampus yang mengatasnamakan parpol atau calon presiden. Tolak apabila institusi pendidikan benar-benar dijadikan tempat kampanye, karena bila hal ini terjadi, merupakan pelanggaran terhadap undang-undang.
Kementrian Kajian Strategis BEM KEMA Unpad
Unduh versi .pdf-nya disini.
Diposting oleh
Unknown
0
komentar
Read More
Kajian BPJS-JKN : Tanggapan Kami para Mahasiswa Kesehatan
Sebagai manusia, hakikatnya kita memiliki pikiran yang terbuka dan kritis terhadap lingkungan sekitar, misal terhadap kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah, dalam hal ini adalah JKN.Urgensi, manfaat dan kesiapan kita dalam mengimplementasikan JKN mungkin adalah 3 pertanyaan yang sering terbesit di pikiran kita. Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, mari kita coba mengenal dan memahami sistem yang katanya disusun untuk menyejahterakan rakyat ini.
Jaminan Kesehatan Nasional atau yang biasa disingkat JKN ini adalah bentuk transformasi sekaligus reformasi pelayanan kesehatan di Indonesia yang dulunya lebih dikenal khalayak banyak sebagai Askes (Asuransi Kesehatan) maupun Jamkesmas. Askes, Jamkesmas, Jamsostek, Taspen, Asabri akan bergabung menjadi satu sistem asuransi yaitu SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional). JKN tercantum disana bersama dengan Jaminan hari tua, Ketenagakerjaan, Pensiun, dan Keselamatan kerja.SJSN sendiri dijalankan secara mandiri oleh penyelenggara khusus yang disebut BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial). Prinsip yang digunakan JKN dibandingkan dengan yang terdahulu sebenarnya sama, hanya saja JKN dibentuk dengan tujuan untuk mencakup seluruh warga masyarakat Indonesia. Dan perlu diketahui bahwa program JKN ini telah menjadi prioritas utama bagi reformasi pembangunan kesehatan di Indonesia.
Landasan Hukum
Berikut beberapa landasan hukum yang melatarbelakangi terbentuknya JKN ini :
1. Deklarasi PBB 1948 tentang HAM yang terdiri dari 30 pasal, ada pasal 25 ayat 1 yang menyatakan bahwa, “Setiap orang berhak atas tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya, termasuk hak atas pangan, pakaian, perumahan dan perawatan kesehatan serta pelayanan sosial yang diperlukan, dan berhak atas jaminan pada saat menganggur, menderita sakit, cacat, menjadi janda/duda, mencapai usia lanjut atau keadaan lainnya yang mengakibatkannya kekurangan nafkah, yang berada di luar kekuasaannya”.
2. Agenda sidang tahunan WHO (World Health Organization), yaitu WHA (World Health Assembly) ke 58 tahun 2005 di Jenewa, Swiss. Disebutkan bahwa setiap negara perlu mengembangkan UHC (Universal Health Coverage) melalui mekanisme asuransi kesehatan sosial untuk menjamin pembiayaan kesehatan yg berkelanjutan. Landasan UHC ini juga dikaitkan dengan perwujudan sila ke 5 pada pancasila yaitu “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Dengan pengertian setiap orang di Indonesia ini berhak untuk mendapatkan layanan kesehatan terlepas dari kondisi ekonomi yang ada pada dirinya.
3. UUD 45 hasil amandemen tahun 2002
a. pasal 28H
1. Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
2. Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.
3. Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinyasecara utuh sebagai manusia yang bermartabat.
b. Pasal 34
1. Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara.
2. Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.
3. Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.
Melalui landasan hukum diatas, pemerintah mulai membuat RUU maupun peraturan-peraturan lainnya untuk membangun JKN, berikut ini kronologis upaya pemerintah dalam upaya membangun JKN :
• UU No 40 tahun 2004 tentang SJSN
• UU No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
• UU No.24 Tahun 2011 tentang BPJS
• PP No.101 Tahun 2012 tentang PBI (Penerima Bantuan Iuran)
• Perpres No 12/2013 tentang Jaminan Kesehatan
Dari perjalanan awal pembuatan UU hingga peresmian tanggal 1 Januari 2014 kurang lebih membutuhkan waktu 10 tahun, yang perlu dicermati disini adalah rentang waktu yang sangat lama, khususnya pada UU BPJS itu sendiri. UU BPJS seharusnya selesai maksimum dalam 3 kali masa sidang (sekitar 9 bulan), namun pada kenyataannya mundur menjadi 3 tahun; salah satu penyebab yang paling jelas terlihat adalah pada masa sidang tersebut kurang lebih sekitar total 9 kementrian absen/tidak dating—Apakah ini mencerminkan kesungguhan pemerintah yang memang tujuannya untuk menyejahterakan rakyat?
Secara umum, JKN ada untuk mencegah pemiskinan akibat dari bencana sakit dan sekaligus untuk mencegah kehidupan yang tidak produktif.
Berawal dari sifat kesehatan yang tidak pasti—uncertainty, misal jika seseorang mengidap penyakit berat seperti stroke, ia membutuhkan biaya yang sangat besar dari ratusan juta bahkan hingga milyaran rupiah. Kondisi ini jika menimpa orang yang kaya sekalipun tentunya akan menyebabkan bencana. Untuk itu, JKN dirancang sebagai “jaminan sosial” untuk menghadapi bencana sakit yang dapat datang kapan saja dan dimana saja.
Prinsip-prinsip Dasar Pelaksanaan JKN
Berbicara tentang tujuan JKN untuk menyejahterakan rakyat, sistem ini memiliki prinsip-prinsip yang mendasari tujuan itu, seperti :
• Gotong-royong: peserta yang mampu membantu yang tidak mampu, yang sehat membantu yang sakit, dan yang beresiko rendah membantu yang beresiko tinggi
• Nirlaba: dana hasil iuran (dana amanat) digunakan sepenuhnya untuk kepentingan peserta, tidak menuntut untuk memaksimalkan surplus, hasil pengembangan dan surplus akan dikembalikan untuk kepentingan peserta.
• Portabilitas nasional : peserta tetap mendapatkan jaminan kesehatan yang berkelanjutan meskipun peserta berpindah tempat tinggal atau tempat bekerja dalam wilayah NKRI.
• Prinsip dasar manajemen seperti keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, efisiensi dan efektifitas.
JKN ini sendiri menggunakan mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib bagi seluruh pesertanya (masyarakat Indonesia) dengan membayar premi ke pemerintah atau dibayarkan preminya oleh pemerintah untuk golongan tidak mampu. Prinsip sosial disini membedakan JKN dengan pengertian asuransi tahunan komersil yang umumnya mengedepankan profit dan individualitas. Berbasis asuransi sosial, sistem ini ditujukan untuk mengatasi resiko kesehatan tanpa mengalami hambatan finansial. Rupanya pemerintah ingin masyarakatnya untuk menjadi “insurance minded” dengan mengubah budaya berpikir praktis dan singkat menjadi masyarakat modern yang berpikir panjang tentang resiko kedepan yang akan dihadapi.
Hakikatnya asuransi adalah adanya sistem pengumpulan dana. Dalam JKN ini, dana yang terkumpul dari tiap pesertanya disebut dengan Dana Amanat. Besaran dana iuran sendiri telah diatur dalam Perpres. Dana yang terkumpul digunakan untuk mendanai biaya kesehatan peserta dan hanya sekitar 0.5% dana yang digunakan untuk biaya operasional BPJS. Berbeda dengan Askes yang sebelumnya dikelola oleh BUMN PT Persero yang mematok target laba yang harus dicapai oleh Dewan Direksi dan Komisaris.
Dana yang terkumpul tadi dikembalikan kepada fasilitas kesehatan melalui paket manfaat. Paket manfaat adalah jenis layanan kesehatan yang dijamin dengan batasan maksimum tertentu yang mengandung nilai moral hazard seperti kaca mata dan alat bantu gerak. Tetapi terdapat pula layanan yang tidak terjamin, seperti:
2. Pelayanan yang berada diluar dari fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS
3. Pelayanan yang bertujuan untuk kosmetik,
4. General check up, pengobatan alternatif,
5. Pengobatan untuk mendapatkan keturunan, pengobatan impotensi,
6. Pelayanan kesehatan pada saat bencana
7. Pasien bunuh diri / penyakit yang timbul akibat kesengajaan untuk menyiksa diri sendiri/ bunuh diri/narkoba
Jaminan layanan kesehatan pada BPJS ini menggunakan prinsip cost effective dengan pengertian menjamin kebutuhan bukan keinginan seperti hal estetika.
Peserta dan Pembiayaan JKN
Telah disebutkan bahwa dana untuk penyelenggaraan ini berasal dari rakyat dalam bentuk iuran dan digunakan sepenuhnya untuk rakyat dalam bentuk pelayanan kesehatan. Peserta dalam JKN ini sendiri bersifat wajib dan dibagi menjadi 3 golongan, yaitu :
• Penerima upah mencakup pekerja dan pemberi kerja
• Non-penerima upah (mandiri) mencakup kelompok/keluarga/individu
Untuk WNA yang tinggal di Indonesia lebih dari 6 bulan, wajib juga untuk menjadi peserta. Peserta non-PBI dapat mengikutsertakan anggota keluarga yang lain. Pekerja WNI yang berada di luar negeri sampai saat ini belum jelas, sampai saat ini jawabannya akan diatur dalam perundang-undangan tersendiri.
Kepesertaan JKN ini sendiri ditargetkan berlangsung secara bertahap, yaitu pada 1 Januari 2014 kemarin hanya mencakup peserta PBI, peserta Askes, Jamsostek, anggota PNS dan TNI/Polri dan baru akan mencakup seluruh masyarakat di Indonesia pada tahun 2019.
Untuk non-penerima upah yang notabene-nya berpenghasilan tidak tetap, prosesnya masih rumit, pengumpulan iuran harus dilakukan secara perorangan. Sedangkan untuk pekerja, secara otomatis iuran akan dipotong dengan presentase sesuai dengan gaji yang diterima.
Masalah selanjutnya terdapat pada penetepan keluarga Penerima Bantuan Iuran (PBI), hal ini riskan akan terjadinya error baik inclusion maupun exclusion error seperti halnya dalam daftar penerima Bantuan Langsung Tunai dahulu. BPJS sendiri berkoordinasi dengan Kementrian Sosial dalam mengatasi masalah ini.
Besaran iuran sendiri telah diatur Perpres No. 12 th. 2013 tentang Jaminan Kesehatan.
Pembayaran ke fasilitas kesehatan (tenaga medis) oleh BPJS sendiri dibagi menjadi 2, yaitu untuk pelayanan primer menggunakan sistem kapitasi (tarif paket per diagnosis dari mulai pemeriksaan hingga pengobatan) yang nilainya diatur oleh menteri lewat Permenkes no 69 tahun 2013, sedangkan pelayanan rujukan menggunakan sistem paket (INA-CBG’s).
Pembayaran yang dilakukan oleh JKN (BPJS-Kesehatan), dilakukan setelah 15 hari klaim yang diajukan fasilitas kesehatan lengkap.Terdapat juga manfaat tambahan (additional charge) untuk non-medis akomodasi seperti ambulans (dalam kondisi tertentu).Manfaat tambahan lainnya yaitu tentang kelas perawatan, jika ingin mendapatkan kelebihan pelayanan, peserta dapat membayar selisih dari nilai hak yang ditanggung oleh BPJS. Peran dan hubungan BPJS, fasilitas kesehatan dan masyarakat kurang lebih dapat digambarkan sebagai trias segitiga yang saling berkaitan.
