Senin, 15 September 2014

Kontroversi 'Mahkamah Kehormatan Dewan' dalam UU MD3 Terbaru

Mengembalikan Wibawa (Semu) atau Upaya Pelemahan Fungsi Lembaga Penegakan Hukum

Tepat pada tanggal 8 Juli 2014, atau sehari sebelum pemilu presiden dilaksanakan, DPR telah mengesahkan Rancangan Undang-undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (sering disebut RUU MD3) menjadi Undang-undang. Banyak sekali pasal baru “yang bersifat kontroversi” muncul, terutama pasal yang mengatur adanya “Mahkamah Kehormatan Dewan”. Berbagai kalangan memberikan pendapat atas keberadaan “Mahkamah Kehormatan Dewan”. Ada yang mengatakan bahwa dengan adanya institusi baru di internal DPR, maka akan mengembalikan wibawa DPR sebagai wakil rakyat. Ada pula yang mengatakan bahwa hal itu akan menghambat lembaga penegakan hukum (terutama KPK) untuk melakukan penegakan hukum di lembaga DPR yang katanya “berwibawa”.

            Perihal tentang “Mahkamah Kehormatan Dewan”, dalam draft UU MD3 terbaru diatur dalam pasal 121 dan 245. Ada beberapa pasal “kontroversi” yang ada indikasi dibuat dalam rangka melemahkan proses penegakan hukum bagi anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana, yaitu 121 ayat (2) yang mengatur pemilihan anggota Mahkamah Kehormatan Dewan dan pasal 245 ayat (1), (2), dan (3) yang mengatur prosedur penegakan hukum bagi anggota DPR yang diduga melakukan suatu tindak pidana. 

Pada pasal 121 ayat (2) dijelaskan, “Pimpinan Mahkamah Kehormatan Dewan terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan paling banyak 2 (dua) orang wakil ketua yang dipilih dan oleh anggota Mahkamah Kehormatan Dewan dalam satu paket yang bersifat tetap berdasarkan usulan fraksi sesuai dengan prinsip musyawarah untuk mencapai mufakat.”. Dalam pasal 245 ayat (1) dijelaskan, “pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan terhadap anggota DPR yang melakukan tindak pidana harus mendapat persetujuan tertulis dari Mahkamah Kehormatan Dewan.” Kemudian dalam pasal 245 ayat (2) dijelaskan, “jika Mahkamah Kehormatan Dewan tidak memberikan persetujuan tertulis dalam waktu 30 hari sejak permohonan diterima, pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan dapat dilakukan.” Dan pada pasal 245 ayat (3) dijelaskan, “persetujuan tertulis dari Mahkamah Kehormatan Dewan tidak berlaku jika anggota DPR tertangkap tangan melakukan tindak pidana. Aturan itu juga tidak berlaku bagi anggota yang disangka melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, atau tindak pidana kejahatan terhadap kemanusiaan dan keamanan Negara berdasarkan bukti permulaan yang cukup.”

            Melihat penjelasan tentang Mahkamah Kehormatan Dewan yang diatur dalam pasal 121 ayat (2), pasal 245 ayat (1), (2), dan (3), maka proses penegakan hukum dan pengawasan yang dilakukan oleh lembaga penegak hukum “terutama KPK” terhadap anggota DPR akan semakin melemah. Ada kekhawatiran dengan proses pemilihan anggota Mahkamah Kehormatan Dewan yang dalam pasal 121 ayat (2) berasal dari kalangan anggota DPR yang dipilih melalui pemilihan dengan musyawarah mencapai kemufakatan, maka dalam proses kewenangan dan fungsinya tidak akan independen, non-partisan, dan professional. Adapun bagi lembaga penegak hukum, dengan adanya pasal 245 ayat (1), (2), dan (3), maka proses penegakan hukum bagi anggota DPR akan semakin melemah dan rumit, karena prosedurnya yang begitu panjang.

            Hakikat dibentuknya “Mahkamah Kehormatan Dewan” dalam rangka mengembalikan wibawa anggota DPR sebagai wakil rakyat sesungguhnya tidak tepat. Melihat fakta bahwa begitu banyak kasus korupsi yang dilakukan oleh oknum anggota DPR membuktikan bahwa DPR harus banyak berbenah diri agar dalam proses pengabdian betul-betul untuk kepentingan rakyat, sehingga lembaga DPR akan terlihat berwibawa.

            Oleh karena itu, diperlukan upaya hukum dalam rangka memperkuat posisi penegak hukum dalam hal pengawasan terhadap anggota DPR. Mekanisme Judicial Review kepada Mahkamah Konstitusi atas pasal 121 ayat (2) dan pasal 245 ayat (1), (2), dan (3) harus dilakukan, karena ada indikasi bertentangan dengan UUD 1945. Wibawa itu didapat dengan usaha dan kerja untuk kepentingan rakyat, bukan dari dibentuknya Mahkamah Kehormatan Dewan.

Menolak diam,
Kementrian Kajian Strategis BEM Kema Unpad.


Unduh kajian disini.

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.