Kamis, 28 Agustus 2014

Kelangkaan BBM di Tahun 2014 ini

BBM “LANGKA” SUBSIDI

Bahan Bakar Minyak—atau yang sering disebut BBM—merupakan salah satu pokok utama penggerak roda kehidupan kita; mengapa bisa begitu? Karena segala sesuatunya memerlukan akomodasi/transportasi dan transportasi tidak bisa berjalan tanpa adanya BBM yang cukup. 

Belakangan ini ditemui fenomena kelangkaan BBM di beberapa daerah, termasuk SPBU Jatinangor, hingga harus antri sekitar 30 menit untuk mengisi BBM. Antrian paling ramai di SPBU adalah barisan pengisi BBM Premium yang notabene adalah BBM yang disubsidi oleh pemerintah. BBM bersubsidi adalah BBM yang dijual kepada masyarakat dengan harga yang lebih murah dari harga asli BBM tersebut karena sudah melalui bantuan dana melalui pemotongan harga oleh pemerintah sebelum sampai ke tangan masyarakat yang menggunakannya.

Dalam UU NO. 23 tahun 2013 tentang “Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun anggaran (APBN) 2014” pasal 14 dijelaskan bahwa subsidi untuk bahan bakar minyak dan bahan bakar gas dianggarkan sebesar Rp 210.735.506.000.000,00 (dua ratus sepuluh triliun tujuh ratus tiga puluh lima miliar lima ratus enam juta rupiah). Kemudian pemerintah dan DPR menyepakati Rancangan Undang-Undang (RUU) menjadi UU Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2014 yang salah satu isinya menambahkan anggaran subsidi BBM menjadi 246,46 Triliun atau naik sekitar 35 triliun lebih dari anggaran sebelumnya. Dengan anggaran sebesar 246,46 triliun, pemerintah mematok 46 juta kiloliter BBM bersubsidi untuk tahun 2014. 

Kelangkaan BBM terjadi terutama setelah pemerintah, melalui BPH Migas dan Pertamina, mengeluarkan Surat Edaran BPH Migas No. 937/07/Ka.BPH/2014 tentang Pembatasan Penggunaan BBM bersubsidi, terutama solar dan premium, yang mulai diberlakukan pada tanggal 1 Agustus 2014, dan berakibat pada fenomena langkahnya premium serta solar bersubsidi di SPBU.

Adapun implementasi dari diberlakukannya Surat Edaran tersebut adalah pembatasan terhadap penjualan BBM bersubsidi; dimulai dari larangan  untuk menjual BBM bersubsidi di Jakarta Pusat. Kemudian mulai tanggal 4 Agustus 2014, waktu penjualan solar di seluruh SPBU di Jawa, Kalimantan, Sumatera, dan Bali akan dibatasi mulai pukul 08.00 sampai dengan 18.00 untuk cluster tertentu. Namun tidak hanya di sektor transportasi, untuk Lembaga Penyalur Nelayan juga akan dipotong sebesar 20%. Selanjutnya, mulai tanggal 6 Agustus, seluruh SPBU yang berada di sepanjang jalan tol tidak akan menjual premium bersubsidi, namun hanya menjual Pertamax-series. Sampai saat ini total jumlah SPBU di jalan tol mencapai 29 unit. Dari jumlah tersebut, 27 unit SPBU berada di wilayah Marketing Operation Region III (Jawa bagian Barat) dan 2 unit SPBU ada di wilayah Marketing Operation Region V (Jawa Timur).

Adapun yang menjadi alasan dikeluarkan Surat Edaran BPH Migas No. 937/07/Ka.BPH/2014 tentang Pembatasan Penggunaan BBM bersubsidi, disebabkan oleh alokasi penggunaan BBM bersubsidi sudah terlalu berlebihan sehingga jatah BBM bersubsidi semakin berkurang. Dari data yang diperoleh dari situs resmi Pertamina, sampai dengan 31 Juli 2014, penggunaan solar bersubsidi sudah mencapai 9,12 juta KL atau sekitar 60% dari total kuota APBN-P 2014 yang dialokasikan kepada PT. Pertamina (persero) sebesar 15,16 juta KL. Sedangkan realisasi konsumsi premium bersubsidi mencapai 17, 08 KL atau 58% dari kuota APBN-P 2014, sebesar 29,29 juta KL. Dalam APBN 2014, dengan APBN sebesar 246,46 triliun pemerintah mematok 46 juta kiloliter BBM bersubsidi untuk tahun 2014.. Diharapkan pula dalam pelaksanaannya, pos anggaran untuk APBN tidak mengalami kenaikan secara signifikan.

             Sebagaimana yang kita ketahui, penggunaan BBM bersubsidi terutama premium, sekitar 70% dikonsumsi oleh mereka yang termasuk kepada golongan menengah ke atas, yaitu mereka yang mempunyai kendaraan pribadi, sehingga dapat dikatakan bahwa penggunaan BBM bersubsidi tidak tepat sasaran. Maka dari itu, dalam rangka penghematan penggunaan BBM bersubsidi, terutama ditargetkan bahwa pos ABPN 2014 untuk BBM bersubsidi tidak mengalami kenaikan secara signifikan sehingga pemerintah mengeluarkan kebijakan pembatasan penggunaan BBM bersubsidi hingga akhir tahun. 

            Menurut analisis kami, kelangkaan BBM bersubsidi yang terjadi di SPBU disebabkan perilaku konsumen golongan menengah ke atas sendiri yang enggan mengkonsumsi BBM Non-subsidi dimana kini pemerintah mau tak mau harus mengeluarkan kebijakan pembatasan penggunaan BBM bersubsidi sehingga terjadi kelangkaan. Maka dari itu, dihimbau masyarakat golongan menengah ke atas untuk menggunakan BBM non-subsidi.


Kementrian Kajian Strategis BEM KEMA Unpad 2014

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.