Kendala Pelaksanaan JKN secara Umum
Sebenarnya, uji coba sistem JKN telah dilakukan oleh pemprov DKI Jakarta, dalam program KJS (Kartu Jakarta Sehat), program ini sendiri merupakan “pilot project” dari JKN yang telah berlangsung dalam 1 tahun terakhir. Meskipun premi yang ditetapkan KJS lebih tinggi daripada JKN, masalah-masalah operasional tetap tidak dapat dihindari dari sistem baru ini, mulai dari banyaknya kesalahan pada identitas peserta, sistem pembayaran INA-CBG’s yang riskan menimbulkan banyak RS yang protes karena biaya yang mereka keluarkan untuk merawat pasien tak sebanding dengan jumlah yang diganti pemerintah, pembayaran klaim tidak sesuai dengan tingkat klasifikasi kelas RS, jumlah tenaga medis yang tidak sebanding dengan jumlah peserta yang menyebabkan banyaknya salah diagnosis dan obat, hingga permasalahan kesejahteraan tenaga medis yang masih dipertanyakan.
1. Kontradiksi muncul dari masalah ketidakseimbangan pengelolaan dana, selayaknya JKN ini menetapkan iuran yang lebih besar daripada pengeluarannya, toh nantinya dana yang berlebih akan digunakan pada tahun berikutnya; di sisi lain justru masyarakat sendiri masih keberatan untuk membayar iuran. Hal inilah yang memunculkan berita bahwa terjadi tunggakan pembayaran / utang BPJS pada beberapa fasilitas kesehatan.
Intinya, masalah iuran dalam BPJS ini adalah masalah teknis, bukan masalah politis, dibutuhkan transparansi dan akuntabilitas dalam mengatasinya.
2. Dengan sistem paket pelayanan, tenaga kesehatan akan terdorong untuk meminimalisir pengeluaran agar mencukupi tarif paket. Hal ini menyebabkan adanya penurunan kualitas tindakan seperti pencarian obat yang paling hemat dan lain sebagainya.
Hal ini dapat memunculkan kontradiksi yaitu dengan kembalinya menggunakan peralatan medis yang kebanyakan lebih murah dan umumnya lebih tradisional dan lebih lama.Bukankah hal ini tidak selaras dengan tuntutan jaman yang menginginkan segala sesuatunya berlangsung lebih cepat, efektif dan minim resiko?
Pada awal pelaksanaannya, terdapat perbedaan pelayanan / kelas perawatan antara yang membayar iuran / pengguna Askes sebelumnya / Jamsostek / asuransi sosial lainnya dengan yang dibiayai oleh pemerintah (PBI).
Pemerintah yang hanya menganggarkan 2-4% APBN untuk kesehatan memang akan keberatan untuk meningkatkan standar paket pembiayaan. Mengingat kesehatan adalah Hak dari setiap warga Indonesia, Indonesia sebenarnya dapat belajar pada Negara Kuba, dengan kondisi ekonomi negara yang tidak jauh berbeda saja dapat menganggarkan APBN khusus untuk bidang kesehatan mencapai 12%. Pemerintah tidak perlu khawatir akan merugi karena kesehatan masyarakat akan berimbas pada peningkatan kualitas kerja (productivity) sehingga akan meningkatkan pajak dan pendapatan Negara pula.
Selain itu sistem INA-CBG’s yang bermasalah di kebanyakan RS bisa disiasati seperti yang telah dilakukan salah satu RS di Tangerang, RS ini telah menformulasi INA-CBG’s dengan penerapan case-mixed dan terbukti RS ini mendapatkan untung besar pada 2 bulan perjalanan JKN. Disamping itu, sistem INA-CBG’s terbaru saat ini (4.0) telah memperkecil perbedaan harga paket dalam tiap tipe rumah sakit, yaitu hanya berkisar 20-40 persen.
Titik berat yang harus dicermati dalam sistem ini adalah bagaimana sosialisasinya.BPJS harus memiliki langkah tepat untuk menjelaskan tentangpembayaran iuran yang bersifat wajib bagi peseta non-PBI / peserta mampu. Masyarakat tentunya akan sensitif apabila mendengar pernyataan wajib membayar, padahal sebenarnya pembayaran seperti itu telah mereka lakukan pada era sebelum JKN.
Jangankan untuk masyarakat.Sosialisasi BPJS diantara tenaga kesehatan juga masih simpang siur.Pengajuan klaim, batas rawat dan pembatasan penggunaan obat adalah masalah yang paling sering diberitakan.
Untuk pekerja yang pembayarannya diakumulatifkan dengan pemotongan gaji, sosialisasi akan lebih mudah (karena mereka secara otomatis akan mempertanyakan pemotongan gaji). Lembaga penyelenggara kerja sebaiknya diwajibkan untuk mendaftarkan pekerjanya pada BPJS.Selama ini, yang secara langsung mengoordinir anggotanya adalah Badan-Lembaga-Perusahaan milik pemerintah ataupun milik swasta yang masiv.Untuk lembaga yang berjalan jangka panjang apalagi jika diintegrasikan dengan izin pengadaan perusahaan (seluruh pekerja harus terdaftar BPJS, misalnya), maka pelaksanaannya akan lebih mudah dan dalam sekali jalan.
Jika masyarakat kota saja banyak yang tak tahu menahu, apalagi mereka di tempat terpencil?
Bagaimana pemenuhan target 2014; 50% terdaftar BPJS?75% kepuasan rakyat?
Untuk masyarakat awam yang tengah digempur internet, banyak artikel yang kebenarannya masih dipertanyakan.Pembaca biasa juga tidak semuanya memahami penjelasan belasan dasar hukum maupun 48 lembar aturan BPJS tertulis yang dituangkan dalam beberapa .ppt pencerdasan yang strukturnya tak kalah rumit.Lebih persuasif dan mudah dicerna adalah salah satu tantangan penyampaian sistem BPJS; tentu saja bukan hanya penyampaian via internet; tapi tatap muka dan penyuluhan-penyuluhan melalui Primary Health Care (PHC).Tentu bisa jika diusahakan bersama.
3. Selanjutnya adalah tentang pengggolongan peserta PBI dan non-PBI itu sendiri, JKN harus memiliki kriteria tegas mengingat banyak sekali masyarakat yang mengaku-ngaku tidak mampu padahal mampu. Perlu ditegaskan bagaimana penggolongan yang tepat agar tidak terjadi salah sasaran.
4. JKN ini diharapkan dapat menyelesaikan masalah kesehatan pada fasilitas kesehatan tingkat primer, rujukan ke tingkat sekunder harus melalui tingkat primer kecuali dalam kondisi yang benar-benar darurat dan ketidaktersediaan peralatan maupun incapability pada tingkat primer.
Realita yang ada di Indonesia kini adalah persebaran baik dari segi infrastruktur maupun sumber daya yang belum merata, diperlukan percepatan pembangunan disini, BPJS sendiri berkewajiban untuk memberikan kompensasi untuk daerah-daerah yang masih tertinggal meliputi penggantian uang tunai untuk pelayanan kesehatan dan transportasi, pengiriman tenaga kesehatan, dan juga yang paling penting adalah penyediaan/pembangunan fasilitas kesehatan itu sendiri.
5. Masalah krusial dalam penerapan suatu sistem salah satunya adalah pengawasan, pada JKN, BPJS wajib melakukan laporan keuangan dan pengelolaan program tahunan yang telah di audit oleh akuntan publik pada presiden dan juga DJSN. DJSN (Dewan Jaminan Sosial Nasional) adalah lembaga yang dibentuk oleh lembaga eksekutif yang memiliki fungsi monitoring dan evaluasi kinerja BPJS disamping dengan fungsi tanggung jawab yang dimiliki oleh Menkes.
Disamping itu, BPJS sendiri memiliki pengawas internal yang terdiri dari dewan pengawas dan satuan pengawas internal, dan badan pengawas eksternal yaitu DJSN dan lembaga pengawas independen.
Pandangan Kedokteran
Secara keseluruhan, meski sempat tersendat, program yang pencanangannya sudah dimulai kira-kira 9 tahun lalu ini akhirnya telah disahkan dengan cukup baik. Dalam prosesnya, pengesahan dasar-dasar hukum BPJS banyak dikritisi oleh mahasiswa—dengan pergerakkan paling nyata adalah melalui ISMKI yang pada tahun 2011 mengirimkan hasil kajian mereka kepada para stakeholder terkait. Kajian berupa tanggapan, kritikan dan tuntutan ini ditanggapi secara positif oleh para stakeholder.
Sistem ini sebenarnya cukup baik diterapkan di Indonesia. Hal ini berdasarkan dengan UU no. 39 tahun 1999 yang menyatakan bahwa kesehatan adalah salah satu hak dasar manusia, pemerataan kualitas pelayanan kesehatan di Indonesia dan juga mendorong pelayanan kesehatan primer menjadi ujung tombak penyelesaian masalah kesehatan di masyarakat. Sehingga, peran dokter layanan primer sebagai gate-keeper menjadi otomatis wajib ditingkatkan kompetensinya. Setelah itu, anggapan masyarakat tentang dokter puskesmas yang tidak kompeten menjadi tidak beralasan. Hal ini juga memunculkan polemik baru di ranah pendidikan dokter dengan dikeluarkannya UU no 20 tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran yaitu tentang penambahan masa pendidikan berkisar 2-3 tahun untuk mendapatkan setifikasi DLP (Dokter Layanan Primer).Tetapi, hal tersebut diatas penting adanya sekaligus sehubungan dengan menyambut AFTA 2015 yang membutuhkan daya saing tinggi di berbagai bidang, khususnya kesehatan dan tenaga medis.
Namun lagi-lagi semuanya akan menjadi terbentur dengan pelaksanaan di lapangan. Dimulai dari pengelolaan serta pengawasan dana yang riskan, pendataan peserta yang masih rumit, follow up hasil uji coba seperti KJS masih belum jelas, beban ekonomi negara dan masyakat membuat lebih ingin menyimpan uang cash dibanding berkewajiban membayar premi, dan sosialisasi yang masih kurang. Hal sosialisasi ini menjadi momok bagi JKN, stigma pelayanan gratis yang muncul dari kata ‘jaminan’ bisa mengubah mind-set masyarakat menjadi menyepelekan kesehatannya.Padahal jika dilihat dari data yang ada, pemilik NPWP yang mengindikasikan pembayar pajak di Indonesia saja masih dikisaran 10 %, artinya nilai tersebut masih sulit untuk menjamin kesehatan seluruh masyarakat secara gratis.Jika dilihat dari dampak fiskal yang terjadi dari penerapan sistem universal ini, Indonesia memerlukan adanya perencanaan peningkatan anggaran belanja kesehatan yang sampai saat ini masih berada di kisaran 3 % PDB (Produk Domestik Bruto) dengan rasio pajak negara terhadap PDB ini masih di kisaran 12,3 %. Bandingkan dengan negara-negara yang memang sudah mapan dalam menerapkan sistem ini, PDB mencapai 6-11 % dengan rasio pajak negara terhadap PDB mencapai 20 %. Namun, ada baiknya hal ini tidak menjadi kambing hitam dari kekurangan sistem apabila diterapkan di Indonesia, karena melihat Muangthai (Thailand) yang ternyata mampu menunjukan dampak positif (kenaikan rasio pajak) dengan perluasan jaminan kesehatan yang diterapkannya.
Kontradiksi lainnya adalah BPJS ini juga menanggung pasien yang berhubungan dengan lifestyle seperti rokok, minum alkohol, dan HIV/AIDS.Jadi terkesan sistem ini tidak mengedukasi perubahan lifestyle pada masyarakat.Pengecualian untuk HIV/AIDS sesuai dengan anjuran WHO karena alasan kemanusiaan.
Jika kita melihat Amerika Serikat misalnya, negara adidaya yang sudah sedemikian majunya, menerapkan sistem seperti ini (Obama care), pada akhirnya berujung dengan shutdownoperasional negaranya.Beberapa lembaga juga telah mengkaji sesungguhnya disamping kelemahan dan kekurangan sistem ini karena masih baru, keluhan yang muncul di masyarakat secara umum berasal dari kurangnya sosialisasi, sehingga masyarakat menjadi kurang bahkan tidak mengerti dengan program ini.
