Masyarakat Indonesia saat ini sedang disibukkan dengan RUU pemilihan kepala daerah yang nantinya akan dipilih melalui DPRD. Pemilihan kepala daerah oleh DPRD pernah dilakukan di negeri ini pada masa orde baru dimana pada saat itu kedaulatan rakyat untuk memilih kepala daerah dikuasai oleh elit-elit politik karena kepala daerah tidak dipilih langsung oleh rakyatnya melainkan oleh lembaga legislatif pada tingkatnya.
Sistem
pemilihan kepala daerah yang dipilih oleh lembaga legislatif terkait sebenarnya
bukan hal yang baru di negeri ini, pada saat Indonesia belum merdeka jabatan
kepala daerah sudah memiliki sistem (konstitusi) yang mengaturnya. Sejarah demokrasi
di Indonesia mencatat kepemilihan kepala daerah terjadi mulai pada zaman
kolonial Belanda. Pemerintahan Hindia Belanda membuat Undang-undang pada
tanggal 23 Juni 1903 yang dikenal dengan decentralisasi
wet 1903. Selanjutnya dengan dasar ketentuan yuridis, decentralisasi wet 1903, lahirlah koninklijk desluit tertanggal 20 Desember 1904 (dikenal dengan decentralisasi desluit 1904). Peraturan
ini memberikan arahan pada upaya pembentukan Raden, Pemilihan anggota Raad (dewan semacam DPRD) setempat.
Secara sederhana, pada zaman Hindia Belanda, pengaturan tentang pemerintahan
daerah dibedakan antara daerah Jawa dan Madura dengan daaerah luar Jawa dan
Madura.
Pada
masa itu pemerintahan Orde Baru mengeluarkan UU No.5 tahun 1974 tentang pokok
pemerintahan daerah, di dalamnya juga mengatur pemilihan kepala daerah. Kemudian
ditetapkan undang-undang nomor 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah pada tanggal
7 Mei 1999. Menurut undang-undang nomor 22 tahun 1999, pemerintah daerah
terdiri dari kepala daerah dan perangkat daerah lainnya, dimana DPRD diluar
pemerintah daerah yang berfungsi sebagai badan legislatif pemerintah daerah
untuk mengawasi jalannya pemerintahan. Demikian juga dalam hal pelaksanaan
pemilihan kepala daerah yang pada masa - masa sebelumnya sangat terpengaruh
campur tangan pemerintah. Undang - undang nomor 22 tahun 1999 ini
mengisyaratkan tentang pemilihan kepala daerah yang dipilih oleh anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah. Undang - undang nomor 22 tahun 1999 dinilai kurang
aspiratif dalam mewakili suara rakyat, sehingga menimbulkan banyak kritikan.
Untuk mengganti UU tersebut maka ditetapkanlah undang - undang nomor 32 tahun
2004.
UU
ini mengatur tentang pemerintahan daerah, didalamnya ada beberapa pasal yang
mengatur tentang pemilihan kepala daerah, mengungkapkan UU no 32 tahun 2004
Pasal 24 ayat 5 “Kepala daerah dan wakil
kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dipilih dalam
satu pasangan secara langsung oleh rakyat di daerah yang bersangkutan”.
Kepala daerah adalah satu kesatuan antara pemimpin dan wakilnya, sehingga dalam
pelaksanaannya harus dicalonkan satu pasang, juga dipilihnya harus oleh
masyarakat di daerah tersebut secara langsung bukan melalui perwakilan. Hal ini
juga diperkuat dalam pasal 56 ayat 1 “Kepala daerah dan wakil kepala daerah
dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis
berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.”. Dalam UU
ini terdapat sebanyak 63 pasal berbicara tentang pilkada langsung. Tepatnya
mulai pasal 56 hingga pasal 119, secara khusus berbicara tentang pilkada
langsung.
Melalui
Undang - undang nomor 12 tahun 2008 tentang perubahan terhadap undang - undang
nomor 32 tahun 2004, hal yang paling berbeda dari Undang - undang ini ada pada
bagian pemilihan kepala daerah. Pada undang undang sebelumnya, kepala daerah
dipilih langsung dari usulan partai politik atau gabungan partai politik,
sedangkan dalam Undang - undang ini, pemilihan kepala daerah secara langsung
dapat mencalonkan pasangan calon tanpa didukung oleh partai politik, melainkan
calon perseorangan yang dicalonkan melalui dukungan dari masyarakat yang
dibuktikan dengan dukungan tertulis dan fotokopi KTP atau dengan kata lain
calon kepala daerah bisa mencalonkan dari jalur independen dengan beberapa
persyaratan.
