Selasa, 11 November 2014

Pengubahan Harga BBM 2014

Kata Pengantar

Bahan Bakar Minyak—atau lebih sering disebut BBM—adalah jenis bahan bakar cair hasil olahan minyak bumi yang jumlahnya paling banyak dipakai di Indonesia. Oleh karena itu, kestabilan harga BBM di Indonesia berpengaruh besar terhadap ekonomi mikro dan makro Negara dan berdampak langsung pada keadaan ekonomi masyarakat. Kenaikkan maupun turunnya harga BBM adalah hal besar yang perlu direncanakan dan diantisipasi dampaknya secara matang. Disini, kami akan membahas aspek-aspek yang bisa menjadi pertimbangan dalam mengambil keputusan pematokkan harga BBM; apakah bisa diturunkan, perlu dipertahankan, atau justru dinaikkan.

Struktur Pembahasan

  • Aspek Historis, terkait dengan kenaikkan BBM di masa silam,    
  • Aspek Politis, terkait dengan wewenang penghapusan subsidi BBM,
  • Aspek Masyarakat, mengenai keadaan rakyat, dan
  • Aspek Ekonomis, mengenai analisis laju inflasi, perbandingan harga BBM dalam dan luar negri, serta keadaan produksi minyak Indonesia.


Download Kajian Lengkap beserta Gambar di tinyurl.com/KajianBBM






 

Aspek Historis Terkait dengan Kenaikan Harga BBM

Negara ini mulai mengenal minyak bumi pada abad pertengahan (1500-an), yang pada awalnya digunakan untuk memerangi penjajah Portugis. Mulai pada tahun 1871, dilakukan pengeboran migas modern pertama di Indonesia, yaitu di Majalengka, Jawa Barat oleh Belanda.
Setelah itu, pasca-kemerdekaan, semua instalasi minyak diambil alih oleh pemerintah RI. Lalu, Pertamina diamanatkan oleh konstitusi sebagai pemain utama dan satu-satunya dalam tata kelola migas Indonesia. Semua pihak asing tidak diperkenankan untuk mengelola perminyakan sendiri, namun hanya terbatas sebagai kontraktor dengan kontrak bagi hasil (production sharing). Dan, Indonesia pun masuk kedalam anggota OPEC yang berperan sebagai eksportir minyak
Hingga pada tahun 1975-1981, Indonesia mengalami untung besar dampak terjadinya fenomena oil boom (kenaikan harga minyak) yang berpengaruh besar pada petumbuhan ekonomi Indonesia.  Namun, hal ini rupanya tidak disertai dengan pembangunan infrastruktur, SDM, dan tata kelola jangka panjang yang baik. Dan akhirnya, kondisi perminyakan di Indonesia mulai menurun dan cenderung mengalami tren negatif, ditandai dengan jumlah produksi minyak yang lebih kecil daripada jumlah konsumsi pertahunnya.
Akhirnya pada tahun 2004, Indonesia mulai beralih menjadi negara pengimpor minyak (net importir), yang berakibat pada keluarnya Indonesia dari anggota OPEC pada tahun 2008.
Setelah itu, untuk menanggulangi dampak sosial yang terjadi di masyarakat, Indonesia secara berkala melakukan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM). Namun, permasalahan gaya hidup, korupsi, tata kelola migas, dsb, justru semakin melambungkan jumlah subsidi BBM, yang berdampak langsung pada neraca Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menjadi minus, dan hutang luar negeri yang semakin membengkak. Untuk menyelamatkan kondisi tersebut, maka pemerintah telah berupaya untuk menekan jumlah subsidi BBM disertai dengan alternatif kompensasi seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT), Beras Miskin (Raskin), dsb.
Terkait dengan kondisi kini, pemerintah beserta DPR dalam sidang paripurna pada tanggal 18 Juni 2014 telah merilis APBN-P (Perubahan) yang menyatakan akan mengurangi subsidi BBM dari 48 juta kilo liter menjadi 46 juta kilo liter.


Aspek Politis Terkait dengan Wewenang Penghapusan Subsidi BBM

Sumber daya energi merupakan kekayaan alam sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dikuasai negara dan dipergunakan untuk sebesar- besarnya kemakmuran rakyat. Peranan energi sangat penting artinya bagi peningkatan kegiatan ekonomi danketahanan nasional, sehingga pengelolaan energi yang meliputi penyediaan, pemanfaatan, dan pengusahaannya harus dilaksanakan secara berkeadilan, berkelanjutan, rasional, optimal, dan terpadu.