Gaji pokok yang sesuai untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga dan peningkatan kompetensi sebagaimana yang diwajibkan (poin kehadiran seminar dan pelatihan, misalnya) sangat dibutuhkan.Fakta bahwa dokter yang tadinya hanya perlu memikirkan bagaimana kesehatan pasien, kini harus juga memikirkan klaim jasa dapat menghambat kinerjanya.Selain itu, memang untuk sekarang pengguna klaim BPJS masih sangat sedikit sehingga tampaknya klinik dan tenaga kesehatan tidak terlalu dirugikan secara finansial. Tapi kelak ketika semua orang telah memahami haknya, pendapatan yang hanya dari kapitasi itu tak akan memadai.
Bagaimana dengan dokter di wilayah terpecil dengan penduduk yang minim?
Untuk penerapannya, Indonesia rasanya belum siap dan membutuhkan kerja ekstra agar sistem ini berjalan sesuai dengan tujuan awal.Dan yang perlu diingat bahwa tidak ada program yang sempurna, kesalahan dan ketidakbenaran itu tetap diperbaiki seiring dengan berjalannya program ini secara terus-menerus.Program ini harus didukung demi Indonesia bebas kendala biaya kesehatan, lebih produktif dan berekonomi kuat.
Pandangan Kedokteran Gigi
Sebenarnya, tidak ada perbedaan signifikan antara pelayanan oleh dokter umum maupun dokter gigi.Yang biasa disorot odalah pembayaran biaya kapitasi dokter gigi yang hanya seharga Rp. 2.000,-/orang/bulan. Bila dibandingkan dengan biaya kapitasi dokter yang mencapai Rp. 8.000,- hingga Rp. 10.000,-, kisaran tersebut dianggap cukup memberatkan.
Dari hasil wawancara dengan Ketua PDGI Kab.Karawang, untuk sosialisasi BPJS pada pelayan kesehatan sendiri sudah mumpuni dan dari jauh-jauh hari.Namun, sosialisasinya untuk masyarakat luas masih sangat minim.Akibatnya, dari sebuah klinik yang mendapat jatah 9000 penduduk, hanya 100 orang yang meng-klaim BPJSnya.Hal ini memang menguntungkan klinik secara finansial—bukan tidak mungkin klinik tersebut bukannya meningkatkan perannya dalam bidang preventive dan gate-keeper di PHC, malah mereka bisa menahan informasi BPJS untuk menekan angka klaim.Hal ini didukung dengan pembiayaan BPJS untuk tenaga dokter yang diatur oleh klinik secara mutlak sehingga bila angka klaim rendah, kliniklah yang diuntungkan.
Untuk klaim dari seorang dokter gigi ke klinik dalam pembiayaan tergolong minim masalah. Permintaan refund yang minor cenderung lebih mudah. Mereka sebagai pelayanan kesehatan tingkat pertama dapat merujuk pasien jika memang tidak dapat menangani pasien tersebut.Pasien yang dirujuk ini cenderung memiliki resiko dan penanganan dengan tingkat kesulitan tinggi sehingga biaya yang mereka butuhkan juga relatif lebih tinggi.Klaim dari tingkat rumah sakit inilah yang cenderung lebih sulit dan ribet prosedurnya, sehingga manajemennya perlu lebih diefisienkan.
Pandangan Kebidanan
Masalah terbesar yang dialami bidan dalam sistem BPJS adalah mereka tidak dibayar dengan sistem Kapitasi, tapi pay-per-services. Ini cukup memberatkan karena setiap paket tindakan sudah ditentukan dananya dengan spesifik (tidak bisa menentukan berdasar kesulitan) dan sistem BPJS ini tidak memfasilitasi mereka untuk menjadi Bidan pelayan keluarga yang mem-promote tindak preventif resiko kehamilan.
Jika dilihat dari pasien, sistem ini juga menyebabkan mereka harus bolak-balik dari klinik ke bidan karena pengambilan obat dan sebagainya diatur oleh klinik, sementara pemerikaan oleh bidan.Hal ini dapat berbahaya karena track record dan penanganan pasien tidak diawasi langsung secara utuh oleh bidan. Resiko kehamilan tinggi bisa saja tidak dapat dideteksi dengan PNC dari dokter umum di klinik-klinik, sementara jika pasien meninggal saat melahirkan—bidanlah yang akan direpotkan. Bidan sendiri juga dirugikan secara komersial karena jika mereka ‘terpaksa’ bekerja sama dengan klinik, pembayaran mereka pun akan dipotong biaya administrasi yang bisa mencapai 1/3 nya.
Jika sistem ini tidak segera diperbaiki, tindakan beberapa bidan Surabaya yang akhirnya menolak pasien BPJS karena kesimpangsiurannya dapat menyebar ke wilayah-wilayah lain di Indonesia.
Pandangan Farmasi
Menurut departemen kesehatan kesalahan medis (medical errors) yang sebetulnya bisa dicegah. Kesalahan pengobatan yang paling besar terjadi pada proses ordering. Pengobatan sangat erat sekali dengan ketenagakerjaan farmasi.Peran farmasi dalam kesehatan sangat penting, banyak orang berpikir bahwa seorang farmasis hanya membuat obat kemudian menjualnya. Berbicara tentang kesalahan pengobatan jelas disini yang bertanggung jwab adalah seorang apoteker.Penggunaan obat rasional merupakan hal utama dari pelayanan kefarmasian. Dalam mewujudkan pengobatan rasional, keselamatan pasien menjadi masalah yang perlu di perhatikan.Di rumah sakit dan sarana pelayanan kesehatan lainnya, kejadian medication error dapat dicegah jika melibatkan pelayanan farmasi klinik dari apoteker yang sudah terlatih. Saat ini di negara-negara maju sudah ada apoteker dengan spesialisasi khusus menangani medication safety.
1. Dengan jumlah penduduk hampir 250juta, sudah seimbangkah perbandingan jumlah warga negara dengan perbandingan jumlah apoteker yang ada dalam pelayanan kefarmasian? Siapa yang memiliki tanggung jawab dalam itu?
UU No 36 Tahun 2009 Pasal 26 (1) menyatakan bahwa Pemerintah mengatur penempatan tenaga kesehatan untuk pemerataan pelayanan kesehatan. (2) Pemerintah daerah dapat mengadakan dan mendayagunakan tenaga kesehatan sesuai dengan kebutuhan daerahnya.
Kementerian Kesehatan menyatakan, jumlah Puskesmas maupun Rumah Sakit yang tersebar di Indonesia adalah 10 ribu RS dan Puskesmas sedangkan jumlah apoteker yang terdaftar di Kemkes hanya berjumlah 1.938 orang. Kemkes menyatakan jumlah apoteker ini baru mencapai 20% dari total jumlah RS dan Puskesmas yang ada di Indonesia. Profesi farmasi belum menjadi prioritas utama dalam pendistribusian tenaga kesehatan kedaerah-daerah.Hal ini dapat dilihat dari angka yang ada.Padahal untuk mengurangi medication error pada saat berlakunya UU BPJS ini diperlukan penambahan tenaga kefarmasian yang sangat signifikan, agar tidak terjadi lagi pasien meninggal karena kesalahan dalam pemberian obat.
2. Penyebaran tenaga kefarmasian yang belum merata di seluruh Rumah sakit maupun puskesmas yang ada di Indonesia terutama daerah-daerah terpencil. Mengacu pada pedoman bangsa Indonesia yaitu pancasila utamanya sila kee-5 yaitu “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Hal ini menunjukan bahwa keadilan dalam bidang kesehatan di Indonesia belom adil secara menyeluruh karena masih ada yang belum bisa mendapatkan hak nya dalam salah satu kebijakan pemerintah ini yaitu SJSN. Kembali ke permasalahan pertama yaitu kurangnya tenaga kefarmasian, kita asumsikan permasalahan pada poin pertama terselesaikan yang menjadi evaluasi juga untuk profesi farmasi, sudah mau kah kita mengabdi di daerah terpencil untuk mengamalkan ilmu yang kita punya demi peningkatan kualitas masyarakat indonesia, terutama di daerah pinggir Indonesia.
Pandangan Keperawatan
Perawat berada pada posisi kunci untuk melaksanakan pendidikan kesehatan, karena perawat merupakan pemberi perawatan kesehatan yang mengadakan kontak secara berkesinambungan dengan pasien dan keluarga dan biasanya menjadi sumber informasi yang paling dapat diakses oleh pasien dan keluarga tersebut.Oleh karena itu pengajaran pada pasien dan keluarga menjadi fungsi yang lebih penting lagi dalam lingkup praktik keperawatan.
Perawat dianggap sebagai perantara informasi/pendidik yang dapat membuat perbedaan penting pada cara pasien dan keluarga mengatasi penyakitnya, cara pasien dan keluarga mendapat manfaat dari pendidikan yang ditujukan untuk pencegahan penyakit dan promosi kesehatan. Tanggung jawab perawat untuk memberikan perawatan kepada konsumen dapat dipenuhi sebagian melalui pendidikan yang didasarkan pada prinsip-prinsip pengajaran dan pembelajaran yang kuat. Kunci untuk memberikan pendidikan yang efektif pada pasien dan keluarga adalah perhatian dan komitmen perawat yang konsisten dengan perannya sebagai educator/pendidik.
1. Selain itu, meningkatkan peran perawat dalam care giver dan care educator, dalam keperawatan mengenal perawat komunitas, perawat inilah yang menjadi garda utama dalam preventif dan promotif di masyarakat. Di beberapa negara maju, perawat komunitas yang berperan aktif dalam pemberian pendidikan tentang kesehatan. Tapi kekurangannya adalah sebaran perawat di Indonesia dan kompetensi yang belum merata dan setara, belum tersedianya fasilitas memadai di tingkat Pelayanan Kesehatan primer, atau kurang percayanya masyarakat terhadap puskesmas.
2. Selain itu belum adanya payung hukum yang jelas dari sisi keperawatan. Jika BPJS dibarengi UU Keperawatan maka perawat akan mendapat haknya yang adil secara hukum dan professional. Bagi masyarakat juga terlindungi secara proporsional yaitu meminimalkan kesalahan prosedur dan tindakan kesehatan. 75% pelayanan kesehatan di rumah sakit termasuk kegiatan promotif atau pencegahan penyakit pada masyarakat yang banyak ditangani perawat, hal itu juga didukung oleh fakta lapangan bahwa 60% tenaga kesehatan adalah perawat. Hal ini menunjukkan perawat berperan vital.
Kehadiran BPJS dibarengi UU Keperawatan sangat penting untuk mengatur pelayanan perawat secara professional.Pengaturan ini pada hakekatnya bertujuan untuk meningkatkan mutu perawat dan pelayanan keperawatan.Lebih jauh lagi dimaksudkan untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada perawat dan klien serta meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Unduh versi .pdf-nya disini.
Kementrian Kajian Strategis
Badan Eksekutif Mahasiswa
berkerja sama dengan Kastrat Fakultas Medical Complex
Keluarga Mahasiswa Universitas Padjadjaran
Sekretariat: StudentCenter Kav. 23 Kampus Unpad Jatinangor
Website: kema.unpad.ac.id, E-mail: kema@unpad.ac.id
Diposting oleh
Unknown
40
komentar
Read More
Dana Haji di-Korupsi!
Haji merupakan salah satu dari rukun Islam, tepatnya ditempatkan pada nomor lima. Karena haji termasuk ibadah yang membutuhkan kesiapan mental, material, lahiriyah, dan bathin. Menunaikan ibadah haji dilakukan pada satu waktu yang telah ditentukan yaitu bulan Zulhijjah, pelaksanaannya dilakukan di Arab Saudi. Secara estimologi (bahasa), Haji berarti niat (Al Qasdu), sedangkan menurut syara’ berarti Niat menuju Baitul Haram dengan amal-amal yang khusus.Temat-tempat tertentu yang dimaksud dalam definisi diatas adalah selain Ka’bah dan Mas’a (tempat sa’i), juga Padang Arafah (tempat wukuf), Muzdalifah (tempat mabit), dan Mina (tempat melontar jumroh). Haji juga merupakan syiar yang agung dan ibadah yang mulia, dengannya seorang hamba akan mendapatkan rahmat dan berkah yang menjadikan setiap orang muslim sangat rindu untuk segera melaksanakannya.
