BBM “LANGKA” SUBSIDI
Bahan Bakar Minyak—atau yang sering
disebut BBM—merupakan salah satu pokok utama penggerak roda kehidupan kita;
mengapa bisa begitu? Karena segala sesuatunya memerlukan akomodasi/transportasi
dan transportasi tidak bisa berjalan tanpa adanya BBM yang cukup.
Belakangan ini ditemui fenomena
kelangkaan BBM di beberapa daerah, termasuk SPBU Jatinangor, hingga harus antri
sekitar 30 menit untuk mengisi BBM. Antrian paling ramai di SPBU adalah barisan
pengisi BBM Premium yang notabene adalah BBM yang disubsidi oleh pemerintah.
BBM bersubsidi adalah BBM yang dijual kepada masyarakat dengan harga yang lebih
murah dari harga asli BBM tersebut karena sudah melalui bantuan dana melalui
pemotongan harga oleh pemerintah sebelum sampai ke tangan masyarakat yang
menggunakannya.
Dalam UU NO. 23 tahun 2013 tentang
“Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun anggaran (APBN) 2014” pasal 14
dijelaskan bahwa subsidi untuk bahan bakar minyak dan bahan bakar gas
dianggarkan sebesar Rp 210.735.506.000.000,00 (dua ratus sepuluh triliun tujuh
ratus tiga puluh lima miliar lima ratus enam juta rupiah). Kemudian pemerintah
dan DPR menyepakati Rancangan Undang-Undang (RUU) menjadi UU Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2014 yang salah satu isinya
menambahkan anggaran subsidi BBM menjadi 246,46 Triliun atau naik sekitar 35
triliun lebih dari anggaran sebelumnya. Dengan anggaran sebesar 246,46 triliun,
pemerintah mematok 46 juta kiloliter BBM bersubsidi untuk tahun 2014.
Kelangkaan BBM terjadi terutama
setelah pemerintah, melalui BPH Migas dan Pertamina, mengeluarkan Surat Edaran
BPH Migas No. 937/07/Ka.BPH/2014 tentang Pembatasan Penggunaan BBM bersubsidi,
terutama solar dan premium, yang mulai diberlakukan pada tanggal 1 Agustus
2014, dan berakibat pada fenomena langkahnya premium serta solar bersubsidi di
SPBU.
Adapun implementasi dari
diberlakukannya Surat Edaran tersebut adalah pembatasan terhadap penjualan BBM
bersubsidi; dimulai dari larangan untuk
menjual BBM bersubsidi di Jakarta Pusat. Kemudian mulai tanggal 4 Agustus 2014,
waktu penjualan solar di seluruh SPBU di Jawa, Kalimantan, Sumatera, dan Bali
akan dibatasi mulai pukul 08.00 sampai dengan 18.00 untuk cluster tertentu. Namun tidak hanya di sektor transportasi, untuk
Lembaga Penyalur Nelayan juga akan dipotong sebesar 20%. Selanjutnya, mulai
tanggal 6 Agustus, seluruh SPBU yang berada di sepanjang jalan tol tidak akan
menjual premium bersubsidi, namun hanya menjual Pertamax-series. Sampai saat ini total jumlah SPBU di jalan tol mencapai 29
unit. Dari jumlah tersebut, 27 unit SPBU berada di wilayah Marketing Operation Region III (Jawa bagian Barat) dan 2 unit SPBU
ada di wilayah Marketing Operation Region
V (Jawa Timur).
Adapun yang menjadi alasan
dikeluarkan Surat Edaran BPH Migas No. 937/07/Ka.BPH/2014 tentang Pembatasan
Penggunaan BBM bersubsidi, disebabkan oleh alokasi penggunaan BBM bersubsidi
sudah terlalu berlebihan sehingga jatah BBM bersubsidi semakin berkurang. Dari
data yang diperoleh dari situs resmi Pertamina, sampai dengan 31 Juli 2014,
penggunaan solar bersubsidi sudah mencapai 9,12 juta KL atau sekitar 60% dari
total kuota APBN-P 2014 yang dialokasikan kepada PT. Pertamina (persero)
sebesar 15,16 juta KL. Sedangkan realisasi konsumsi premium bersubsidi mencapai
17, 08 KL atau 58% dari kuota APBN-P 2014, sebesar 29,29 juta KL. Dalam APBN
2014, dengan APBN sebesar 246,46 triliun pemerintah mematok 46 juta kiloliter
BBM bersubsidi untuk tahun 2014.. Diharapkan pula dalam pelaksanaannya, pos
anggaran untuk APBN tidak mengalami kenaikan secara signifikan.
Sebagaimana yang kita ketahui, penggunaan BBM
bersubsidi terutama premium, sekitar 70% dikonsumsi oleh mereka yang termasuk
kepada golongan menengah ke atas, yaitu mereka yang mempunyai kendaraan
pribadi, sehingga dapat dikatakan bahwa penggunaan BBM bersubsidi tidak tepat
sasaran. Maka dari itu, dalam rangka penghematan penggunaan BBM bersubsidi,
terutama ditargetkan bahwa pos ABPN 2014 untuk BBM bersubsidi tidak mengalami
kenaikan secara signifikan sehingga pemerintah mengeluarkan kebijakan
pembatasan penggunaan BBM bersubsidi hingga akhir tahun.
Menurut
analisis kami, kelangkaan BBM bersubsidi yang terjadi di SPBU disebabkan
perilaku konsumen golongan menengah ke atas sendiri yang enggan mengkonsumsi BBM Non-subsidi
dimana kini pemerintah mau tak mau harus mengeluarkan kebijakan pembatasan
penggunaan BBM bersubsidi sehingga terjadi kelangkaan. Maka dari itu, dihimbau
masyarakat golongan menengah ke atas untuk menggunakan BBM non-subsidi.
Kementrian Kajian Strategis BEM KEMA Unpad 2014
0 komentar:
Posting Komentar