Cadangan sumber daya energi tidak terbarukan terbatas, maka perlu adanya kegiatan penganekaragaman sumber daya energi agar ketersediaan energi terjamin. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, negara telah mengamanatkan kepada pemerintah untuk membentuk suatu Dewan Energi Nasional (DEN). Dewan Energi Nasional sesuai dengan amanat UU No. 30 Tahun 2007 bertugas:
a. Merancang dan merumuskan kebijakan energi nasional untuk ditetapkan oleh pemerintah dengan persetujuan DPR.
b. Menetapkan rencana umum energi nasional.
c. Menetapkan langkah-langkah penanggulangan kondisi krisis dan darurat energi.
d. Mengawasi pelaksanaan kebijakan di bidang energi yang bersifat lintas sektoral.

Keputusan penyediaan dana subsidi untuk kelompok masyarakat merupakan wewenang pemerintah dan pemerintah daerah, sesuai dalam UU No 30 tahun 2007 pasal 7 ayat 2. Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara RI sebagaimana dimaksud dalam UUD RI 1945 dan pemerintah daerah adalah gubernur, bupati, walikota, hal tersebut dijelaskan pada UU yang sama pasal 1 ayat 28 dan 29. Pemerintah mengajukan penyediaan dana subsidi di dalam pengajuan APBN tiap tahunnya dan setelah diajukan kepada DPR. DPR akan melakukan pengkajian terhadap keputusan tersebut dan akan diputuskan melalui rapat paripurna.

Mencabut subsidi BBM bukan hal yang mudah, karena harus merevisi regulasi yang ada diantaranya UU No 30 tahun 2007 tentang energi dan UU No 22 tahun 2002 tentang migas, dimana regulasi tersebut menjadi patokan pemerintah dalam mengatur, menguragi atau pun menghapus subsidi BBM.







Aspek Masyarakat Terkait Kemiskinan

Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan.
Salah satu permasalahan di Indonesia yang harus diperbaiki adalah masalah kemiskinan. Banyak penduduk di Indonesia saat ini mencapai angka 244.814.900. Dilihat dari data, angka kemiskinan di Indonesia bulan Maret 2014 adalah 28.280.010 jiwa yang artinya sekitar 11,55% rakyat Indonesia dapat dikategorikan miskin. Dan, angka kemiskinan di daerah desa lebih besar dibandingkan angka kemiskinan di daerah kota.
Faktor yang menyebabkan kemiskinan adalah :
-       Pendidikan yang terlalu rendah, menyebabkan seseorag kurang mempunyai keterampilan tertentu yang diperlukan dalam kehidupannya. Keterbatasan pendidikan atau keterampilan yang dimilikiseseorang menyebabkan keterbatasan kemampuan seeorag untuk masuk dalam dunia kerja.
-       Kemalasan seseorang juga menyebabkan masalah kemiskinan, adanya sikap malas atau bersikap pasif.
-       Keterbatasan sumber alam, suatu masyarakat akan dilanda kemiskinan apabila sumber alamnya tidak lagi memberikan keuntungan bagi kehidupan mereka.
-       Keterbatasan lapangan kerja, idealnya seseorang harus mampu menciptakan lapangan kerja, namun pada kenyataannya hal tersebut kecil kemungkinannya karena adanya keterbatasan modal dan keterampilan
-       Beban keluarga, seseorang yang memiliki anggota keluarga banyak apabila tidak diimbangi dengan usaha dan peningkatan pendapatan akan menimbulkan kemiskinan karena semakin banyak anggota keluarga maka akan semakin meningkat tuntutan atau beban hidup yang harus dipenuhi.
Perrmasalahan kemiskinan merupakan permasalahan yang. Oleh karena itu, upaya pengentasan kemiskinan harus dilakukan secara komprehensif, mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat, dan dilaksanakan secara terpadu. Kemiskinan harus menjadi sebuah tujuan utama dari penyelesaian masalah-masalah yang dihadapi oleh negara Indonesia, karena aspek dasar yang dapat dijadikan acuan keberhasilan pembangunan ekonomi adalah teratasinya masalah kemiskinan. Pemerintah Indonesia harus terus memberdayakan dan membina masyarakat miskin untuk dapat mengelola sumber-sumber Ekonomi yang dapat meningkatkan pendapatan dan taraf hidup masyarakat. Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan timbulnya masalah kemiskinan, diantaranya, SDM yang rendah, SDA yang tidak dikelolah dengan baik dan benar, pendidikan yang rendah, tidak memiliki pengetahuan untuk mengembangkan sektor-sektor perekonomian baik itu dibidang pertanian maupun dibidang perindustrian. Pengubahan harga BBM harus mempertimbangkan keadaan ekonomi masyarakat miskin sebagai bagian yang paling rentan mengalami efek negatif kenaikan harga BBM.
Aspek Ekonomis BBM di Indonesia