Adapun beberapa kegiatan yang harus dilakukan ketika prosesi haji, diantaranya adalah :
Rukun haji
Wajib Haji
1. Ihram dimulai dari miqat yang telah ditentukan
2. Wuquf di Arafah sampai matahari tenggelam
3. Mabit di Mina
4. Mabit di Muzdalifah hingga lewat setengah malam
5. Melempar jumrah
6. Mencukur rambut
7. Tawaf Wada’
Tapi kami tidak akan menjelaskan secara terperinci mengenai haji dari konteks pengertiannya, tapi lebih ke penyelenggaraannya, khususnya di Indonesia. Indonesia tercatat sebagai negara pengirim delegasi haji terbesar di dunia. Berdasarkan data dari Kementerian Haji Arab Saudi, jumlah total jamaah haji pada tahun 2011 adalah 2.927.717 orang. Dari jumlah tersebut, sekitar 7,5% atau 219.693 orang berasal dari Indonesia. Persentase jamaah Indonesia menjadi lebih besar menjadi 12% jika yang dihitung adalah jumlah jamaah haji yang berasal dari luar Arab Saudi yang keseluruhannya berjumlah 1.828.195 orang. Dengan banyaknya jumlah delegasi Indonesia tersebut, cukup rawan sekali terhadap penyelewengan dalam hal penambahan kuota jamaah, fasilitas pendukung, biaya atau tarif perjalanan, dan lain sebagainya. Dalam penyelenggaraan ibadah haji (PIH) memiliki kompleksitas pengelolaan yang rumit, karena besarnya jamaah haji dari Indonesia yang melaksanakan ibadah tersebut.
KPK berinisiatif melakukan kajian PIH sebagai pelaksanaan UU no. 30 tahun 2002 dimana Pasal 6 huruf e, KPK mempunyai tugas melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara. Kemudian dipertegas lagi dalam Pasal 14, dalam melaksanakan tugas monitor KPK berwenang melakukan pengkajian terhadap sistem pengelolaan administrasi di semua lembaga negara dan pemerintah, memberi saran kepada pimpinan lembaga negara dan pemerintah untuk melakukan perubahan jika berdasarkan hasil pengkajian, sistem pengelolaan administrasi tersebut berpotensi korupsi, dan melaporkan kepada Presiden, DPR, dan BPK jika saran KPK mengenai usulan perubahan tersebut tidak diindahkan. Setiap tahun pemerintah memberikan daftar biaya penyelenggaraan haji, ditentukan tergantung dari embarkasi pemberangkatannya. Ibadah haji bisa dikatakan ibadah khusus, maka dari itu menurut pemerintahpun biaya penyelenggaraannya pun juga khusus. Dalam penyelenggaraan ibadah haji ini rawan juga dengan namanya penyelewengan. Khususnya dalam penyetoran biaya dan penambahan kuota haji.
Mengenai penyelenggaraan haji telah diatur oleh undang-undang Nomer 13 tahun 2008, yang didalamnya mengatur tentang pembinaan, pelayanan, dan perlindungan tehadap jemaah haji. Namun, ada beberapa hal yang perlu dikritisi :
1. Dalam pasal 1 ayat 1 menyebutkan “Ibadah haji adalah rukun Islam kelima yang merupakan kewajiban sekali seumur hidup bagi setiap umat Islam yang mampu menunaikannya.”
Dalam beberapa kasus, umat Islam di Indonesia yang tergolong sangat mampu bisa menunaikan ibadah haji lebih dari satu kali. Padahal dengan adanya undang-undang tersebut diharapkan jemaah mengerti dan mampu memahaminya. Namun, dengan adanya biaya haji plus, orang yang sangat mampu bisa melakukannya lebih dari satu kali. Selain itu, pejabat di Kementerian Agama baik di level daerah maupun pusat dapat berkali-kali melakukan kunjungan berkali-kali dengan dalih mendampingi.
2. Masa tunggu bisa mencapai 10 tahun
Bayangkan jemaah di Indonesia yang telah memiliki kemampuan materi sekalipun masih harus menunggu masa pemberangkatannya. Rata-rata di sejumlah daerah yang tingkat keminatannya tinggi akan berangkat sekitar 5-10 mendatang. Hal itulah yang melatarbelakangi adanya jemaah ingin berangkat lebih cepat dengan menyetorkan “uang khusus”.
3. Kuota haji dipotong 20 persen oleh Pemerintah Arab Saudi
Soal kuota haji tahun 2013 dan 2014 mengalami pemotongan dari jumlah total kuota semula. Total kuota awal adalah 212.000 orang. Setelah dipotong, kuota tinggal 158.800 orang. Berikut ada 6 alasan yang dijelaskan Menteri Agama RI Surayadharma Ali, yaitu :
Berdasarkan surat dari Kementerian Haji Kerajaan Arab Saudi pada hari Kamis 6 Juni 2013 disampaikan, karena keterlambatan penyelesaian rehabilitasi Masjidil Haram dan demi menjamin keselamatan Jamaah haji, maka Pemerintah Kerajaan Arab Saudi mengurangi kuota haji tahun 2013 di seluruh dunia sebesar 20% dari kuota dasar sesuai kesepakatan negara OKI bagi seluruh negara pengirim jamaah haji tanpa kecuali.
Keterlambatan rehabilitasi Masjidil Haram berakibat pada berkurangnya kapasitas daya tampung tempat tawaf yang semula dapat menampung jamaah sebanyak 48.000 dalam satu jam, hingga hanya dapat menampung sebanyak 22.000 jamaah dalam satu jam.
Pemerintah Arab Saudi melakukan pengurangan kuota jamaah haji Indonesia 2013 sebesar 20% atau sejumlah 42.200 orang. Dengan demikian kuota Jamaah Haji Indonesia pada tahun 2013 akan menjadi 168.800 jamaah dari semula 211.000 jamaah.
Sehubungan dengan hal tersebut Menterian Agama RI atas nama Pemerintah Republik Indonesia akan segera melakukan pembahasan langsung dan upaya diplomasi dengan Pihak Pemerintah Kerajaan Saudi, khususnya dengan Menteri Haji Arab Saudi dan pihak-pihak terkait di Arab Saudi mengenai kebijakan pengurangan kuota serta memohon dispensasi implementasi kebijakan tersebut bagi Indonesia.
Kami mengimbau kepada calon jamaah haji yang telah melunasi dan mendapatkan porsi haji tahun 2013 yang berjumlah 180.000 jamaah, untuk bersabar menunggu kebijakan Kementerian Agama setelah pembahasan dengan pihak Pemerintah Arab Saudi. Sambil menunggu hasil pembahasan tersebut, saat ini Kementerian Agama telah mempersiapkan langkah-langkah antisipasi apabila kebijakan pengurangan jamaah haji Indonesia tersebut.
Kepada calon jamaah haji yang kemungkinan akan terkena dampak dari kebijakan Pemerintah Arab Saudi terkait pengurangan kuota ini, Kementerian Agama menjamin akan kepastian mendapatkan alokasi kuota keberangkatannya pada tahun 2014, dan kepada mereka tidak akan dikenakan biaya tambahan biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) apabila terjadi selisih lebih pada tahun 2014.
5. Temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dana haji yang menyimpang
PPATK menemukan beberapa dugaan penyelewengan dana haji dari tahun 2004-2012 yang mengalir ke sejumlah pejabat Kementrian Agama (kemenag). Aliran uang tersebut berasal dari calon jemaah haji yang menyetorkan dana haji ke rekening dengan atas nama Menteri Agama. Berdasarkan Pasal 21 Undang-Undang 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji memang mengatur bahwasanya calon jamaah haji mengirimkan setoran awal ke rekening atas nama Menteri Agama, namun tidak bisa seenaknya menggunakan menggunakan rekening tersebut, karena selalu diawasi oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dan Inspektorat Jenderal.Dana yang disetorkan ke rekening atas nama Menteri yang berada di Bank Penerima Setoran, baik bank syariah maupun konvensional milik pemerintah, nantinya akan dipecah.
Bank yang mendapatkan setoran dana haji tersebut ada 27 bank. Kebijakan Kementerian Agama yaitu membagi dana tersebut sebagian besar untuk sukuk karena dinilai lebih aman dan memberikan prosentase bagi hasil.Menurut Jasin, Inspekorat Jenderal Kementerian Agama RI, mengatakan bunga dari sukuk dan bank tersebut akan digunakan secara langsung untuk penggunaan ibadah haji. Juga untuk proteksi di antaranya atas nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika dan inflasi yang terjadi setiap tahun.Namun, dana sebanyak itu disinyalir tidak dikelola secara transparan sehingga berpotensi dikorupsi. Misalnya, pemilihan bank untuk penempatan dana haji tidak dilakukan dengan parameter yang jelas.Contoh ketidaktransparanan lain adalah mekanisme penukaran valuta asing (valas) dalam penyelenggaraan haji. Penukaran valas selalu dilakukan di tempat penukaran yang itu-itu saja, sementara tidak dijelaskan apa parameter dalam memilih tempat penukaran valas.
Selama kurun waktu dari tahun 2004-2012 dana haji yang dikelola mencapai 80 Triliun dengan hasil imbalan 2,3 triliun per tahun, dan yang ditemukan PPATK ada sekitar 230 miliar yang transaksinya mencurigakan. PPATK juga telah menyebutkan inisial yang diduga melakukan korupsi dari Kementrian Agama, yaitu HWH, FR, dan dua orang berinisial AR. Direktorat jenderal (dirjen) Haji dan Umroh Kemneterian Agama, Anggito Abimanyu, menutur bahwa dia tidak tahu-menahu adanya penyelewengan dana haji tersebut.
Selain itu, PPATK juga mendapatkan sejumlah pegawai negeri di lingkungan Kementrian Agama tersebut yang terindikasi menggelapkan setoran uang ke rekening pribadinya. Modusnya ialah dana yang dari BPIH berpindah dari rekening pribadi pegawai dan kemudian dipindahkan lagi ke rekening pegawai lainnya. Motifnya juga bervariasi ada yang digunakan untuk membeli mobil dengan uang tersebut.
Dalam kasus ini, KPK sudah mengumpulkan berbagai informasi dan data terkait laporan-laporan yang mengindikasikan adanya keterlibatan dari oknum-oknum di Kementrian Agama. Pada tanggal 6 Februari 2014, KPK telah melakukan penyelidikan pengelolaan dana haji tahun 2012-2013. Menurut juru bicara KPK, Johan Budi, lembaganya telah meminta keterangan dari sejumlah pihak yaitu Anggota Komisi Agama dari Partai Persatuan Pembangunan Hasrul Azwar dan bekas Anggota Komisi Agama dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Jazuli Juwaini yang kini di Komisi Pemerintahan. KPK masih melakukan pengembangan kasus termasuk menunggu informasi laporan internal dari inspektoral jenderal yang memiliki kewenangannya untuk meng-audit kementriannya.
Sebelumnya, pada tanggal 23 Juni 2010, LSM di Indonesia yang bergerak di bidang antikorupsi yaitu Indonesia Corruption Watch (ICW) menyoroti penyelenggaraan haji yang dinilai rentan terhadap korupsi. ICW menemukan potensi indikasi korupsi dalam Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) pada tahun 2010, terutama dalam pelayanan jamaah. Menurut Firdaus, koordinator Divisi Pusat Data dan Analis ICW mengatakan dalam usulan BPIH oleh Kementerian Agama kepada DPR, biaya tidak langsung yang akan digunakan untuk kepentingan petugas haji senilai Rp 859,4 miliar. Hal itu terdiri dari biaya penerbangan petugas Rp 16,6 miliar, pelayanan petugas Rp 5,1 miliar, biaya operasional petugas di Arab Saudi Rp 355,8 miliar, biaya operasional dalam negeri Rp 4775,5 miliar, serta petugas keamanan Rp 4,2 miliar. Semua biaya tidak langsung ini ditanggung oleh semua calon jemaah haji melalui bunga dari setoran awal.