Indonesia saat ini memiliki 34
Provinsi dan 511 Kabupaten/Kota, terdapat 34 Provinsi dan 545 Kabupaten/Kota
yang melaksanakan Pilkada, jika dihitung maka terdapat 539 Pilkada dalam kurun
waktu 5 tahun—ada beberapa opini yang menyatakan bahwa ini merupakan pemborosan
anggaran Negara padahal sebenarnya Pilkada ini tidak menggunakan Uang Negara
melainkan masuk ke dalam APBD, hal ini diatur dalam UU No.32 tahun 2004 Pasal
112 “Biaya kegiatan Pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah dibebankan pada
APBD”.
PERMASALAHAN
Ada beberapa Pasal yang dinilai
kontroversial di dalam draft RUU
tentang Pemilihan Kepala Daerah, salah satunya ingin mengembalikan pemilihan
kepala daerah ke jaman orde baru dengan tidak melaksanakan pemilihan kepala
daerah secara langsung, akan tetapi melalui DPRD. Berikut beberapa pasal yang
termaktub dalam draft RUU Pemilihan
Kepala Daerah yang dilansir dari situs resmi DPR RI :
Pasal>>Pemilihan Gubernur dilaksanakan setiap 5 (lima) tahun sekali.
Pasal >>
(1)
Pemilihan
gubernur dilaksanakan melalui
2 (dua) tahapan yaitu tahapan
pertama dan tahapan kedua.
(2)
Tahapan
pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi :
a.
Pengumuman pendaftaran calon;
b.
Pendaftaran calon Gubernur
c.
Penelitian persyaratan calon Gubernur
d.
Penetapan calon Gubernur
(3)
Tahapan pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dimulai paling lambat 4 (empat) bulan sebelum berakhir masa jabatan Gubernur.
(4)
Tahapan kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus
diselesaikan paling lama 90 (sembilan puluh) hari.
(5)
Tahapan
kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi :
a.
penyampaian
visi dan misi;
b.
pemungutan
dan penghitungan suara;
c.
penetapan
hasil pemilihan; dan
d.
uji publik terhadap hasil pemilihan;
(6)
Tahapan kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
dimulai 7 (tujuh) hari setelah tahapan pertama pemilihan selesai
Pasal>>
(1) Penyelenggara
Pemilihan Gubernur adalah :
a . KPU Provinsi; dan
b . DPRD Provinsi.
(2) KPU
Provinsi menyelenggarakan tahapan pertama sebagaimana dimaksud pada pasal ...
(merujuk pada pasal sebelum ini) ayat (2)
(3) DPRD
Provinsi menyelenggarakan tahapan pertama sebagaimana dimaksud pada pasal ...
(merujuk pada pasal sebelum ini) ayat (5)
Pasal diatas
menjelaskan tentang pemilihan Gubernur dengan melalui 2 tahapan, tahapan
pertama dilakukan oleh KPU sementara tahapan ke dua yang paling penting, karena
didalamnya terdapat pemungutan dan penghitungan suara dilakukan oleh DPRD
provinsi, sehingga hal ini jelas bahwa pemilihan kepala daerah akan kembali ke
jaman orde baru, dan menghilangkan prinsip “langsung” dalam pengambilan suara.
Bukankah demokrasi itu adalah kedaulatan rakyat, menurut Alamudi (1991) demokrasi sesungguhnya adalah
seperangkat gagasan dan prinsip tentang kebebasan, tetapi juga mencakup
seperangkat praktek dan prosedur yang terbentuk melalui sejarah panjang dan
sering berilku-liku sehingga demokrasi sering disebut suatu pelembagaan dari kebebasan.
Selanjutnya Alamudi (1991)
mengemukakan soko guru demokrasi sebagai berikut:
1.
Kedaulatanrakyat.
2.
Pemerintahan berdasarkan persetujuan dari diperintah.
3.
Kekuasaan mayoritas.
4.
Pengakuan hak-hak minoritas.
5.
Jaminan hak asasi manusia.
6.
Pemilihan yang bebas dan jujur.
7.
Persamaan di depan hukum.
8.
Proses hukum yang wajar.
9.
Pembatasan pemerintah secara konstitusional.
10. Pluralisme
sosial, ekonomi dan politik.
11. Nilai-nilai
toleransi, pragmatisme, kerjasama dan mufakat.
Sehingga, jika pemilihan kepala Daerah melalui DPRD dilaksanakan, ini
mencederai nilai demokrasi yang sedang berkembang di Indonesia, apalagi kedua
calon Presiden RI 2014-2015 pada saat debat kampanye, mereka mengemukakan akan
tetap melaksanakan pemilihan kepala daerah secara langsung.