  1. BBM adalah Sumber Energi Tak Terbarukan


Dari dua grafik diatas, dapat dilihat bahwa pada kenyataannya, produksi Minyak Bumi Indonesia terus menurun meski belum mencapai potensi produksi maksimalnya. Usaha untuk terus memaksimalkan produksi minyak bumi memang perlu dan sedang dilakukan, tapi kita juga harus menyadari bahwa energi minyak bumi tidak terbarukan dan segera mencari dan menjalankan proyeksi strategis untuk penggantiannya ke energi alternatif terbarukan.
            Fakta bahwa cadangan minyak bumi Indonesia terus menurun juga harus dipahami oleh masyarakat Indonesia—bahwa ketika pasokan menipis dan permintaan meningkat, secara ekonomis peningkatan harga jual juga pasti akan terjadi.

  1. BBM adalah Sumber Energi yang Paling Banyak digunakan di Indonesia

Dari diagram ini, terlihat bahwa penggunaan bahan bakar minyak tergolong meningkat dan jauh berkali-kali lipat dari sumber energi lainnya. Padahal, Indonesia memiliki potensi besar di bidang energi terbarukan yang persebarannya pun merata di Nusantara (tidak terfokus di tempat-tempat tertentu seperti Kilang Minyak).

Dilihat dari sektor-sektor pengonsumsian BBM, sektor transportasi (kendaraan) ternyata adalah pengguna terbanyak, jauh dibandingkan sektor-sektor lain. Untuk itu, program-program dan langkah sederhana untuk menghemat BBM per-individu masyarakat akan membawa dampak besar dalam penurunan konsumsi BBM Indonesia.

  1. Produksi BBM Indonesia tidak Sebanding Konsumsinya

Dapat dilihat dari Tabel di atas, ternyata Pertamina bukanlah penghasil minyak terbesar di Indonesia. Padahal, kepemilikan saham Pertamina 100% dipegang oleh pemerintah. Kurangnya pasokan dan pemanfaatan minyak mentah menjadi BBM siap pakai di Indonesia juga berhubungan erat dengan efisiensi dan efektivitas produksi dari Pertamina itu sendiri. 

capture-20141108-104744.png




 d. Terrjadi peningkatan Pengeluaran Negara untuk Subsidi



Dapat dilihat dari gambar tersebut, harga minyak dunia terus menerus meningkat. Karena Indonesia adalah pengekspor minyak mentah dan tetap menjadi importir minyak jadi (BBM siap pakai), maka selisih harga BBM yang diimpor pemerintah dan harga di Indonesia menjadi pengeluaran yang sangat benar. Disinilah mirpesepsi dijelaskan, bahwa meskipun Indonesia adalah salah satu negara pengekspor minyak bumi, tapi minyak bumi nya masih mentah sehangga harganya pun relatif rendah—tapi Negara mensubsidi pembelian minyak jadi (BBM siap pakai) yang terus meningkat akibat tingginya konsumsi BBM masyarakat.

Namun pada 2014 ini, sampai pada bulan Oktober, PT. Pertamina sudah menyalurkan sebesar 39,07 juta kiloliter BBM bersubsidi dan sudah terpakai 86,1 persen dari yang ditetapkan sebesar 46 juta kilo liter. Menurut Vice President Corporate Communication Pertamina Ali Mundakir dalam 10 bulan Pertamina sudah menyalurkan 24,92 juta kiloliter premium. Sedangkan realisasi penyaluran solar mencapai 13,38 juta kiloliter atau 88,2 persen terhadap kuota Pertamina.

Dengan penyaluran BBM bersubsidi yang lebih dari 80 persen dari yang disediakan maka diperkirakan hingga akhir tahun ini BBM akan defisit hingga mencapai 1,9 juta kiloliter, walaupun harga BBM dinaikan masih akan tetap defisit hingga 1,6 juta kiloliter.

Pada akhir oktober Harga minyak dunia terus mengalami penurunan hingga USD 80 per barel, berikut adalah gambar yang menunjukan harga minyak dunia, kurs Rupiah dan harga BBM Indonesia yang bersumber dari katadata.co.id. Dapat diunduh di .pdf kajian kami.


  1. Analisis Dampak Kenaikan BBM Terhadap Inflasi

Pada tanggal 10 November 2014, Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, berpidato dalam rangka pemberian penghargaan “Pahlawan Nasional” kepada 4 pahlawan pejuang Indonesia. Dalam pidato tersebut, beliau mengemukakan perihal rencana kenaikan BBM, dengan alasan bahwa anggaran untuk subsidi BBM tidak sebanding dengan anggaran untuk infrastruktur dan kesehatan. Tercatat, pada tahun 2014 anggaran untuk subsidi BBM sebesar Rp. 740 Triliyun, hal ini sangat timpang dibandingkan dengan anggaran untuk kesehatan sebesar Rp. 210 Triliyun dan anggaran untuk infrastrtuktur sebesar Rp. 530 Triliyun. Melihat fakta diatas, maka pemerintah meyakini bahwa harus dilakukan kenaikan BBM.