Manajer Monitoring Pelayanan Publik ICW Ade Irawan menambahkan, dalam komponen biaya tak langsung sejumlah kegiatan tidak jelas, antara lain untuk pembentukan citra sebesar Rp 12,5 miliar, honor petugas haji Rp 43,7 miliar, media centre Rp 2,3 miliar, jasa konsultan dan pengacara Rp 11,5 miliar, pelatihan pelatih (TOT) untuk petugas Kantor Urusan Agama Rp 2,5 miliar, serta seragam petugas Rp 600 juta.Ade juga menambahkan, penggunaan uang calon jemaah untuk kepentingan pegawai Kementerian Agama dan anggota DPR bertentangan dengan UU Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji. Pasal 11 Ayat 4 menyebutkan, biaya operasional panitia penyelenggara ibadah haji dan petugas operasional pusat serta daerah dibebankan pada APBN dan APBD.Sebelumnya pada tanggal 7 Mei 2010, KPK telah menyampaikan temuan mengenai 48 titik rentan korupsi dalam sistem penyelenggaraan haji. Titik rentan itu berada pada aspek regulasi, kelembagaan, tata laksana, dan manajemen sumber daya penyelenggara haji oleh Direktorat Jenderal Penyelenggara Haji dan Umrah Kementerian Agama yang lemah.
Kemudian pada hari Senin tanggal 10 Februari 2014, juru bicara KPK, Johan Budi, meluruskan pemberitaan bahwa lembaganya sedang menyelediki penyelenggaraan hajinya, belum ke ranah setoran dana hajinya. Dalam penyelenggaraan haji ada diantaranya tentang pengadaan barang dan jasa. Dalam pengadaan yang tahun pelaksanaannya 2012-2013 itu diperkirakan bernilai 100 miliar rupiah. Dalam pengadaan barang dan jasa tersebut termasuk diantaranya ada katering, pengadaan bus, dan pemondokan. Irjen Kementrian Agama, M. Jasin yang jugva mantan pimpinan KPK menyebutkan dana haji tersebut dikorupsi oleh pejabat di lingkungan Dirjen Penyelenggara Haji dan Umroh Kementerian Agama. Berdasarkan laporan PPATK mengungkapkan dana tersebut dipakai salah satunya untuk membeli mobil mewah.
Pada tanggal 19 Maret 2014, KPK juga telah mengundang Dirjen Penyelenggara Haji dan Umroh, Anggito Abimanyu untuk dimintai keterangannya. Menurut Wakli Ketua KPK, Bambang Widjayanto menyatakan ada tiga fokus dalam penyelidikan kasus dana korupsi dana haji pada tahun 2012-2013, yaitu Pertama berkaitan dengan biaya perjalanan ibadah haji, dana haji, kedua, berkaitan dengan soal komondasi pengadaan, dan ketiga berkaitan dengan orang-orang yang dapat fasilitas-fasilitas untuk pergi ke sana. Pihaknya akan fokus dalam melacak tiga hal yang disebutkan diatas.
Menurut Koordinator Investigasi dan Advokasi Fitra, Uchok Sky Khadafi, seharusnya KPK sudah bisa mengeluarkan nama tersangka yang diduga melakukan korupsi dalam pengelolaan dana haji tersebut.Ucok menambahkan, KPK harus tetap memberikan informasi terbaru soal penyelidikan dana haji. Ucok menangkap kesan KPK tidak serius dalam menelusuri kasus di kementerian yang dipimpin Suryadharma Ali tersebut.Namun, KPK harus mencari minimal dua alat bukti dahulu, sebelum menetapkan siapa saja yang akan menjadi tersangka dalam kasus tersebut. Menurut Ketua KPK, Abraham Samad, lembaganya juga akan meningkatkan status dalam kasus ini ke tahap penyidikan karena bukti-bukti penunjuknya sudah sangat kuat.
Semua umat muslim yang taat, khususnya di Indonesia pasti menginginkan untuk bisa menjalankan rukun Islam kelima yaitu ibadah haji. Daftar antrian untuk bisa berangkat pun bisa bertahun-tahun. Peminat yang banyak dengan kuota yang sedikit juga dapat menyebabkan biaya penyelenggaraan dana haji ikut bertambah. Kuota haji pada tahun 2013 dan 2014 ini memang mengalami pengurangan kuota dai 212.000 orang menjadi 158.800 orang. Bisa dibayangkan bagaimana orang-orang yang telah memiliki kesiapan materi dan fisik pun harus rela menunggu.
Namun ironisnya, hampir setiap tahun biaya haji harganya terus meningkat, dalam kurun waktu 10 tahun saja harganya sudah mencapai dua kali lipatnya bahkan lebih. Selama kurun waktu dari tahun 2004-2012 dana haji yang dikelola mencapai 80 Triliun dengan hasil imbalan 2,3 triliun per tahun, PPATK menemukan kejanggalan dalam pengelolaan dana tersebut sebesar 230 miliar rupiah. Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan pengelolaan dana haji pada 2010 saja berhasil menghimpun dana Rp40 triliun ditambah bunga Rp1 triliun.Dana yang disetor oleh para jamaah haji pun sangat rentan untuk diselewengkan apalagi dikorupsi oleh pihak penyelenggara haji tersebut.
Terkait pengelolaan dana haji ini, KPK pernah meminta pemerintah menghentikan sementara pendaftaran calon haji. KPK mensinyalir ada indikasi tindak pidana korupsi dalam penyelenggaraan haji, terutama terkait pengelolaan dana setoran awal yang diserahkan calon jemaah kepada pemerintah.KPK juga beranggapan pendaftaran jemaah secara terus-menerus akan menyebabkan jumlah setoran awal terus bertambah. Padahal, kuota jemaah haji relatif sama dari tahun ke tahun. Kondisi ini berpotensi menciptakan peluang korupsi. Ada potensi memainkan nomor antrean dengan mendapatkan imbalan. Dugaan korupsi dana haji di Kementrian Agama RI sudah bergulir sejak lama, mulai dari hasil temuan dari ICW dan yang terbaru laporan dari PPATK. Ada pemborosan dalam penyelenggaraan dana haji ini, padahal yang digunakan adalah dana milik jamaah haji yang telah menyetorkan uangnya.
Mari kita dukung dan terus kawal KPK dalam mengusut kasus korupsi dana haji ini, jangan sampai lembaga Kementrian Agama ini benar-benar tercoreng namanya karena ada oknum-oknum yang sengaja memanfaatkan aksesnya untuk bisa “mencuri” uang jamaah haji. Jangan sampai lembaga yang seharusnya menjadi teladan umat justru terlibat dalam perbuatan yang dzalim. Semoga KPK dan kita semua dapat bersama-sama membongkar kasus yang amat merugikan rakyat ini, jumlah nominal tidak sedikit dalam dana haji. Harus ada komitmen yang serius dari kita untuk mengusut kasus korupsi dana haji ini sampai tumpas, setumpas-tumpanya. Wallahu’alam.
Lampiran
Biaya Penyelenggaraan Haji tahun 2013 :
a. Embarkasi Aceh sebesar USD 3,253;
b. Embarkasi Medan sebesar USD 3,263;
c. Embarkasi Batam sebesar USD 3,357;
d. Embarkasi Padang sebesar USD 3,329;
e. Embarkasi Palembang sebesar USD 3,381;
f. Embarkasi Jakarta sebesar USD 3,522;
g. Embarkasi Solo sebesar USD 3,542;
h. Embarkasi Surabaya sebesar USD 3,619;
i. Embarkasi Banjarmasin sebesar USD 3,733;
j. Embarkasi Balikpapan sebesar USD 3,744;
k. Embarkasi Makassar sebesar USD 3,807; dan
l. Embarkasi Lombok
sebesar USD 3,782.
Referensi dan Sumber
Oleh : Gilang Yudha Prakoso
Kementrian Kajian Strategis BEM KEMA UNPAD 2014
Adapun beberapa kegiatan yang harus dilakukan ketika prosesi haji, diantaranya adalah :
Rukun haji
1. Ihram
2. Thawaf Ziyarah (disebut juga dengan Thawaf Ifadhah)
3. Sa’ie
4. Wuquf di padang Arafah
2. Thawaf Ziyarah (disebut juga dengan Thawaf Ifadhah)
3. Sa’ie
4. Wuquf di padang Arafah
Wajib Haji
1. Ihram dimulai dari miqat yang telah ditentukan
2. Wuquf di Arafah sampai matahari tenggelam
3. Mabit di Mina
4. Mabit di Muzdalifah hingga lewat setengah malam
5. Melempar jumrah
6. Mencukur rambut
7. Tawaf Wada’
Tapi kami tidak akan menjelaskan secara terperinci mengenai haji dari konteks pengertiannya, tapi lebih ke penyelenggaraannya, khususnya di Indonesia. Indonesia tercatat sebagai negara pengirim delegasi haji terbesar di dunia. Berdasarkan data dari Kementerian Haji Arab Saudi, jumlah total jamaah haji pada tahun 2011 adalah 2.927.717 orang. Dari jumlah tersebut, sekitar 7,5% atau 219.693 orang berasal dari Indonesia. Persentase jamaah Indonesia menjadi lebih besar menjadi 12% jika yang dihitung adalah jumlah jamaah haji yang berasal dari luar Arab Saudi yang keseluruhannya berjumlah 1.828.195 orang. Dengan banyaknya jumlah delegasi Indonesia tersebut, cukup rawan sekali terhadap penyelewengan dalam hal penambahan kuota jamaah, fasilitas pendukung, biaya atau tarif perjalanan, dan lain sebagainya. Dalam penyelenggaraan ibadah haji (PIH) memiliki kompleksitas pengelolaan yang rumit, karena besarnya jamaah haji dari Indonesia yang melaksanakan ibadah tersebut.
KPK berinisiatif melakukan kajian PIH sebagai pelaksanaan UU no. 30 tahun 2002 dimana Pasal 6 huruf e, KPK mempunyai tugas melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara. Kemudian dipertegas lagi dalam Pasal 14, dalam melaksanakan tugas monitor KPK berwenang melakukan pengkajian terhadap sistem pengelolaan administrasi di semua lembaga negara dan pemerintah, memberi saran kepada pimpinan lembaga negara dan pemerintah untuk melakukan perubahan jika berdasarkan hasil pengkajian, sistem pengelolaan administrasi tersebut berpotensi korupsi, dan melaporkan kepada Presiden, DPR, dan BPK jika saran KPK mengenai usulan perubahan tersebut tidak diindahkan. Setiap tahun pemerintah memberikan daftar biaya penyelenggaraan haji, ditentukan tergantung dari embarkasi pemberangkatannya. Ibadah haji bisa dikatakan ibadah khusus, maka dari itu menurut pemerintahpun biaya penyelenggaraannya pun juga khusus. Dalam penyelenggaraan ibadah haji ini rawan juga dengan namanya penyelewengan. Khususnya dalam penyetoran biaya dan penambahan kuota haji.
Mengenai penyelenggaraan haji telah diatur oleh undang-undang Nomer 13 tahun 2008, yang didalamnya mengatur tentang pembinaan, pelayanan, dan perlindungan tehadap jemaah haji. Namun, ada beberapa hal yang perlu dikritisi :
1. Dalam pasal 1 ayat 1 menyebutkan “Ibadah haji adalah rukun Islam kelima yang merupakan kewajiban sekali seumur hidup bagi setiap umat Islam yang mampu menunaikannya.”