Memang Pemilihan Kepala Daerah secara langsung tidak sepenuhnya sempurna,
bahkan menimbulkan beberapa polemik, diantaranya yang paling masif adalah money politic. Hal ini terjadi, jika
dianalisis lebih dalam kesalahan ada pada calon Kepala Daerah dan juga masyarakatnya
karena mindset atau pola pikir sebagian
masyarakat yang tidak akan memberikan suara jika calon Kepala daerah tidak
memberikan uang atau materi. Money
politic kerap terjadi ketika kampanye terbuka berlangsung dari calon kepala
daerah karena untuk menggerakan massa yang masif diperlukan biaya yang besar;
sehingga untuk menghindari hal ini bisa saja dibuat peraturan tentang larangan
kampanye terbuka atau pengawasan yang diperketat ketika akan diadakan kampanye
terbuka.
Selain pasal tentang pemilihan kepala daerah melewati DPRD, ada juga
beberapa hal yang sedang diperdebatkan, antara lain pemilihan wakil kepala
daerah dipilih oleh kepala daerah terpilih baik dari PNS atau pun Non-PNS, juga
ada yang mengusulkan dipilih satu paket, menurut kami kedua-duanya rawan
terjadi penyalahgunaan, baik dipilih satu paket maupun dipilih oleh kepala
daerah, ini bisa memberikan ruang yang besar untuk terjadinya korupsi.
Pada bagian penutup dari draft RUU Pemilihan Kepala Daerah ini dijelaskan
juga, bahwa pada saat UU Pilkada ini diberlakukan, maka ketentuan yang mengatur
mengenai pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah dalam UU No.32 tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah, sebagaimana telah diubah beberapa kali
terakhir dengan UU No.12 tahun 2008, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
PERNYATAAN SIKAP BEM KEMA UNPAD
Setelah mengkaji
mengenai RUU PILKADA, kami menyoroti tentang pemilihan Kepala daerah, dimana
ada perdebatan di DPR antara Pemilihan Kepala Daerah secara langsung atau
Pemilihan Kepala Daerah melalui anggota DPRD, dan kami MENOLAK Pemilihan Kepala Daerah secara tidak langsung atau melalui
mekanisme pemilihan di DPRD, ada beberapa hal yang harus digaris bawahi jika
Pemilihan Kepala Daerah dilaksanakan melalui DPRD, diantaranya :
·
- · Di dalam UUD 45 pasal 18 ayat 4 “Gubernur, Bupati dan Walikota masing-masing sebagai Kepala Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota dipilih secara demokratis “
Penjelasan pasal 18 ayat 4 ini
dinilai multitafsir tentang arti nilai demokratis. Kami berpendapat bahwa
demokratis disini adalah kekuasaan tertinggi ada di tangan rakyat, sehingga
rakyat yang mempunyai hak untuk memutuskan siapa yang akan menjadi kepala
daerah melalui mekanisme Pemilihan Kepala Daerah secara Langsung seperti yang
sudah dilaksanakan dari tahun 2005.
- · Akan semakin banyak penyalahgunaan jabatan di dalam mekanisme pemilihan Kepala Daerah jika dilakukan oleh DPRD, sehingga bisa menimbulkan tindakan-tindakan korupsi secara masif.
- · Mencederai nilai demokrasi yang sedang dibangun dan terus berkembang di Indonesia, karena Pemilihan Kepala Daerah merupakan salah satu sarana pendidikan politik dan salah satu parameter majunya sebuah demokrasi di suatu Negara adalah tingkat pengetahuan politik Masyrakatnya yang semakin meninggkat.
- · Kepentingan elite politik akan semakin tinggi dan tidak dipungkiri akan menenggelamkan kepentingan rakyat dibandingkan dengan kepentingan politis juga kekuasaan
- · Akan membuat perubahan kultur sistem politik di Pemerintahan Daerah
Maka dari itu kami mendesak agar :
·
Pengesahan RUU PILKADA tidak dilakukan oleh anggota
DPR periode 2009-20014, mengingat masih adanya beberapa persoalan yang
menyangkut isi dari RUU PILKADA dan masih harus dibahas lebih mendalam lagi
·
Dihilangkannya mekanisme Pemilihan Kepala Daerah
melalui anggota DPRD dan tetap mengadakan Pemilihan Kepala Daerah secara
langsung oleh masyarakat
DAFTAR PUSTAKA
Ari Barata Tampubolon. 2010. Sejarah Pemilu Kepala Daerah Di Indonesia http://politik.kompasiana.com/2010/11/30/sejarah-pemilu-kepala-daerah-di-indonesia-322769.html (diakses 14 september 2014 )
Joko J. Prihatmoko. 2005. Pemilihan Kepala Daerah Langsung; Filosofi,
Sistem, dan Problema Penerapan di Indonesia
UU Nomor 32 tahun 2004
UU Nomor 12 tahun 2008
DPR, Draft RUU Pemilihan Kepala
Daerah. http://dpr.go.id/id/uu-dan-ruu/ruu-sedang-dibahas
(diakses 14 september 2014)
Unduh Kajian disini.
0 komentar:
Posting Komentar