Dengan pos anggaran untuk subsidi BBM sekitar Rp. 740 Triliyun, sudahkan tepat sasaran? Hasil survey yang dilakukan, baik oleh lembaga pemerintah seperti : BPS, Kemenkeu, Pertamina maupun LSM membuktikan bahwa mayoritas pengguna subsidi BBM dinikmati oleh kalangan masyarakat dari menengah sampai ke atas, bukanlah kepada faktor distribusi dan mereka yang layak untuk mendapatkan subsidi BBM.

            Rencana kenaikan BBM tentunya akan menimbulkan implikasi, positif karena akan menaikan APBN untuk sektor lain (seperti : Pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur), juga negatif karena akan menaikan inflasi, yaitu naiknya harga komoditi pasar di Indonesia. BBM, sebagai barang yang termasuk unrenewable, merupakan penentu atas faktor distribusi dalam rangka mendistribusikan kepada konsumen. Bila harga BBM naik, maka biaya faktor distribusi akan naik pula, sehingga akan menakan harga komoditi pasar di Indonesia.

            Oleh karena itu pula, bersamaan dengan kenaikan BBM, pemerintah membuat kebijakan “jaring pengaman” dalam rangka mengurangi ekses dari kenaikan BBM, terutama kenaikan inflasi. Jika pada zaman pemerintahan SBY-JK dan SBY-Boediono, kebijakan tersebut adalah Bantuan Langsung Tunai (disingkat BLT), maka pada masa pemerintahan Jokowi-JK, kebijakan tersebut adalah diluncurkannya 3 kartu sakti; Kartu Kesejahteraan Sosial (KKS), Kartu Indonesia Pintar (KIP), dan Kartu Indonesia Sehat disingkat KIS.

            Berkaca pada kebijakan kenaikan BBM yang dilakukan pada masa pemerintahan SBY-Boediono pada bulan Juli 2013, berikut ini adalah tabel inflasi terhadap barang komoditi Indonesia dalam kurun waktu 2013-2014, dengan sumber dari Badan Pusat Statistik : (Dapat diunduf di .pdf kajian)
  
Bersamaan dengan kenaikan BBM pada bulan Juli 2013, maka terjadi kenaikan infasi pada semua komoditi pasar, terutama pada sektor bahan makanan dan transportasi, telekomunikasi, jasa keuangan. Hanya saja, pada bulan selanjutnya, justru terjadi deflasi secara bertahap sehingga mencapai angka keseimbangan. Faktor pengendalian kepanikan masyarakat, kebijakan “jaring pengaman” sebagai rencana jangka pendek dan berbagai kebijakan ekonomi yang bersifat jangka panjang adalah faktor kunci atas permasalahan tersebut.

Adapun ini adalah tabel inflasi secara umum yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, pada kurun waktu Maret 2013-Oktober 2014 :

          
(Dapat diunduf di .pdf kajian)

  
Data inflasi yang dikeluarkan Bank Indonesia merupakan data inflasi secara umum, baik dalam hal perkembangan harga komoditi pasar, iklim investasi, dan berbagai sektor lainnya. Tabel ini memperlihatkan upaya pemerintah untuk menekan angka inflasi dalam jangka waktu panjang, melalui berbagai paket kebijakan ekonomi. Pada bulan Juli 2013, terjadi kenaikan inflasi sebesar 2,71 % dari 5,9 % menjadi  8,61 %. Kemudian terjadi deflasi secara bertahap 12 bulan, hingga pada bulan Juli 2014 inflasi berada pada level 4,53 %.

Kesimpulan
    
Dibutuhkan analisis mendalam mengenai pengubahan harga BBM karena dampaknya yang sangat besar terhadap perekonomian bangsa. Telaah dari satu aspek dan mengabaikan aspek yang lain akan menghasilkan keputusan yang gegabah dan akhirnya berimbas pada masyarakat Indonesia, terutama rakyat yang tidak mampu.

Setuju maupun tidaknya akan kenaikan harga BBM dikembalikan kembali pada analisa dan pertimbangan masing-masing dari kita, asalkan disertai alasan yang logis, rasional dan mampu mewujudkan gagasan yang solutif dalam menyelesaikan polemik berkepanjangan ini.



Kementrian Kajian Strategis
BEM Kema Unpad





Download Kajian Lengkap beserta Gambar di tinyurl.com/KajianBBM

Diberdayakan oleh Blogger.