Dalam beberapa kasus, umat Islam di Indonesia yang tergolong sangat mampu bisa menunaikan ibadah haji lebih dari satu kali. Padahal dengan adanya undang-undang tersebut diharapkan jemaah mengerti dan mampu memahaminya. Namun, dengan adanya biaya haji plus, orang yang sangat mampu bisa melakukannya lebih dari satu kali. Selain itu, pejabat di Kementerian Agama baik di level daerah maupun pusat dapat berkali-kali melakukan kunjungan berkali-kali dengan dalih mendampingi.
2. Masa tunggu bisa mencapai 10 tahun
Bayangkan jemaah di Indonesia yang telah memiliki kemampuan materi sekalipun masih harus menunggu masa pemberangkatannya. Rata-rata di sejumlah daerah yang tingkat keminatannya tinggi akan berangkat sekitar 5-10 mendatang. Hal itulah yang melatarbelakangi adanya jemaah ingin berangkat lebih cepat dengan menyetorkan “uang khusus”.
3. Kuota haji dipotong 20 persen oleh Pemerintah Arab Saudi
Soal kuota haji tahun 2013 dan 2014 mengalami pemotongan dari jumlah total kuota semula. Total kuota awal adalah 212.000 orang. Setelah dipotong, kuota tinggal 158.800 orang. Berikut ada 6 alasan yang dijelaskan Menteri Agama RI Surayadharma Ali, yaitu :
Berdasarkan surat dari Kementerian Haji Kerajaan Arab Saudi pada hari Kamis 6 Juni 2013 disampaikan, karena keterlambatan penyelesaian rehabilitasi Masjidil Haram dan demi menjamin keselamatan Jamaah haji, maka Pemerintah Kerajaan Arab Saudi mengurangi kuota haji tahun 2013 di seluruh dunia sebesar 20% dari kuota dasar sesuai kesepakatan negara OKI bagi seluruh negara pengirim jamaah haji tanpa kecuali.
Keterlambatan rehabilitasi Masjidil Haram berakibat pada berkurangnya kapasitas daya tampung tempat tawaf yang semula dapat menampung jamaah sebanyak 48.000 dalam satu jam, hingga hanya dapat menampung sebanyak 22.000 jamaah dalam satu jam.
Pemerintah Arab Saudi melakukan pengurangan kuota jamaah haji Indonesia 2013 sebesar 20% atau sejumlah 42.200 orang. Dengan demikian kuota Jamaah Haji Indonesia pada tahun 2013 akan menjadi 168.800 jamaah dari semula 211.000 jamaah.
Sehubungan dengan hal tersebut Menterian Agama RI atas nama Pemerintah Republik Indonesia akan segera melakukan pembahasan langsung dan upaya diplomasi dengan Pihak Pemerintah Kerajaan Saudi, khususnya dengan Menteri Haji Arab Saudi dan pihak-pihak terkait di Arab Saudi mengenai kebijakan pengurangan kuota serta memohon dispensasi implementasi kebijakan tersebut bagi Indonesia.
Kami mengimbau kepada calon jamaah haji yang telah melunasi dan mendapatkan porsi haji tahun 2013 yang berjumlah 180.000 jamaah, untuk bersabar menunggu kebijakan Kementerian Agama setelah pembahasan dengan pihak Pemerintah Arab Saudi. Sambil menunggu hasil pembahasan tersebut, saat ini Kementerian Agama telah mempersiapkan langkah-langkah antisipasi apabila kebijakan pengurangan jamaah haji Indonesia tersebut.
Kepada calon jamaah haji yang kemungkinan akan terkena dampak dari kebijakan Pemerintah Arab Saudi terkait pengurangan kuota ini, Kementerian Agama menjamin akan kepastian mendapatkan alokasi kuota keberangkatannya pada tahun 2014, dan kepada mereka tidak akan dikenakan biaya tambahan biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) apabila terjadi selisih lebih pada tahun 2014.
5. Temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dana haji yang menyimpang
PPATK menemukan beberapa dugaan penyelewengan dana haji dari tahun 2004-2012 yang mengalir ke sejumlah pejabat Kementrian Agama (kemenag). Aliran uang tersebut berasal dari calon jemaah haji yang menyetorkan dana haji ke rekening dengan atas nama Menteri Agama. Berdasarkan Pasal 21 Undang-Undang 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji memang mengatur bahwasanya calon jamaah haji mengirimkan setoran awal ke rekening atas nama Menteri Agama, namun tidak bisa seenaknya menggunakan menggunakan rekening tersebut, karena selalu diawasi oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dan Inspektorat Jenderal.Dana yang disetorkan ke rekening atas nama Menteri yang berada di Bank Penerima Setoran, baik bank syariah maupun konvensional milik pemerintah, nantinya akan dipecah.
Bank yang mendapatkan setoran dana haji tersebut ada 27 bank. Kebijakan Kementerian Agama yaitu membagi dana tersebut sebagian besar untuk sukuk karena dinilai lebih aman dan memberikan prosentase bagi hasil.Menurut Jasin, Inspekorat Jenderal Kementerian Agama RI, mengatakan bunga dari sukuk dan bank tersebut akan digunakan secara langsung untuk penggunaan ibadah haji. Juga untuk proteksi di antaranya atas nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika dan inflasi yang terjadi setiap tahun.Namun, dana sebanyak itu disinyalir tidak dikelola secara transparan sehingga berpotensi dikorupsi. Misalnya, pemilihan bank untuk penempatan dana haji tidak dilakukan dengan parameter yang jelas.Contoh ketidaktransparanan lain adalah mekanisme penukaran valuta asing (valas) dalam penyelenggaraan haji. Penukaran valas selalu dilakukan di tempat penukaran yang itu-itu saja, sementara tidak dijelaskan apa parameter dalam memilih tempat penukaran valas.
Selama kurun waktu dari tahun 2004-2012 dana haji yang dikelola mencapai 80 Triliun dengan hasil imbalan 2,3 triliun per tahun, dan yang ditemukan PPATK ada sekitar 230 miliar yang transaksinya mencurigakan. PPATK juga telah menyebutkan inisial yang diduga melakukan korupsi dari Kementrian Agama, yaitu HWH, FR, dan dua orang berinisial AR. Direktorat jenderal (dirjen) Haji dan Umroh Kemneterian Agama, Anggito Abimanyu, menutur bahwa dia tidak tahu-menahu adanya penyelewengan dana haji tersebut.
Selain itu, PPATK juga mendapatkan sejumlah pegawai negeri di lingkungan Kementrian Agama tersebut yang terindikasi menggelapkan setoran uang ke rekening pribadinya. Modusnya ialah dana yang dari BPIH berpindah dari rekening pribadi pegawai dan kemudian dipindahkan lagi ke rekening pegawai lainnya. Motifnya juga bervariasi ada yang digunakan untuk membeli mobil dengan uang tersebut.
KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK) MULAI MENGUSUT
Dalam kasus ini, KPK sudah mengumpulkan berbagai informasi dan data terkait laporan-laporan yang mengindikasikan adanya keterlibatan dari oknum-oknum di Kementrian Agama. Pada tanggal 6 Februari 2014, KPK telah melakukan penyelidikan pengelolaan dana haji tahun 2012-2013. Menurut juru bicara KPK, Johan Budi, lembaganya telah meminta keterangan dari sejumlah pihak yaitu Anggota Komisi Agama dari Partai Persatuan Pembangunan Hasrul Azwar dan bekas Anggota Komisi Agama dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Jazuli Juwaini yang kini di Komisi Pemerintahan. KPK masih melakukan pengembangan kasus termasuk menunggu informasi laporan internal dari inspektoral jenderal yang memiliki kewenangannya untuk meng-audit kementriannya.
Kronologis
Sebelumnya, pada tanggal 23 Juni 2010, LSM di Indonesia yang bergerak di bidang antikorupsi yaitu Indonesia Corruption Watch (ICW) menyoroti penyelenggaraan haji yang dinilai rentan terhadap korupsi. ICW menemukan potensi indikasi korupsi dalam Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) pada tahun 2010, terutama dalam pelayanan jamaah. Menurut Firdaus, koordinator Divisi Pusat Data dan Analis ICW mengatakan dalam usulan BPIH oleh Kementerian Agama kepada DPR, biaya tidak langsung yang akan digunakan untuk kepentingan petugas haji senilai Rp 859,4 miliar. Hal itu terdiri dari biaya penerbangan petugas Rp 16,6 miliar, pelayanan petugas Rp 5,1 miliar, biaya operasional petugas di Arab Saudi Rp 355,8 miliar, biaya operasional dalam negeri Rp 4775,5 miliar, serta petugas keamanan Rp 4,2 miliar. Semua biaya tidak langsung ini ditanggung oleh semua calon jemaah haji melalui bunga dari setoran awal.
Manajer Monitoring Pelayanan Publik ICW Ade Irawan menambahkan, dalam komponen biaya tak langsung sejumlah kegiatan tidak jelas, antara lain untuk pembentukan citra sebesar Rp 12,5 miliar, honor petugas haji Rp 43,7 miliar, media centre Rp 2,3 miliar, jasa konsultan dan pengacara Rp 11,5 miliar, pelatihan pelatih (TOT) untuk petugas Kantor Urusan Agama Rp 2,5 miliar, serta seragam petugas Rp 600 juta.Ade juga menambahkan, penggunaan uang calon jemaah untuk kepentingan pegawai Kementerian Agama dan anggota DPR bertentangan dengan UU Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji. Pasal 11 Ayat 4 menyebutkan, biaya operasional panitia penyelenggara ibadah haji dan petugas operasional pusat serta daerah dibebankan pada APBN dan APBD.Sebelumnya pada tanggal 7 Mei 2010, KPK telah menyampaikan temuan mengenai 48 titik rentan korupsi dalam sistem penyelenggaraan haji. Titik rentan itu berada pada aspek regulasi, kelembagaan, tata laksana, dan manajemen sumber daya penyelenggara haji oleh Direktorat Jenderal Penyelenggara Haji dan Umrah Kementerian Agama yang lemah.
Merespon laporan dari PPATK
Kemudian pada hari Senin tanggal 10 Februari 2014, juru bicara KPK, Johan Budi, meluruskan pemberitaan bahwa lembaganya sedang menyelediki penyelenggaraan hajinya, belum ke ranah setoran dana hajinya. Dalam penyelenggaraan haji ada diantaranya tentang pengadaan barang dan jasa. Dalam pengadaan yang tahun pelaksanaannya 2012-2013 itu diperkirakan bernilai 100 miliar rupiah. Dalam pengadaan barang dan jasa tersebut termasuk diantaranya ada katering, pengadaan bus, dan pemondokan. Irjen Kementrian Agama, M. Jasin yang jugva mantan pimpinan KPK menyebutkan dana haji tersebut dikorupsi oleh pejabat di lingkungan Dirjen Penyelenggara Haji dan Umroh Kementerian Agama. Berdasarkan laporan PPATK mengungkapkan dana tersebut dipakai salah satunya untuk membeli mobil mewah.
Pada tanggal 19 Maret 2014, KPK juga telah mengundang Dirjen Penyelenggara Haji dan Umroh, Anggito Abimanyu untuk dimintai keterangannya. Menurut Wakli Ketua KPK, Bambang Widjayanto menyatakan ada tiga fokus dalam penyelidikan kasus dana korupsi dana haji pada tahun 2012-2013, yaitu Pertama berkaitan dengan biaya perjalanan ibadah haji, dana haji, kedua, berkaitan dengan soal komondasi pengadaan, dan ketiga berkaitan dengan orang-orang yang dapat fasilitas-fasilitas untuk pergi ke sana. Pihaknya akan fokus dalam melacak tiga hal yang disebutkan diatas.
Menurut Koordinator Investigasi dan Advokasi Fitra, Uchok Sky Khadafi, seharusnya KPK sudah bisa mengeluarkan nama tersangka yang diduga melakukan korupsi dalam pengelolaan dana haji tersebut.Ucok menambahkan, KPK harus tetap memberikan informasi terbaru soal penyelidikan dana haji. Ucok menangkap kesan KPK tidak serius dalam menelusuri kasus di kementerian yang dipimpin Suryadharma Ali tersebut.Namun, KPK harus mencari minimal dua alat bukti dahulu, sebelum menetapkan siapa saja yang akan menjadi tersangka dalam kasus tersebut. Menurut Ketua KPK, Abraham Samad, lembaganya juga akan meningkatkan status dalam kasus ini ke tahap penyidikan karena bukti-bukti penunjuknya sudah sangat kuat.
Epilog
Semua umat muslim yang taat, khususnya di Indonesia pasti menginginkan untuk bisa menjalankan rukun Islam kelima yaitu ibadah haji. Daftar antrian untuk bisa berangkat pun bisa bertahun-tahun. Peminat yang banyak dengan kuota yang sedikit juga dapat menyebabkan biaya penyelenggaraan dana haji ikut bertambah. Kuota haji pada tahun 2013 dan 2014 ini memang mengalami pengurangan kuota dai 212.000 orang menjadi 158.800 orang. Bisa dibayangkan bagaimana orang-orang yang telah memiliki kesiapan materi dan fisik pun harus rela menunggu.
Namun ironisnya, hampir setiap tahun biaya haji harganya terus meningkat, dalam kurun waktu 10 tahun saja harganya sudah mencapai dua kali lipatnya bahkan lebih. Selama kurun waktu dari tahun 2004-2012 dana haji yang dikelola mencapai 80 Triliun dengan hasil imbalan 2,3 triliun per tahun, PPATK menemukan kejanggalan dalam pengelolaan dana tersebut sebesar 230 miliar rupiah. Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan pengelolaan dana haji pada 2010 saja berhasil menghimpun dana Rp40 triliun ditambah bunga Rp1 triliun.Dana yang disetor oleh para jamaah haji pun sangat rentan untuk diselewengkan apalagi dikorupsi oleh pihak penyelenggara haji tersebut.
Terkait pengelolaan dana haji ini, KPK pernah meminta pemerintah menghentikan sementara pendaftaran calon haji. KPK mensinyalir ada indikasi tindak pidana korupsi dalam penyelenggaraan haji, terutama terkait pengelolaan dana setoran awal yang diserahkan calon jemaah kepada pemerintah.KPK juga beranggapan pendaftaran jemaah secara terus-menerus akan menyebabkan jumlah setoran awal terus bertambah. Padahal, kuota jemaah haji relatif sama dari tahun ke tahun. Kondisi ini berpotensi menciptakan peluang korupsi. Ada potensi memainkan nomor antrean dengan mendapatkan imbalan. Dugaan korupsi dana haji di Kementrian Agama RI sudah bergulir sejak lama, mulai dari hasil temuan dari ICW dan yang terbaru laporan dari PPATK. Ada pemborosan dalam penyelenggaraan dana haji ini, padahal yang digunakan adalah dana milik jamaah haji yang telah menyetorkan uangnya.
Mari kita dukung dan terus kawal KPK dalam mengusut kasus korupsi dana haji ini, jangan sampai lembaga Kementrian Agama ini benar-benar tercoreng namanya karena ada oknum-oknum yang sengaja memanfaatkan aksesnya untuk bisa “mencuri” uang jamaah haji. Jangan sampai lembaga yang seharusnya menjadi teladan umat justru terlibat dalam perbuatan yang dzalim. Semoga KPK dan kita semua dapat bersama-sama membongkar kasus yang amat merugikan rakyat ini, jumlah nominal tidak sedikit dalam dana haji. Harus ada komitmen yang serius dari kita untuk mengusut kasus korupsi dana haji ini sampai tumpas, setumpas-tumpanya. Wallahu’alam.
Jatinangor, 23 Maret 2014
Unduh versi .pdf nya disini.Lampiran
Biaya Penyelenggaraan Haji tahun 2013 :
a. Embarkasi Aceh sebesar USD 3,253;
b. Embarkasi Medan sebesar USD 3,263;
c. Embarkasi Batam sebesar USD 3,357;
d. Embarkasi Padang sebesar USD 3,329;
e. Embarkasi Palembang sebesar USD 3,381;
f. Embarkasi Jakarta sebesar USD 3,522;
g. Embarkasi Solo sebesar USD 3,542;
h. Embarkasi Surabaya sebesar USD 3,619;
i. Embarkasi Banjarmasin sebesar USD 3,733;
j. Embarkasi Balikpapan sebesar USD 3,744;
k. Embarkasi Makassar sebesar USD 3,807; dan
l. Embarkasi Lombok
sebesar USD 3,782.
Referensi dan Sumber
- UU Nomor 13 Tahun 2008 tentang penyelenggaraan haji di Indonesia
- Peraturan Presiden RI Nomor 31 Tahun 2013
- Website :
- Tempo
- Kompas
- ICW
- KPK
- Kementerian Agama RI
Oleh : Gilang Yudha Prakoso
Kementrian Kajian Strategis BEM KEMA UNPAD 2014
Twitter : @geyepe15
Email : gilangyudha94@yahoo.com
Blog : geyepe.blogspot.com
Diposting oleh
Unknown
0
komentar
Read More
Bantuan Sosial(ita) kah?!
Bantuan sosial (bansos) adalah dana bantuan yang diberikan oleh pemerintah daerah untuk individu atau kelompok yang bersifat tidak terus menerus melainkan selektif yang bertujuan supaya masyarakat dapat survive dalam kehidupan sosial. Bansos adalah uang rakyat, uang negara, yang penggunaan setiap rupiahnya harus dipertanggungjawabkan serta harus bisa diaudit dan dipertanggungjawabkan karena bersumber dari APBD. Bansos bukanlah kewajiban, tapi yang wajib adalah untuk belanja urusan wajib seperti pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan lainnya.
Dasar hukum pemberian bansos adalah PP nomor 58 Tahun 2005, Permendagri nomor 13 Tahun 2006, Permendagri nomor 59 Tahun 2007, dan surat edaran mendagri Nomor 8 tahun 2007. Pemberian dana bansos ini di anggarkan oleh APBD berdasarkan PP 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Permendagri 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, dan mengalami beberapa revisi hingga menjadi Permendagri 21 Tahun 2011. Selain itu, pemerintah juga memperketat pengelolaan dana hibah dan bansos, melalui Peraturan Mneteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 32 Tahun 2011, yang berlaku sejak 1 Januari 2012.
Latar belakang diterbitkannya Permendagri Nomor 32 Tahun 2011 tersebut ialah :
1. Belum adanya aturan yang jelas dan tegas atas belanja dana hibah dan bansos di daerah
2. Belum seluruhnya daerah menetapkanperKDH tentang dana hibah dan bansos
3. Adanya permasalahan hukum terkait dengan pemberian dana hibah dan bansos
4. Hasil kajian dan rekomendasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
Dalam Peraturan Meneteri Dalam Negeri tersebut mengatur bahwasanya daerah diperbolehkan memberikan bantuan sosial kepada anggota/kelompok masyarakat sesuai kemampuan keuangan daerah, setelah memprioritaskan pemenuhan belanja urusan wajib dengan memperhatikan asas keadilan, kepatutan, rasionalitas, dan manfaat untuk masyarakat.
Yang dapat menerima bantuan sosial dalam peraturan tersebut juga telah ditentukan yaitu individu, keluarga, dan/atau masyarakatyang mengalami keadaan yang tidak stabil sebagai akibat dari krisis sosial, ekonomi, politik, bencana, atau fenomena alam agar dapat memenuhi kebutuhan hidup minimum maupun lembaga non pemerintahan bidang pendidikan, keagamaan, dan bidang lain yang berperan untuk meindungi individu, kelompok, dan/atau masyarakat dari kemungkinan terjadinya resiko sosial.
Selain daripada itu, dalam pemberian bantuan sosial juga ada kriterianya yaitu bersifat sementara dan tidak terus-menerus, kecuali dalam keadaan tertentu dapat berkelanjutan dan sesuai tujuan penggunaan. Sedangkan kriteria persyaratan penerima bantuan adalah memiliki identitas yang jelas serta berdomisili dalam wilayah administratif pemerintahan daerah berkenaan. Tujuan dari penggunaan bantuan sosial tersebut sesuai yang telah diatur adalah untuk rehabilitasi sosial, perlindungan sosial, pemberdayaan sosial, jaminan sosial, penanggulangan kemiskinan dan penanggulangan bencana.
Permasalahan
Ada beberapa permasalahan yang sebenarnya timbul terkait penyalahgunaan dana hibah atau bansos. Dalam, hal ini setelah dipaparkan beberapa definisi dan dasar yuridis diatas, maka kami akan mencoba memberikan fakta dan data mengenai persoalan bansos di Kota Bandung dan Jawa Barat.
• Definisi hibah yang belum jelas dan tegas.
• Dari sisi penganggaran dan pelaksanaan belum tegas, hibah bansos masih dalam dua kondisi :
- Penganggaran hibah bansos sudah pasti nama penerima dan besarannya, walaupun terkadang penentuan peruntukkan hibah bansos biasanya masih ditetapkan dalam Keputusan Kepala Daerah yang terpisah dengan Perda APBD. Belum menjadi bagian dalam RKA.
- Penganggaran hibah bansos sudah pasti nama penerima dan besarannya, walaupun terkadang penentuan peruntukkan hibah bansos biasanya masih ditetapkan dalam Keputusan Kepala Daerah yang terpisah dengan Perda APBD. Belum menjadi bagian dalam RKA.
• Adanya kecenderungan politik anggaran yang membesar dalam pemakaian hibah bansos, apalagi menjelang pemiu kepala daerah.
• Masih mudahnya pertanggugjawaban hibah bansos.
• Sulitnya DPRD dalam melaksanakan fungsi penganggaran dan fungsi pengawasan terkait dengan hibah dan bansos, atau mungkin justru terjadi persekongkolan dengan eksekutif. Wallahu’alam.
• Potensi penyalanggunaan menjelang pemilu, sebagai dana kampanye.
Contoh kasus permalahan :
1. Kasus dana Bantuan Sosial (Bansos) kota Bandung yang merugikan APBD hingga mencapai 40M, kasus ini dimulai sejak awal tahun 2010 muncul ke permukaan, dalam perkembangannya sampai saat ini sudah banyak pejabat kota Bandung yang menjadi tersangka. Kejanggalan dalam kasus bansos kota Bandung ini sudah terlihat dari beberapa pencairan dana bansos yang tidak sesuai dengan mekanisme yang berlaku sesuai Peraturan Walikota Nomor 107 Tahun 2010 telah mengatur bahwa mekanisme pengajuan bantuan sosial adalah anggota / kelompok masyarakat mengajukan surat permohonan bantuan sosial kepada walikota melalui Sekretaris Daerah (Sekda). Namun dalam realitasnya ada mekanisme yang dijalani oleh para pemimpin Kota Bandung yang tidak sesuai ketentuan pun terjadi pada kasus bansos kota Bandung. Misalnya, pada umumnya anggaran bansos yang mendapat rekomendasi dari bagian yang terkait/ Ketua SKPD yang diproses oleh SP2D sebesar Rp. 5.000.000,00 untuk di transfer kepada penerima bantuan sosial, dapat terjadi penggelembungan dana oleh para Pemimpin Kota Bandung yang relatife besar. Namun pencairan dana besar tidak dapat dilakukan sekali pencairan, oleh karena itu dilakukan beberapa kali pencairan dana oleh SP2D hingga mencapai Rp.50.000.000,00. seperti terjadi dilapangan ditemukannya nota dinas yang tidak dilampiri dengan proposal sesuai ketentuan, didapatkan 5-10 kwitansi penerima bansos bermaterai yang dicairkan untuk Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) namun tak dapat mempertanggung jawabkan proposal yang seharusnya menjadi pendamping kuitansi-kuitansi tersebut.
2. Menurut Kepala Kejati Jabar M Amari, Kejati Jabar sedang mengungkap 78 kasus bansos yang tersebar di kota/kabupaten di Jabar. “Kasus ini masih tercampur antara bansos di kota/kabupaten dengan bansos dari Provinsi Jabar yang melibatkan 1.000 proposal. 78 kasus dugaan korupsi tersebut terdiri dari 51 kasus yang baru dilaporkan oleh intelijen kejaksaan negeri kota/kabupaten di Jabar. Adapun 27 kasus lain sudah masuk tahap pendalaman oleh seksi pidana khusus. Di Kabupaten Cirebon terdapat 6 kasus, Cianjur 5 kasus, dan Kota Bandung 3 kasus. (Menurut Kepala Kejati Jabar M Amari)
3. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan dua hakim sebagai tersangka terkait kasus dugaan suap penanganan perkara korupsi bansos Kota Bandung. Kedua hakim itu adalah Hakim Pengadilan Tinggi Jawa Barat, Pasti Serefina Sinaga dan Hakim Adhoc Pengadilan Negeri Tipikor Bandung, Ramlan Comel. Penyidik KPK telah menemukan dua alat bukti dan menyimpulkan hakim tersebut terlibat dan menjadi tersangka. Kasus ini bermula dari tertangkapnya Wakil Ketua Pengadilan Negeri Bandung, Setyabudi Tejocahyono karena diduga menerima suap terkait penanganan dana Bansos Kota Bandung. Setyabudi sudah divonis Pengadilan Tipikor Bandung dengan hukuman 12 tahun penjara.
Dan contoh-contoh kasus lainnya.
Gagasan
Bantuan sosial harus diakui sangat rawan terjadinya penyalahgunaan. Masalah belanja bansos banyak berkaitan dengan proses penganggaran, pelaksanaan dan pertanggung jawaban belanja bantuan sosial. Permalahan yang timbul dalam proses penganggaran dan pelaksanaan bansos ini disebabkan karena tidak adanya batasan yang jelas atas belanja dana tersebut. Pengertian umum dari pemberian bansos yakni seluruh kegiatan yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah akan terkait dengan peningkatan kesejahteraann sehingga setiap upaya untuk peningkatan kesejahteraan rakyat, seringkali diartikan sebagai belanja banuan sosial. Selain itu, realisasi atas transaksi belanja tidak sesuai dengan penganggaran belanja bantuan sosial tersebut. Dalam hal pengelolaan dana tersebut dapat menimbulkan potensi penyalahgunaan anggaran untuk kegiatan yang tidak seharusnya atau tidak masuk kategori.
Menjelang pemilu dilaksanakan KPK menyurati Presiden SBY untuk membekukan sementara dana bantuan sosial sampai penyelenggaraan pemilu 2014 berakhir. Hal ini dikarenakan penggunaan dana bansos menjelang pemilu sangat rawan disalahgunakan untuk kepentingan politik pihak-pihak tertentu yang akan memanfaatkannya. Selain itu, penganggaran dana hibah dan bansos mengalami peningkatan, menurut data dari Kementerian Keuangan alokasi dana bansos dalam APBN 2014 sebesar 73, 2 triliun rupiah dari yang tahun sebelumnya sebesar 55, 9 triliun rupiah. Alasan pemerintah terkait peningkatan tersebut untuk mendukung program jaminan kesehatan masyarakat melalui institusi BPJS.
Malah dalam pemutakhiran data terakhir, alokasi dana bansos terus meningkat sampai hitungan Rp91,8 triliun. Alasan penambahan lantaran adanya perubahan postingsejumlah anggaran dari yang awalnya belanja infrastruktur dan belanja barang menjadi belanja sosial. Tentu rakyat menyambut baik pe-ningkatan dana bansos, apalagi menurut Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa tahun 2013 penduduk yang masuk kategori miskin lebih dari 28,07 juta orang. Kalau saja dana tersebut dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk pemerataan bantuan untuk kesejahteraan rakyat, tentu angka kemiskinan jumlahnya akan menurun.
Solusi
1. Pemerintah melalui Kementrian Keuangan dengan berkoordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan meyusun grand design dari konsep pengelolaan dana hibah dan bantuan sosial, baik di tingkat pusat maupun daerah. Kebijakan ini diambil untuk mecegah terjadinya penyimpangan dana hibah dan bansos bagi pejabat untuk kepentingannya terutama menjelang pemilu dan pilkada.
2. Amanah bagi Pemda untuk menyusun peraturan kepala daerah tentang hibah, bansos, dan bantuan keuangan sudah sejak Permendagrinomor 13 thun 2006, yaitu pasal 133 (3), tetapi karena masih banyak pemda yang belum ,enetapka perKDH tersebut, maka dalam permendagri nomor 22 tahun 2011 tentang Pedoman Penyusunan APBD, menyatakan bahwa pemerintah daerah harus menyusun sistem dan prosedur penganggaran, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban belanja hibah, belanja bantuan sosial, serta belanja bantuan keuangan ditetapkan dalam peraturan kepala daerah.
3. Pemerintah daerah juga dituntut untuk mengeluarkan perda atau peraturan apapun terkait penggunaan dana hibah dan bansos ini supaya penggunaannya benar-benar tepat sasaran bukan untuk kepentingan pribadi.
4. KPK, BPK, PPATK, inspektorat pusat dan daerah diharapkan dapat mengawasi secara optimal penggunaan dana hibah dan bansos ini, harus ada koordinasi yang jelas untuk meminimalisir penyalahgunaan dana tersebut.
5. Media dan masyarakat dapat mengawasi langsung dan melaporkan kepada pihak yang berwajib apabila menemukan kecurangan atau penyalahgunaan dana dalam penganggarannya.
6. Kemudian yang terakhir lahirnya Permendagri terbaru yang telah direvisi yaitu permendagri Nomor 39 Tahun 2012 diharapkan dapat dijadikan payung hukum dan pedoman pengelolaan dana hibah dan bantuan sosial.
Kesimpulan
Dalam beberapa hari atau bulan belakangan, kita sering sekali mendengar apa itu bansos dari media. Namun pemberitaannya berkesan miring dan melibatkan orang-orang penting seperti kepala daerah, anggota dewan, jaksa, hakim, dan lain sebagainya. Mereka berusaha dengan kekuatan dan kewenangan yang dimilikinya berusaha mengelabuhi masyarakat awam. Padahal dana hibah dan bansos sangat penting sekali digunakan untuk meningkatkan kesejateraan masyarakat individu maupun kelompok terutama yang membutuhkannya. Namun, seringkali kita mendapatkan kasus dana tersebut dimanfaatkan oleh seseorang atau kelompok tertentu yang biadab untuk kepentingannya. Anggaran yang begitu besar menjadi celah untuk menggunakan dalam bentuk pembelanjaan dana dengan fiktif.
Pada kasus korupsi bantuan dana sosial jabar aktor atau pelaku utama korupsi dana bansos adalah kepala daerah, pejabat di lingkungan pemerintah daerah, anggota dan pimpinan parlemen daerah.Juga terlibat pengurus yayasan, panitia pembangunan rumah ibadah, lembaga pendidikan, partai politik maupun organisasi masyarakat yang menerima dana bansos tersebut. Dari sekian banyak aktor, incumbent paling sering memanfaatkan peluang ini karena memiliki berbagai akses anggaran resmi daerah dan birokrasi. Diharapkan KPK dan pihak-pihak terkait termasuk masyrakat ikut mengawal, mencegah, dan menindak tegas pelaku yang terbukti menyelanggunakan wewenangnya terutama dalam pengelolaan dana bansos. Mahasiswa juga berhak untuk mengawasi dan melaporkannya, apabila mengetahui disekitar kita ada yang melakukan korupsi dalam bentuk dan modus tersebut. Dana tersebut digunakan untuk masyarakat atau kelas sosial yang membutuhkan, bukan kaum sosial(ita) seperti pejabat-pejabat korup.
HIDUP MAHASISWA, HIDUP RAKYAT INDONESIA!
Unduh versi .pdf nya disini.
Diposting oleh
Unknown
1 komentar
Read More
Menyongsong Era AEC Tahun 2015: Risk and Challenge!
Indonesia Menghadapi Asean Economic Community 2014
Dengan diberlakukannya AEC pada tahun 2015, maka secara otomatis perekonomian di kawasan ASEAN akan lebih mengarah kepada perekonomian yang bersifat liberal dengan pasar bebas sebagai corak utama. Yang menjadi pertanyaan, siapkah Indonesia menghadapi AEC 2015? Apakah pada saat AEC diberlakukan, Indonesia akan mendapat keuntungan atau justru kerugiaan akibat pasar bebas.
Menurut Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Hendri Saparini, ada 4 kasus yang harus dihadapi Indonesia pada saat AEC diberlakukan :
a. Pada saat AEC diberlakukan, maka Indonesia memiliki potensi yang besar untuk menjadi pemasok energi dan bahan baku bagi industrilasasi di kawasan ASEAN, sehingga manfaat yang diperoleh dari kekayaan sumber daya alam mininal. Akan tetapi defisit neraca perdagangan barang Indonesia yang saat ini paling besar di antara negara-negara ASEAN semakin bertambah. Salah satu yang harus dilakukan oleh Indonesia, lanjut Hendri, adalah menyusun strategi industri, perdagangan dan investasi secara terintegrasi, paling tidak dalam konteks kerja sama AEC.
b. Pada saat AEC diberlakukan, maka akan semakin melebarkan defisit perdagangan jasa seiring peningkatan perdagangan barang. Dalam hal ini, Hendri menilai pemerintah perlu segera mengimplementasikan rencana untuk membangun dan mendukung indusri transportasi yang menjadi sumber defisit terbesar. Langkah lainnya, lanjutnya, adalah menetapkan sektor pariwisata sebagai prioritas dengan menyusun strategi dan kebijakan baru, karena selama ini pariwisata telah menjadi penyumbang surplus dalam neraca perdagangan jasa.
c. Penerapan AEC juga akan membebaskan aliran tenaga kerja sehingga Indonesia harus mengantisipasi dengan menyiapkan strategi karena potensi membanjirnya Tenaga Kerja Asing (TKA) akan berdampak pada naiknya remitansi TKA yang saat ini pertumbuhannya lebih tinggi daripada remitansi TKI. Akibatnya, ada beban tambahan bagi Indonesia dalam menjaga neraca transaksi berjalan dan mengatasi masalah pengangguran.
d. Penerapan AEC akan mendorong masuknya investasi ke Indonesia dari dalam dan luar ASEAN. Indonesia harus bergegas menyiapkan strategi dan kebijakan yang dapat memberi insentif bagi mitra ekonominya untuk ikut membangun industri hulu pengolah sumber daya alam. Sehingga, manfaat ekonomi dari investasi lebih besar, baik dari sisi nilai tambah, penciptaan lapangan kerja maupun terbangunnya industri hulu.
Adapun bidang-bidang yang termasuk dalam AEC Blueprint meliputi :
a. ASEAN Economic Comunity Council
b. ASEAN Economic Ministers
c. ASEAN Free Trade Area Council
d. ASEAN Investment Area Council
e. ASEAN Mekong Basin Development Coorperation
f. ASEAN Finance Ministers Meeting
g. ASEAN Ministerial on Agriculcture and Forestry
h. ASEAN Ministers on Energy Meeting
i. ASEAN Ministerial Meeting on Minerals
j. ASEAN Ministers Meeting on Science and Technology
k. ASEAN Telecommunication and IT Ministers Meeting
l. ASEAN Transport Ministers Meeting
m. Meeting of ASEAN Tourism Ministers
Penjelasan, kemungkinan munculnya permasalahan dan gagasan pemecahan untuk tiap-tiap bidangnya perlu untuk dikaji dan direncanakan secara matang. Untuk hasil pengkajian pertama Kastrat BEM Kema Unpad berkerja sama dengan Kastrat-kastrat Fakultas terkait dapat diunduh disini : Kajian Mahasiswa tentang AEC 2015
Diposting oleh
Unknown
0
komentar
Read More
Langganan:
Postingan (Atom)
Diberdayakan oleh Blogger.